Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan Cyber Notary dalam Pembuatan Akta Otentik Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris
Main Article Content
Cyber notary dapat mengandung pengertian bahwa akta Notaris yang dibuat dengan melalui alat elektronik atau Notaris yang mengesahkan suatu perjanjian yang pembacaan dan penandatanganan aktanya tidak dilakukan di hadapan Notaris. Akta otentik yang dibuat dengan cara cyber notary dapat menimbulkan pertentangan norma antara Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 16 Ayat (1) huruf m UUJN. Metodologi penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan melalui tinjauan pustaka buku, undang-undang, pendapat ahli hukum, dan dokumen resmi yang mendukung penelitian, atau dengan menganalisis laporan ilmiah sebelumnya. Penerapan konsep cyber notary di Indonesia menganut sistem civil law yang memandang akta yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris sebagai akta yang otentik. Akta otentik dapat diterapkan dengan membuat akta otentik secara elektronik (cyber notary), sebagaimana dijabarkan dalam Penjelasan Pasal 15 ayat 3 UUJN, yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain: kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat akta ikrar wakaf dan hipotik pesawat terbang. Namun Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN tersebut menyebutkan mengenai cyber notary tidak memberikan definisi yang normatif, sehingga tidak cukup untuk melegitimasi cyber notary di Indonesia. Selain itu konsep cyber notaris masih menghadapi tantangan mengingat Pasal 16(1)(m) UUJN yang mengharuskan Notaris hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan pengahadap dan saksi. Dengan tidak berpegang pada ketentuan ini, maka akta Notaris hanya mempunyai kekuatan hukum sebagai akta di bawah tangan, sebagaimana diatur Pasal 16 ayat (9), jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.