�Action Research Literate |
Vol. 6 No. 1, Januari 2022 |
p-ISSN : 2613-9898 e-ISSN : 2808-6988 |
Sosial Pendidikan |
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM QASHAS AL-QUR�AN (STUDI SINTESIS KISAH-KISAH DALAM AL-QUR�AN)
Ainun Jariah, Achmad Abu Bakar, Hasyim Haddade
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 12 Desember 2021 Direvisi 19 Desember 2021 Disetujui 2 Januari 2022 |
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan konsep kisah Al-Qur�an tentang pendidikan karakter dan relevansi kisah-kisah dalam Al-Qur�an dengan Pendidikan karakter. Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah kisah-kisah dalam Al-Qur�an adalah kisah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara arkeologis dan ilmiah. Kisah-kisah dalam Al-Qur�an pada umumnya adalah ayat-ayat makkiyyah, yang ketika Islam datang, masyarakat dalam perilaku jahiliyah dan jumud. Al-Qur�an diturunkan sebagai tuntunan keselamatan dan memberikan kemudahan, untuk mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan misi Al-Qur�an, misi kisah-kisah dalam Al-Qur�an, dan misi kerasulan nabi Muhammad SAW. Filosofi, hikmah, dan �ibrah yang terkandung, sangat sarat dengan pesan dan nilai-nilai edukatif, namun harus dipahami secara tulus, logis, sistematis dan komprehensif. Metode penelitian dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan kulitatif, tafsir tahlili, dengan metode analitis sintesis. Secara konseptual dimulai dengan membaca, mencatat (mengumpulkan data), menidentifikasi, menyusunnya dalam satuan-satuan sesuai urutan pola berpikir, kemudian menganalisis hingga pada kesimpulan. Maka dapat disimpulkan bahwa kisah-kisah yang disajikan dalam Al-Qur�an, merupakan konsep irsyad (tuntunan, petunjuk), hiwar (dialog), dzikr (pengingat), hikmah (makna filosofis, atau pelajaran), tandzir (peringatan). Relevansi kisah-kisah dalam Al-Qur�an dengan pendidikan karakter yaitu kisah yang dikemas dalam beragam bentuknya menjadi metode alternatif dalam proses pembelajaran yang mudah, menarik dan berkesan; kisah menjadi media untuk menyampaikan pesan dan internalisasi nilai-nilai dalam upaya pembinaan akhlak peserta didik; dan kisah dapat menjadi metode pendidikan yang efektif bagi pengembangan kecerdasan dan pembentukan jiwa yang tangguh dan taat sesuai dengan misi kisah dan misi kerasulan Muhammad SAW.
ABSTRACT �The purpose of writing this article is to describe the concept of the story of the Qur'an about character education and the relevance of the stories in the Qur'an to character education. The background of the problem in this research is that the stories in the Qur'an are stories that can be proven archaeologically and scientifically. The stories in the Qur'an in general are makkiyyah verses, which when Islam came, people were in ignorance and jumud behavior. The Qur'an was revealed as a guide for salvation and to provide convenience, to elevate the degree of humanity in accordance with the mission of the Qur'an, the mission of the stories in the Qur'an, and the apostolic mission of the prophet Muhammad SAW. The philosophy, wisdom, and 'ibrah contained are very full of educational messages and values, but must be understood sincerely, logically, systematically and comprehensively. The research method in writing this article is a qualitative approach, tahlili interpretation, with a synthetic analytical method. Conceptually, it starts with reading, taking notes (collecting data), identifying, arranging them in units according to the sequence of thinking patterns, then analyzing to come to a conclusion. So it can be concluded that the stories presented in the Qur'an are the concepts of irsyad (guidance, guidance), hiwar (dialogue), dhikr (reminder), wisdom (philosophical meaning, or lesson), tandzir (warning). The relevance of the stories in the Qur'an to character education, namely stories that are packaged in various forms into alternative methods in the learning process that are easy, interesting and memorable; stories become a medium for conveying messages and internalizing values in an effort to develop the morals of students; and stories can be an effective educational method for the development of intelligence and the formation of a strong and obedient soul in accordance with the mission of the story and the apostolic mission of Muhammad SAW. |
Kata Kunci: Pendidikan; Pendidikan �Karakter; Kisah-kisah Al-Qur�an
Keywords: Character; Education; Stories of the Qur'an |
Pendahuluan
Nabi Muhammad SAW tidak sesat, tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya (QS. Al-Najm: 2-4). Al-Qur�an diturunkan untuk memberikan kemudahan, menjadi peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah) (QS. Thaha: 2-3). Tiada yang dapat menandingi nilai bahasanya sejak manusia mengenal tulis baca, lima ribu tahun yang lalu, dan tiada bacaan yang melebihi Al-Qur�an dalam perhatian yang diperolehnya, sejarahnya, latar belakang diturunkannya, saat diturunkannya dan muatannya (Rofiah, 2014).
Al-Qur�an datang dengan membuka kesadaran manusia agar menyadari jati diri dan eksistensinya di muka bumi, bahwa hidup tidak hanya dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan kematian (Rofiah, 2014).� Namun hidupnya manusia di atas muka bumi selain menjadi khalifah juga sebagai �abd dan pemakmur bumi, untuk menyiapkan bekal perjalanan menuju kehidupan abadi pasca kematian. Alam semesta menjadi ruang media pembelajaran sekaligus ujian untuk manusia menjadi yang terbaik. Manusia dapat belajar dari fenomena alam semsta raya, selain beri�tibar dari apa yang terkandung di dalam Al-Qur�an.
