Hak Waris Anak Angkat Menurut Fikih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Main Article Content

Suaib lubis
Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah, Tanjung Pura
Khairani Khairani
Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah, Tanjung Pura

Kedudukan anak angkat hanya mempunyai perbedaan dengan anak kandung. Pengangkatan anak hanya sebagai perbuatan sosial saja. Hal ini biasanya dilakukan oleh orang kaya yang tidak atau belum mempunyai anak dan dia mengangkat anak karena bertujuan untuk ibadah. Anak merupakan nilai lebih bagi orang tua. Yang merupakan penerus bagi keluarga dan merupakan sebagai penyeimbang (balance) dalam kehidupan berumah tangga, anak adalah bukti bahwa ini hasil dari pernikahannya dan sebagai nilai yang berharga bagi keluarga. Masalah itupun terus berlanjut, hingga pada urusan tentang anak angkat. Mengambil anak angkat itu adalah suatu kebohongan dihadapan Allah, dan masyarakat, dan hanya merupakan kata-kata yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak mungkin akan menimbulkan kasih sayang yang sesungguhnya, seperti yang timbul dikalangan ayah, ibu, dan kaum keluarga yang sesungguhnya.Jadi, mengambil anak angkat itu hanyalah mengungkapkan kata-kata yang tidak menunjukkan kebenaran, dan hanya mencampuradukkan keturunan yang kelak menyebabkan hilangnya kebenaran, dan runtuhnya ikatan-ikatan keluarga yang asli, dan mungkin akan mengakibatkan terkena kutukan Allah. Kedudukan anak angkat dalam KHI Pasal 171 Huruf h yang berbunyi: “Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasar putusan pengadilan. Hingga saat ini, peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai pengangkatan anak belum ada, begitu pula hingga saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai akibat hukum dari pelaksanaan pengangkatan anak.  Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua Kandungnya. Sedangkan pengangkatan anak (adopsi) menurut Staatsblad 1917 No.  129 menimbulkan akibat hukum bahwa anak yang diangkat oleh suami istri sebagai anak mereka,  dianggap  sebagai anak  yang  dilahirkan  dari  perkawinan  suami  istri tersebut


Keywords: Hak waris, Anak anngkat, warisan, fiqih, hukum