Hak dan Kewenangan Penyidik Kepolisian RI dalam Menentukan Tindak Pidana Berita Bohong yang Menyebabkan Keonaran di Kalangan Masyarakat
Main Article Content
Penyebaran berita bohong (hoax) di Indonesia diklasifikasikan sebagai suatu kejahatan pidana. Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang serta perbuatan tersebut dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan dan kesesuaian hak serta kewenangan penyidik Kepolisian RI dalam menyatakan makna keonaran dalam suatu tindak pidana penyebaran berita bohong di kalangan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan dan kesesuaian hak serta kewenangan penyidik Kepolisian RI dalam menyatakan makna keonaran dalam suatu tindak pidana penyebaran berita bohong di kalangan Masyarakat sesuai Undang-Undang tersebut dalam Pasal 2 nya telah menyebutkan bahwa pihak Kepolisian Republik Indonesia itu merupakan alat negara yang memiliki kedudukan dalam pemeliharaan kamtibmas, gakkum, dan juga memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian melaksanakan tugasnya sesuai dengan bidang, antara lain: a) Dalam bidang pre-emtif; b) Dalam bidang preventif; c) Dalam bidang represif. (2) Bentuk pemenuhan unsur keonaran akibat tindak pidana berita bohong di kalangan masyarakat dalam Putusan No. 225/Pid.Sus/2021/Pn.Jkt.Tim tentang berita bohong yang menyebabkan keonaran adalah 4 tahun penjara, hukuman tersebut berdasarkan pasal 14 Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Juncto pasal 55 KUHP, bentuk pemidanaan ini lebih condong kepada keadaan politik yang mengakibatkan suatu tindak pidana sehingga tidak menimbulkan kemurnian dari keadilan dalam perspektif pidana.