Al-Qur�an dalam menyampaikan pesan dan kandungan isinya, salah satu metode yang dipakai adalah menggunakan kisah atau qashash. Yaitu dengan menguraikan peristiwa yang terjadi di masa lalu dalam bentuk kisah. Hal ini menjadi penting karena dengan memahaminya kita akan mengetahui kandungan al-Qur�an sehingga dapat memetik ibrah atau pelajaran dari qashash tersebut. Dengan demikian kita juga akan mengetahui bagaimana cara yang baik dalam menyampaikan suatu pesan dengan menguraikan kisah. Kisah yang diuraikan dalam al-Quran, mampu memberi kesan yang mendalam bagi pembaca maupun pendengarnya.
�Jumlah ayat al-Qur�an yang berjumlah lebih dari enam ribu, di-nuzul-kan secara berangsur-angsur dalam dua periode yaitu periode makiyah dan periode madaniyah. Dua pertiga dari ayat itu sendiri berisikan kisah (Rahmawati & As� ad, 2018). �Hal ini tentunya membentuk pertanyaan baru, mengapa sebegitu banyaknya ayat al-Qur�an sepertiganya dihimpun dalam sebuah qashas atau kisah. Gaya bahasanya yang khas dapat memberi kesan yang mendalam bagi manusia. Manusia lebih cenderung menyukai kisah yang berpengaruh besar terhadap perasaan. Maka dari itu Islam mengekploitasi kisah dan membentuknya satu metode dan teknik pendidikan. Cakupan dari kisah al-Qur�an itu sendiri untuk pendidikan akal maupun mental.
Dalam teori pendidikan, kisah merupakan salah satu metode yang efektif dalam menyampaikan pesan (Tambak, 2016). Karena dengan metode tersebut peserta didik dapat mengambil pesan penting tanpa ada instruksi yang bermuatan serius dari penyampai kisah. Bahkan dengan qashash atau kisah akan membangun imajinasi peserta didik (Munir, 2008: 152) dalam (Mustakim, 2020). Kisah atau cerita memiliki pengaruh besar bagi pendidikan sikap maupun ideologi peserta didik, kisah merupakan salah satu alat yang esensial dalam mewariskan pemikiran manusia. Pembahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai edukatif dalam qashash Al-Qur�an merupakan studi terhadap sumber ajaran Islam itu sendiri yang mengaitkan daya tarik pesona kisah Al-Quran, ajaran Islam, asas serta tujuan pendidikan Islam.
Seperti yang dipaparkan oleh Muhammad Abduh, dalam memaparkan kandungan qashash al-Qur�an ia melakukan interpretasi cerita berdasarkan konteks cakupan historisitasnya menuju konteks proses normativitas dan orisinalitas yang rasional. Dengan demikian nilai atau pesan yang disampaikan Allah Swt. melalui qashash tersebut dapat diterima (Munir, 2008: 152). Sedangkan menurut Ismail Lubis (1990: 65), tujuan dari qashash Quran ialah untuk menanamkan makna ataupun pesan ke hati sehingga dapat membentuk perilaku yang baik, oleh karenanya tidak mengherankan bila timbul perubahan sikap ke yang lebih baik bagi pembaca atau pendengarnya.
�Dengan media Qashash al-Qur�an diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik, karena kisah al-Qur�an adalah kisah terbaik di dunia tidak ada satu orang pun di dunia yang mampu menandingi keunggulan kisah dalam al-Quran. Point- point positif yang dapat diperoleh peserta didik ketika mendengarkan kisah-kisah al- Qur�an akan menambah keimanan dan ketakwaan mereka, selain itu dengan metode menyampaikan kisah peserta didik akan membentuk visualisasi cerita, sehingga mereka dapat membayangkan karakter serta situasi pada saat itu yang akan berkesan di hati mereka. Ketika pesan Allah dalam firman-Nya tersebut tersampaikan maka akan membangun karakter peserta didik.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah menggunakan pendekatan kulitatif, tafsir tahlili, dengan metode analisis sintesis, yaitu merangkum pengertian dari berbagai sumber atau pendapat, kemudian mengkajinya secara mendalam dan terstruktur untuk dijadikan suatu tulisan baru, sesuai dengan kebutuhan penulis (Bashori, 2020). Pendekatan ini digunakan untuk menjawab masalah penelitian apa konsep kisah Al-Qur�an tentang pendidikan karakter serta apa relevansi kisah Al-Qur�an dengan Pendidikan Karakter.
Secara metodologis, langkah-langkah yang akan ditempuh oleh penulis adalah �Pengumpulan data dan informasi dari sumber literatur berupa karya ilmiah dan lain-lain, baik sumber primer seperti Tafsir, maupun sumber sekunder seperti pemikiran-pemikiran terkait karakter dan buku-buku pendukung. Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan data dan informasi sesuai variabelnya.
Analisis filosofis terhadap data dan informasi yang terhimpun dan melakukan penilaian dan interpretasi secara cermat untuk menghasilkan data dan informasi yang valid.
