Ayat Al Quran (Jasa) Sebagai Mahar Pernikahan Menurut Perspektif Islam dan Imam Mazhab

Main Article Content

Muhammad Habib1
Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah, Tanjung Pura
Ramadhania Ramadhania
Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah, Tanjung Pura

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan sangat suci, ia adalah impian setiap anak dan perempuan. Tapi untuk mewujudkan itu tidak mudah dan sembarangan, seperti di pernikahan, ada pilar dan kondisi yang harus dipenuhi, jika kekurangan salah satu pilar atau kondisi maka menurut kesepakatan para ulama fiqh pernikahan tersebut tidak sah. Harus diakui bahwa bentuk pernikahan yang paling dominan pada masa pra-Islam adalah bersifat kontraktual. Tidak pernah ada konsep pernikahan yang sakramental di tanah Arab. Islam mempertahankan bentuk pernikahan ini dengan melakukan perbaikan tertentu. Bentuk pernikahan yang paling populer adalah pernikahan yang berlaku setelah revolusi Islam. Salah satu unsur utama yang ada dalam pernikahan adalah permasalahan mahar, maka tanpa mahar ikatan pernikahan tidak sempurna. Mahar adalah suatu pemberian yang wajib diberikan oleh seorang pria terhadap seorang wanita baik berupa benda, harta ataupun jasa yang disebut dalam akad nikah sebagai pernyataan persetujuan antara pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai istri. Mahar sunah disebutkan jumlah atau bentuk barangnya dalam akad nikah. Apa saja barang yang ada nilai (harga) nya sah untuk dijadikan sebagai mahar. Dalam masyarakat pra-Islam status mahar adalah sebagai uang ganti pemeliharaan yang diberikan orang tua si wanita, kemudian dirubah oleh Islam menjadi pemberian calon suami kepada calon istri yang penuh dengan ketulusan sebagai simbol dan tanda cinta kasih sayang untuk membentuk keluarga yang penuh ketentraman, kedamaian dan ikatan yang utuh di antara pasangan suami dan istri. Untuk memahami hadits-hadits tentang mahar dengan ayat al-Qur’an secara mendalam, maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yang ditawarkan oleh Musahadi Ham dalam bukunya “Evolusi Konsep Sunnah”, yaitu metode Kritik Historis, Kritik Eidetis yang memuat tiga poin penting meliputi analisis isi, analisis sosio historis dan analisis generalisasi dan metode yang terakhir adalah Kritik Praktis. Islam tidak menetapkan kadar mahar atau jenis mahar yang harus dikeluarkan oleh calon suami untuk istrinya, besar dan bentuk mahar senantiasa hendaknya berpedoman kepada sifat kesederhanaan. Nas al-Qur’an hanya memberikan keterangan bahwa mahar adalah pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya tanpa adanya batasan tertentu


Keywords: Mahar Pernikahan, Perspektif Islam, Imam Mazhab