Hasil dan Pembahasan
1. Definisi Qashash Al-Qur�an
a. .Pengertian Etimologi
Qashash al-Qur�an merupakan kata yang tersusun dari dua kalimat yang berasal dari bahasa arab, yakni dari kata Qashash dan al-Qur�an. Kata qashash merupakan jamak dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat (Munawwir, 1997).� Kalimat qishash bentuk plural dari kata qish-shah (Abdul Karim Zaidan, 2002),� apabila disambung dengan al-Qur�an maka boleh dibaca qashash atau qishash, maka menjadi qashashul Qur�an atau Qishashul Qur�an, kedua-duanya dalam bahasa Indonesia berarti kisah-kisah al-Qur�an.
Kata kisah mempunyai persamaan makna dalam bahasa arab dengan lafaz sejarah, tarikh, sirah, dan atsar (Khaeruman, 2004) . akan tetapi kata-kata itu tidak terdapat dalam al-Qur�an, hanya kata kisah yang dipakai al-Qur�an setelah menceritakan suatu rangkaian, baik itu kisah Nabi dengan umatnya maupun kisah-kisah lainnya.
Maka kisah secara bahasa mempunyai banyak arti ada yang artinya mengikuti jejak, berita yang berurutan dan urusan, berita, perkara, dan keadaan.Jadi, dari keterangan kata kisah menurut bahasa, dapatlah dikatakan bahwa kisah al-Qur�an adalah kisah-kisah yang tedapat dalam al-Qur�an.
b. Pengertian Terminologi
Imam Fakhruddin Al-Razi mendefinisikan kisahal-Qur�an sebagai kumpulan perkataan-perkataan yang memuat petunjuk yang membawa manusia kepada hidayah agama Allah dan menunjukkan kepada kebenaran serta memerintahkann untuk mencari sebuah keselamatan (Hidayati, 2017). Ada juga yang mendefinisikan dengan pemberitaan al-Qur�an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, Nubuwat/Kenabian yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi (Khaeruman, 2004).
Sementara yang lain seperti Quraish Shihab dalam buku Kaidah Tafsirnya mengatakan bahwa kisah al-Qur�an adalah menelusuri peristiwa atau kejadian dengan jalan menyampaikan atau menceritakannya tahap demi tahap sesuai dengan kronologi kejadiannya (Shihab, 2013). Musa Syahin Lasin mendefinisikan dengan cerita-cerita al-Qur�an tentang keadaan umat-umat dan para Nabi-Nabi terdahulu, serta kejadian-kejadian nyata lainnya .
Dari beberapa definisi di atas, bahwasannya kisah al-Qur�an itu informasi dari al-Qur�an yakni dari Allah yang terdapat dalam al-Qur�an untuk seluruh manusia yang mau menjadikan al-Qur�an petunjuk hidup, informasi itu tentang kisah umat-umat terdahulu, tentang kenabian, orang-orang yang tidak dapat dipastikan apakah mereka dari golongan Nabi atau orang-orang pilihan, juga menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang lama terjadi termasuk peristiwa- peristiwa yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad, jadi kisah al-Qur�an itu berisi pelajaran bagi manusia untuk membawa kepada petunjuk agama yang akhirnya manusia sampai kepada jalan keselamatan dunia akhirat.
2. Tujuan Kisah-Kisah dalam Al-Qur�an
Adanya kisah dalam Al-Qur�an menjadi bukti yang kuat bagi umat manusia bahwa Al-Qur�an sangat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil sampai dewasa, tidak ada orang yang tidak suka kepada kisah, apalagi kisah itu mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Al-Qur�an sebagai kitab hidayah mencakup kedua aspek itu, bahkan disamping tujuan yang mulia itu, kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tida ada orang yang bosan mendengar dan membacanya. Sejak dulu sampai sekarang telah berlalu empat belas abad lebih, kisah kisah Al-qur�an yang diungkapkan dalam bahasa Arab itu mendapat tempat dan hidup dihati umat, padahal bahasa-nahasa lain banyak masuk museum, dan tidak terpakai lagi seperti bahasa Ibrani, latin dan lain lain.
Pengungkapan yang demikian sengaja Allah buat dengan tujuan yang amat mulia, yakni menyeru umat ke jalan yang benar demi keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat, yang bila dikaji secara seksama, maka diperoleh gambara bahwa dalam garis besarnya tujuan pengungkapan kisah dalam Alquran ada dua macam yaitu tujuan pokok dan tujuan sekunder.
Menurut al-buthi yang dimaksud dengan tujuan pokok ialah merealisir tujuan umum yang dibawa oleh Al-Qur�an kepada manusia, yakni menyeru, menunjuki kejalan yang benar agar mereka mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, sedangkan yang di maksud dengan tujuan sekunder ialah sebagai berikut : pertama, Untuk menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan berasal dari orang-orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nashrani.�� Kisah-kisah Al-Qur�an menjadi bukti kenabian (mukjizat) bagaimana mungkin Rasullullah saw yang ummiy dapat menceritakan kisa-kisah umat terdahulu dan cerita yang akan datang jika tidak mendapatkan wahyu dari Allah swt. Meskipun dengan bukti ini ternyata masih banyak orang kafir yang mendustakan kisah-kisah itu, mereka menuduh Rasulullah saw sebagai pembohong, orang gila, pendongen, dan menganggap apa yang mereka miliki lebih baik dari yang di ceritakan Rasulullah saw. Tapi Al-Qur�an telah menepis tuduhan-tuduhan itu dengan bukti-bukti kuat dan dalil-dalil yang kokoh.
Mukjizat ini menjadi bukti bagi orang-orang yang sudah beriman sekaligus bagi orang-orang ahli kitab. Orang-orang mukmin percaya bahwa dengan keberadaan Rasulullah Saw yang ummiy namun baliau memiliki pengetahuan tentang kisa-kisah umat terdahulu dan kejadian-kejadian yang akan datang menambah keimanan mereka kepada Rasulullah Saw. Sedangkan orang yang ahli kitab menemukan mukjizat di dalam Al-Qur�an, sebab kisah-kisah Alquran membenarkan sekaligus mengkoreksi kitab-kitab yang termaktub dalam kiatab samawi mereka. Para pemimpin agama dan ahli kitab juga mengetahui bahwa kisah Alquran sesuai dengan kitab mereka sebelum terdistorsi.
Kedua, penghibur kagalauan hati Rasulullah Saw dan meneguhkan jiwanya dalam mengemban risalah dakwah, karena nabi-nabi pendahulunya pun mengalami fenomena kehidupan yang sama. Dengan kata lain, sebagai motifasi Rasulullah saw dan para da�i pengusung syari�at Islam. Dengan mengetahui kisahkisah para nabi bersama kaumnya maka mereka akan menemukan ruh baru.
Ketiga, merubah pandangan ahli kitab bahwa umat Islam adalah umat yang buta huruf sekaligus menghilangkan kesan bahwa umat Islam adalah umat yang bodoh dan mengoreksi pendapat para ahli kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk-petunjuk kitab sucinya sebelum diubah dan diganti oleh mereka sendiri.
Keempat, pengungkapan cerita Al-Qur�an menggunakan gaya bahasa yang deskriptif dan dialogis. Gaya pengungkapan seperti ini belum pernah dipakai oleh bangsa Arab dalam bahasa sastranya pada waktu itu sehingga bisa dikatakan bahwa Alquran memberikan inovasi baru dalam dunia sastra Arab pada zamannya. Gaya ini juga merupakan bentuk i�jaz Alquran.
Kelima, memberikan pengetahuan tentang syariat umat terdahulu, sehingga keindahan syari�at Islam akan nampak jelas bila dibandingkan dengan syariat mereka. Mungkin ini juga salah satu rahasia Al-Qur�an yang jarang sekali menyebutkan pelaku kisah dalam Alquran kecuali hanya menyebutkan sisi-sisi positif yang mengandung teladan saja. Keenam, mengikuti perjalanan sejarah, baik berupa jatuh-bangunnya peradaban manusia, dan menjelaskan tatanan-tatanan pondasi masyarakat madani seperti kisah nabi Yusuf a.s sewaktu menjadi pejabat dan kisah para pengawalnya yang menggeledah saudara-saudaranya ketika kehilangan cawan milik kerajaan.
Ketujuh, menguatkan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW mengenai kisah-kisah umat terdahulu, sebab tidak ada yang menegtahui kisah tersebut kecuali Allah SWT. Qashash tersebut disamping sebagai salah satu bukti kebenaran wahyu Al-Qur�an dan kebenaran tentang kenabian dan kerasulan Muhammad SAW. juga sebagai:
a. �Ibrah, bahwa kisah yang dimulai dari berlangsungnya peristiwa sebagai akibat dari perilaku, yang mengilustrasikan sebab dan akibat, akan menjadi pelajaran bagi yang mau berfikir.
b. Uswah, bahwa pelaku yang berperilaku baik dalam kisah menjadi teladan yang baik bagi kehidupan untuk menjadi sosok yang diidolakan. Misalnya sosok yang tampan seperti Nabi Yusuf AS, yang kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal dalam pertempuran seperti Nabi Musa AS.
c. Khabar, bahwa kisah menjadi informasi yang berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan Rasul Allah.
Dalam pembelajaran, peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan pembawaan. Menyampaikan kisah-kisah pilihan dalam pembelajaran akan memberikan inspirasi tersendiri bagi peserta didik, bukan sekedar menyampaikan kisah masa lalu dan bukan pula membawa mundur tidak berkembangnya) peserta didik. Namun terdapat nilai yang dipesankan dan untuk terinternalisasi dalam setiap pribadi peserta didik untuk masa mendatang, seperti keteladanan, pelajaran masa lalu yang berakibat tidak baik agar tidak terulang, dan sebagainya.
a. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya:
1) Kisah tentang Luqman (QS. Luqman: 12-13);
2) Kisah tantang Dzu Al-Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98);
3) Kisah tentang Ashab Al-Kahfi (QS. Al-Kahfi: 9-26);
4) Kisah tentang Thalut dan Jalut (QS. Al-Baqarah: 246-251);
5) Kisah tentang Ya�juj Ma�juz (QS. Al-Anbiya: 95-97);
6) Kisah tentang bangsa Romawi (QS. Al-Rum: 2-4).
7) Kisah tentang Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dll)
8) Kisah tentang Fir‟aun (QS. AlBaqarah:49-50,dll)
9) Kisah tentang Qarun (QS. AlQashash: 76-79,dll)
Tidak setiap kisah mengandung unsur keteladanan, tetapi seburukburuknya kisah dipastikan terdapat �ibrah atau nilai pelajaran (pendidikan) bagi orang-orang yang berfikir, sebagai upaya penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama. Kisah dari selain para Nabi dan rasul dapat dijadikan pelajaran disamping menjadi pilihan dan teladan. Nilai-nilai pendidikan baik dari kisah yang baik, mapun dari kisah yang tidak baik, dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan pada diri peserta didik untuk membentuk karakter.
b. Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah :
1) Kisah tentang Ababil (QS.Al-Fil: 1-5);
2) Kisah tentang hijrah Nabi SAW (QS.Muhammad: 13);
3) Kisah tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran: 123-125; 165);
4) Kisah tentang perang Hunain dan Tabuk (QS. Taubah: 25).
Kisah-kisah tersebut dapat dipergunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan peserta didik agar benar-benar mencontoh kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah berjuang dengan semangat. Peserta didik juga dimotivasi untuk selalu berjuang dan berkorban di jalan Allah SWT. Jika pada masa Rasulullah perjuangan dengan pertempuran di medan perang, saat ini bisa diwujudkan dengan berbagai sarana, seperti memerangi kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, ketidak adilan, dan ketimpangan yang terjadi di dalam masyarakat.
Menurut Sayyid Quthb diantara tujuan kisah adalah :
a. Menetapkan wahyu dan risalah Muhammad SAW (QS. Yusuf:2-3)
b. Menerangkan bahwa agama seluruhnya dari Allah, dan bahwa kaum mukminin seluruhnya adalah umat yang satu (QS. AlAnbiya�:48-50)
c. Menerangkan bahwa seluruh agama samawi adalah satu dasar (QS. al-A�raf: 59)
d. Menjelaskan bahwa cara para nabi dalam berdakwah itu satu dan penerimaan kaum mereka hampir mirip semuanya (QS. Hud: 25-123)
e. Sebagai pemberitaan Allah bahwa pada akhirnya Allah selalu menolong para Nabi dan menghancurkan musuh-musuhnya
f. Mengungkapkan janji dan ancaman
g. Menunjukkan betapa besar nikmat Tuhan yang diberikan kepada Nabi-Nya
h. Memperingatkan Bani adam akan tipu daya dan godaan syaitan
i. Menunjukkan bahwa Allah telah membuat hal-hal yang luar biasa untuk menolong Nabi-Nya
Kisah-kisah dalam Al-Qur�an merupakan salah satu cara yang dipakai untuk menyampaikan dan memantapkan dakwah kepada kebenaran.15 Ungkapan-ungkapan dalam narasi kisah menunjukkan makna akan kedalaman makna, sebagai salah satu tanda kemahakaryaan sang maha Agung. Tujuan kisah al- Qur�an bukan semata-mata menceritakan kisahnya tetapi juga untuk membuktikan kekuasaan Tuhan dan membuktikan bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan. Kisah yang mengandung unsur atau nilai tauhid dan akhlak, akan membawa dan mendudukkan peserta didik kepada nilai-nilai fitrahnya, membangun mental dan spiritualnya sebagai dasar berakhlak yang mulia.
c. Karakteristik Kisah dalam Al-Qur�an
Diantara karakteristik kisah-kisah al-Qur�an adalah gaya deskripsi kisah. Gaya deskripsi yang dimaksud adalah cara yng digunakan oleh al-Qur�an untuk mendeskripsikan urutan peristiwa suatu cerita. Adapun gaya deskripsi kisah-kisah al-Qur�an menurut Sayyid Qutb adalah :
1) Kisah dimulai dengan pengantar yang berisi kesimpulan cerita, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan peristiwa dari awal sampai akhir.
2) Kisah dimulai dengan menyebutkan akhir cerita beserta tujuan atau maksud penyebutan kisah tersebut. Sebagai pengantar kisah, terlebih dahulu dibeberkan tujuan atau maksud dari kisah yang akan disebutkan kemudian. Pengantar kisah yang juga merupakan akhir kisah menjadikan pembaca dan pendengarnya penasaran untuk mengetahui jalan ceritanya sehingga dapat memberikan ending cerita seperti yang ada pada pengantar.
3) Kisah langsung menyebutkan rentetan peristiwa tanpa pendahuluan berupa kesimpulan atau ringkasan cerita.
4) Kisah disampaikan sebagai adegan dalam teater yang penuh dengan dialog. Gaya kisah seperti ini membutuhkan partisipasi imajinatif pembaca atau pendengar untuk melengkapi dan memahaminya. Menurut W. Montgomery Watt sebagaimana dikutip oleh Syihabuddin Qalyubi, bahwa al-Qur�an disusun dalam ragam bahasa lisan. Untuk memahaminya, hendaklah dipergunakan daya imajinasi yang dapat melengkapi gerakan yang dilukiskan oleh kata-kata. Ayat-ayat yang mengandung gaya bahasa ini jika dibaca dengan pernyataan eksyen drama yang tepat, niscaya akan dapat membantu pemahaman. Sebenarnya gambaran dramatika yang berkualitas ini merupakan cirri khas gaya bahasa al-Qur�an .
Menurut Manna� Khalil Al-Qaththan, bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur�an mengandung beberapa rahasia, yaitu :
1) Menunjukkan tingkat kualitas sastra yang sangat tinggi. Mengungkapkan makna dalam berbagai bentuk yang berbeda satu dengan yang lain, serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan. Bahkan dapat ditemukan makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membaca sebelumnya dan di tempat lain.
2) Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur�an, bahwa sastra yang digunakan untuk mengungkapkan kisah-kisah dalam Al-Qur‟an, tidak dapat ditandingi oleh sastrawan manapun.
Pengulangan kisah-kisah dalam Al-Qur�an agar pesan-pesannya lebih berkesan dan melekat dalam jiwa. Misalnya kisah Musa dengan Fir�aun, yang menggambarkan pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan. Kisah itu sering diulang-ulang dalam surat yang berbeda. Setiap kisah memiliki maksud dan tujuan berbeda. Karena itulah kisah-kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dari makna-maknanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya dikemukakan di tempat yang lain sesuai dengan tuntutan keadaan.
3. Gaya Penuturan Kisah Alquran
Alquran selalu menempatkan cerita-cerita sejarah pada tempat yang terbaik dan paling sesuai dengan konteksnya. Maka tak aneh jika gaya pemaparan ceritanya berbeda dengan buku-buku cerita yang lain. Penceritaan dalam Alquran tidak selalu runtut mengikuti aturan alur akur atau plot maju (kecuali pada surat Yusuf), tidak juga runtut mengikuti urutan surat-surat. Gaya Alquran dalam penceritaanya lebih menyerupai gaya khutbah (ceramah-ceramah). Pembagian alur cerita disesuaikan dengan kebutuhan audience (mukhatab). Namun ceritacerita tersebut saling melengkapimembentuk kesatuan cerita yang berhunungan. Gaya pengungkapan semacam ini akan lebih mengenai sasaran dan lebih dekat kepada tercapainya misi sebuah cerita. Di sinilah kisah Alquran memiliki dualism karakteristik, sebagai al-burhan (memberikan bukti dan dalil) sekaligus sebagai attibyan (memberi penjelasan dan penyejuk .
Gaya penuturan kisah-kisah Alquran Alquran dapat diringkas antara lain sebagai berikut :
a. Pertama,� memilih penggalan-penggalan kisah yang memuat pelajaran dan tauladan. Alquran tidak memuat sejarah dengan maknanya dengan komperhensif. Oleh sebab itu Alquran tidak mengisahkan semua hal yang berhubungan dengan seorang tokoh secara keseluruhan, akan tetapi hanya secara ringkas dan memilih peristiwa-peristiwa yang mengandung teladan, nasihat dan pelajaran penting.
b. Kedua, menuturkan sebuah kisah dalam berbagai tempat. Sudah maklum bahwa Alquran adalah kitab yang diturunkan secara gradual selama 22 tahun lebih, sesuai kasus-kasus yang sedang terjadi atau sesuai tuntunan kondisi waktu itu. Fenomena ini juga didapatkan dalam dalam kesatuan eksternal kisah Alquran. Apabila ingin mendapatkan sebuah kisah Alquran secara utuh, maka terlebih dahulu seluruh ayat-ayat Alquran harus dieksplorasi. Tidak ada satupun cerita Alquran yang dikisahkan secara utuh dalam satu surat kecuali cerita Yusuf, Nuh, dan Al-Fiil.
c. Ketiga, kisah Alquran adalah hakikat dan bukan khayalan atau cerita fiktif. Abu Zahrah menegaskan hal ini, begitu juga pandangan mayoritas ulama Islam. Berbeda dengan Ahmad Khalfullah dan pendukungnya yang memperbolehkan adanya bentuk cerita penggambaran (laun tamthili) serta bentuk cerita legenda (laun usthuri) dalam kisah-kisah Alquran meskipun tanpa mengingkari tujuan penuturan kisah Alquran.
d. Keempat, retorika yang indah, secara umum retorika Alquran dan pemilihan kata-kata yang tepatdan sesuai adalah salah satu dimensi kemukjizatan Alquran, begitu juga kisah-kisah Alquran secara khusus. Dengan bahasanya yang tepat dan penuh persaan dalam retorika dan kalimat-kalimtanya, Alquran dapat menghadirkan sebuah kisah yang berabad-abad tahun sialm menjadi sebuah kejadian yang seakan-akan dapat disaksikan mata pada waktu Alquran dibaca.
Cara khas lain yang dipakai Al-Qur�an dalam mengungkapkan cerita para Nabi dengan membuat �kejutan�, yaitu dengan cara :
a. Al-Qur�an menyembunyikan satu �rahasia� baik kepada pembaca maupun kepada tokohnya. Kemudian rahasia itu diungkapkan secara mendadak baik kepada pembaca maupun kepada tokoh cerita. Contoh: kisah Nabi Musa dengan hamba Allah dalam surat Al-Kahfi.
b. Al-Qur�an mengungkapkan satu rahasia kepada pembaca, tetapi tokoh dalam cerita itu sendiri tidak tahu rahasia itu. Kisah Ashab al-Jannah dalam surat an-Nur : 68
c. Al-Qur�an mengungkapkan sebagian rahasia Al-Qur‟an kepada pembaca, tetapi rahasia itu tetap disembunyikan kepada tokohnya. Sedangkan sebagian cerita lainnya disembunyikan kepada keduanya. Akan tetapi secara mendadak rahasia itu diungkapkan kepada mereka, contohnya kisah Bilqis dengan nabi Sulaiman.
Penyajian kisah sejarah, Al-Qur�an tidak menggunakan sistemasi yang lazim dalam buku-buku sejarah, yaitu rangkaian peristiwa disusun secara kronologis, dijelaskan urutan dan periodenya. Sering kali pelaku dan tempatnya tidak disebutkan. Al- Qur�an juga biasanya tidak mengungkapkan sejarah seorang tokoh secara utuh dari mulai awal perannya sampai akhir kehidupannya dalam satu tempat, selain kisah nabi Yusuf. Kisah Nabi lainnya terpencarpencar. Misalnya cerita Ibrahim AS diungkapkan dalam 20 tempat, nabi Isa AS 8 tempat, dan Sulaiman AS 3 tempat.
Adapun unsur-unsur kisah dalam Al-Qur�an adalah:���������
a. Pelaku (Al-Syakhs). Dalam Al-Qur�an para aktor dari kisah tersebut tidak hanya manusia, tetapi juga malaikat, jin dan bahkan hewan seperti semut dan burung hud-hud.
b. Peristiwa (Al-Haditsah). Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam suatu cerita, sebab tidak mungkin, ada suatu kisah tanpa ada peristiwanya. Berkaitan peristiwa, sebagian ahli membagi menjadi tiga, yaitu peristiwa yang merupakan akibat dari suatu pendustaan dan campur tangan qadla-qadar Allah dalam suatu kisah, peristiwa yang dianggap luar biasa atau yang disebut mukjizat sebagai tanda bukti kebenaran, lalu datanglah ayat-ayat Allah, namun mereka tetap mendustakannya lalu turunlah adzab, dan peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang baik atau buruk, baik merupakan rasul maupun manusia biasa.
c. Percakapan (Hiwar). Biasanya percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak pelakunya, seperti kisah nabi Yusuf, Musa, dan sebagainya. Isi percakapan dalam Al-Qur�an pada umumnya adalah soal-soal agama, misalnya masalah kebangkitan manusia, keesaan Allah, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam hal ini AlQur‟an menempuh model percakapan langsung. Jadi AlQur�an menceritakan pelaku dalam bentuk aslinya.
4. Konsep Kisah Al-Qur�an dalam Pendidikan Karakter
Menurut Junaidi, konsep-konsep kisah dalam Al-Qur�an, yaitu :
a. Konsep irsyad, yaitu petunjuk yang terkandung dalam kisah yang disampaikan dalam Al-Qur�an, sebagai pesan yang mengajak pada kebenaran. Petunjuk- petunjuk ini dapat digali baik secara teks (redaksi nash, kajian linguistik, dan mafhum Al-ayah) atau secara konteks. Seperti kisah tentang Nabi Ibrahim yang mendapat petunjuk dari Allah untuk berkurban, disamping ketauhidan, kesabaran (kegigihan dan ketangguhan), serta kesalihan nabi Ibrahim AS dan keluarganya.
b. Konsep hiwar, yaitu dialog dalam menjawab atau mengatasi persoalan antar orang-orang yang menjadi pelaku dalam kisah, secara moral dapat dijadikan sebagai landasan utama dalam kehidupan kolektif manusia. Seperti kisah pada surah Yusuf: 84-87, yaitu dialog antara nabi Ya�kub dan putera-puteranya, menggambarkan nilai etika yang sangat tinggi. Luka hati yang diakibatkan oleh perbuatan putra-putranya sendiri, nabi Ya�kub tetap mampu bersikap lembut dengan selalu mengharap akan rahmat Allah untuk keluarganya. Konsep ini sangat baik dalam menginternalisasikan nilainilai keteladanan yang baik pada peserta didik. Agar lebih mudah memasukkan nilai dan lebih berkesan, kisah ini yang dibawakan dalam bentuk drama, sehingga peserta didik dapat merasakan langsung.
c. Konsep dzikr, yaitu mengingatkan terhadap apa yang mesti dilakukan.
d. Konsep hikmah, yaitu pelajaran tentang sebuah pengetahuan, dan kebenaran. Seperti kisah Luqman yang salih, ma�rifah, dan sederhana. �Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu �Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia besyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur maka sesungguhnaya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya: �Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzoliman yang besar�. Dan Kami perintahkan manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kedua orang tuamu, hanya kepadaKulah kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergauilah mereka di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): Hai anakku, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui�. (Q.S. Luqman: 12-16 ).
e. Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam kisah tersebut adalah anak mengingat, berterima kasih, dan menghargai kebaikan orang tuanya, serta menaati apa-apa yang sesuai dengan ketentuan Allah, seperti menunaikan shalat, beramar ma�ruf dan nahyi munkar, bersabar dan tidak sombong.
f. Konsep tandzir, yaitu peringatan agar meninggalkan sesuatu yang buruk karena mengandung konsekuensi hukuman atau akibat tidak baik yang akan menimpanya. Seperti QS. Al- Lahab: 1-5, tentang konsekuensi sebuah perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh Abu Lahab, sehingga cerita ini akan menjadi peringatan sekaligus ancaman bagi mereka yang mengulang perbuatan jahat seperti apa yang telah dilakukan oleh Abu lahab dan Isterinya. Jelaslah bahwa peringatan dan ancaman dalam kisahkisah dalam al-Qur�an hakikatnya tidak lain merupakan bentuk psikoterapi dari kesombongan dan keangkuhan orangorang yang menyimpang dari jalan Allah, yang harus dihadapi dengan peringatan dan ancaman yang dapat merendahkan diri mereka.
5. Relevansi Kisah Al-Qur�an tentang Pendidikan Karakter
Kisah adalah salah satu metode dalam proses pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita, untuk lebih memahamkan materi pembelajaran secara mudah, menarik, hidup dan efektif, serta memberikan pengalaman yang berkesan. Metode ini biasanya dipilih untuk materi pembelajaran yang tidak cukup hanya dibaca. Metode kisah dipilih dan digunakan untuk memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal-hal baru guna mengembangkan berbagai kompetensi dasar.� Kisah menjadi media untuk menyampaikan bahkan menginternalisasikan nilai-nilai yang berlaku di masayarakat. Metode kisah yang dituturkan secara kronologis, sangat dianjurkan dalam upaya pembinaan akhlak peserta didik, sesuai dengan akhlak dan sikap teladan yang diharapkan .
Muatan edukatif� yang terkadung dalam kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur�an, menjadi bagian dari metode pendidikan yang efektif bagi pengembangan kecerdasan dan pembentukan jiwa yang tangguh dan taat (QS. Al - A�raf: 176). Sebagaimana kita ketahui bahwa ayat-ayat tentang kisah diturunkan di Makkah (ayat-ayat makkiyyah). Pada fase Makkah, dakwah Rasulullah lebih prioritas pada penanaman keimanan. Itu menunjukkan bahwa kisah-kisah sangat berpengaruh bagi upaya internalisasi nilai-nilai keimanan, moral atau etika sosial. Upaya membangun moral dan etika sosial di Makkah untuk terciptanya akhlak karimah dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat jahilliyah. yang tidak bermoral, dilakukan melalui kisah-kisah umat terdahulu yang menentang Allah beserta akibat yang dialaminya, secara tidak langsung mengetuk hati orang yang merenungkan hikmah dibalik kisah tersebut. Kisah menjadi sarana yang lembut untuk merubah kekliruan suatu komunitas masyarakat, dengan tidak secara langsung menggurui atau menyalahkan mereka.
Kisah sebagai salah satu media proses pembelajaran dapat dikemas dalam berbagai bentuk, seperti film, teater, drama, kesenian tradisional, dan lain-lain. Semuanya memberikan pengaruh secara afektif bagi peserta didik. Seluruh kisah-kisah yang positif dapat dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran dan internalisasi nilai. Kisah yang positif dan memuat keteladanan memiliki kesamaan dengan misi kisah-kisah dalam Al-Qur�an, yaitu mendidik manusia menjadi insan yang paripurna dan berakhlak mulia. pada akhirnya akan sejalan dengan misi kerasulan Muhammad SAW, yaitu diutus untuk menyempurnakan Akhlak Mulia dan menjadi rahmah bagi semesta alam.
Kesimpulan
Kisah-kisah yang disajikan dalam Al-Qur�an, merupakan konsep irsyad (tuntunan, petunjuk), hiwar (dialog), dzikr (pengingat), hikmah ( makna filosofis, atau pelajaran ), tandzir ( peringatan ). Relevansi kisah-kisah dalam Al-Qur�an dengan pendidikan yaitu kisah yang dikemas dalam beragam bentuknya menjadi metode alternatif dalam proses pembelajaran yang mudah, menarik dan berkesan; kisah menjadi media untuk menyampaikan pesan dan internalisasi nilai-nilai dalam upaya pembinaan akhlak peserta didik; dan kisah dapat menjadi metode pendidikan yang efektif bagi pengembangan kecerdasan dan pembentukan jiwa yang tangguh dan taat sesuai dengan misi kisah dan misi kerasulan Muhammad SAW.
BIBLIOGRAFI
Abdul Karim Zaidan. (2002). Al-Mustafad Min Qashash Al-Qur�an Wa As-Sunnah. Beirut : Muassasa Al-Risalah.
Bashori, A. (2020). Filsafat Hukum Islam: Paradigma Filosofis Mengais Kebeningan Hukum Tuhan. Prenada Media. Google Scholar
Hidayati, L. (2017). Qashashul Quran: Pengembangan Mata Kuliah Wajib Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (Piaud). Proceedings Of Annual Conference For Muslim Scholars, Seri 2, 909�919. Google Scholar
Khaeruman, B. (2004). Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur�an. Bandung: Pustaka Setia. Google Scholar
Munawwir, A. W. (1997). Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif. Google Scholar
Mustakim, M. (2020). Spiritualisasi Pendidikan Qur�ani. Pasific Press. Google Scholar
Rahmawati, A., & As� Ad, A. (2018). Penguatan Pendidikan Karakter Dengan Qashash Al-Qur�Tm An. Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, 15(1). Google Scholar
Rofiah, N. H. (2014). Kisah-Kisah Dalam Al Qur�an Dan Relevansinya Dalam Pendidikan Anak Usia Sd/Mi. Prosiding Seminar Nasional Guru Dalam Bayang-Bayang Pidana (Memahami Konsep Punishment Dalam Dunia Pendidikan. Google Scholar
Shihab, M. Q. (2013). Kaidah Tafsir. Lentera Hati Group. Google Scholar
Tambak, S. (2016). Metode Bercerita Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 1(1), 1�26. Google Scholar
Ainun Jariah, Achmad Abu Bakar, Hasyim Haddade (2022).
|
First publication right : Action Research Literate
This article is licensed under: |