Vol.
5 No. 2, Juli-Desember 2021 |
|
p-ISSN :
2613-9898 e-ISSN : 2808-6988 |
Sosial
Pendidikan |
SONGKABALA: TRADISI MENOLAK BENCANA MASYARAKAT ISLAM DESA MINASA UPA
KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN
Universitas Negeri Makassar, Sulawesi Selatan,
Indonesia.��������
Email: [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima
12 Oktober
2021 Direvisi 19 Oktober
2021 Disetujui 28 November 2021 |
Tradisi Songkabala merupakan tradisi masyarakat Islam Desa Minasa Upa, Kabupaten
Maros, Provinsi Sulawesi
Selatan untuk menolak bala bencana, musibah, dan malapetaka. Dengan Meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini masih tetap
dijaga karena memiliki makna dan arti� yang penting bagi masyarakat yang menyelenggarakannya.
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan selain menguraikan awal munculnya tradisi Songkabala, tradisi Songkabala juga untuk mengungkap nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Beserta fungsi yang ada pada tradisi Songkabala tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif menggunakan teknik pengumpulan data berupa pengamatan dan wawancara. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa awal mula dilaksanakannya
tradisi Songkabala sudah merupakan warisan leluhur yang sudah ada sejak dulu, yang dipercaya dapat menghindarkan bencana dan musibah. Dengan melakukan doa kepada Allah SWT, untuk meminta dijauhkan dari segala malapetaka. Pelaksanaan tradisi Songkabala� secara
garis besar terdiri atas tiga fungsi,
yakni: mendekatkan diri kepada tuhan,
bentuk pelestarian kearifan lokal, dan mencerminkan hubungan kekeluargaan dalam masyarakat. Ada beberapa nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Songkabala, yakni nilai gotong royong, nilai
agama/religi, nilai musyawarah, nilai sosialisasi, nilai pengetahuan lokal, dan nilai keindahan/estetika. ABSTRACT The Songkabala tradition is a tradition of the Islamic
community of Minasa Upa
Village, Maros Regency, South Sulawesi Province to
reject calamities, calamities, and calamities. With salvation for God
Almighty. This tradition is still maintained because it has meaning and
significance for the people who hold it. This paper is the result of research
that aims to describe the beginning of the emergence of the Songkabala tradition, the Songkabala
tradition as well as to reveal the cultural values contained in it. Along
with the functions that exist in the Songkabala
tradition. This research is descriptive qualitative using data collection in
the form of observations and interviews. The results of this study indicate
that the initial implementation of the Songkabala
tradition has been an ancestral heritage that has existed for a long time,
which is believed to be able to avoid disasters and calamities. By praying to
Allah SWT, to ask to be kept away from all calamities. The implementation of Songkabala broadly consists of three functions, namely:
getting closer to God, a form of preserving local wisdom, and reflecting
traditional relationships in society. There are several cultural values
contained in the implementation of the Songkabala
tradition, namely the value of mutual cooperation, the value of
religion/religion, the value of deliberation, the value of socialization,
local values, and the value of beauty/aesthetics.. |
Kata Kunci: Tradisi Songkabala, Fungsi, Nilai Budaya, Tradisi Keywords: Songkabala
Tradition, Function, Cultural Value, Tradition |
Pendahuluan
Desa Minasa Upa ialah
salah satu desa di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Dan sebagian
besar dari masyarakatnya merupakan Suku Makassar yang menganu ajarant agama Islam. Islam merupakan
agama mayoritas di Nusantara yang memiliki
ragam pemikiran dan ritual keagaaman (Hermawan, 2019).
Masing-masing daerah memiliki
perbedaan antara satu dengan daerah
lainnya. Perbedaan ini tidak terlepas
dari tokoh agama dan corak pemahaman bagaimana yang diyakini. Desa Minasa Upa
berstatus sebagai desa yang sudah pasti atau bukan sementara dan tergolong pula sebagai desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan
dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya
sesuai dengan kegiatan strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya proses pembangunan didaerah-daerah sebagai bagian dari daerah
nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang disetujui.
Berdasarkan (Pals, 1996)
definisi agama adalah kepercayaan seseorang terhadap makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa,
dan hal-hal lain yang punya peran
dalam kehidupan manusia. Secara umum, agama dapat didefisinikan sebagai sistem yang mengatur kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sistem
kaidah yang berhubungan dengan budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan sistem kehidupan.
Salah satu tradisi penting untuk sistem
agama atau religi massyarakat Desa Minasa Upa ialah
ritual Songkabala. Ritual ini
dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap budaya leluhur yang telah diwariskannya, sebagai bentuk permohonan agar diberi keselamatan agar terhindar dari bala bencana,
musibah, maupun malapetaka. Tradsi Songkabala berarti menolak bala ataupun
musibah dengan kata lain meminta keselamatan kepada Allah SWT, yang didalamnya
terdapat doa yang secara bersama dilakukan masyarakat yang ikut dlalam tradisi
tersebut. Yang dipimpin
oleh seorang tokoh agama atau Imam Desa. Dalam ajaran Agama Islam, doa merupakan merupakan
sebuah ibadah, dimana
ibadah merupakan ungkapan dari lahirnya kesadaran
untuk meminta pertolongan atau bantuan dari Tuhan.
Kemudian dalam melakukan doa tidak diharuskan
menggunakan sebuah� perantara
atau media berupa sesajian yaitu makanan dan minuman. Namun, tradisi Songkabala� yang dilaksanakan
oleh masyarakat di Desa Minasa Upa wajib
menyediakan makanan dan minuman. Dimana sajian makanan pada tradisi tersebut memiliki maknanya masing-masing sebagai pelengkap utama dalam tradisi tersebut
(Sabri, 2014).
Masyarakat Desa Minasa Upa sampai saat
ini tetap melakukan� dan mempertahankan
ritual tradisi songkabala perlu pengkajian lebih mendalam mengenai apa makna
dan fungsi dari ritual tersebut. Kajian ini diharapkan bisa memberikan perspektif lain dari pemahaman umum bahwa tradisi songkabala
hanya sebatas ritual meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa,� dengan
cara mengirimkan doa kepada Allah SWT.
Suatu tradisi akan terus
dipertahankan jika masih dianggap memiliki nilai-nilai� positif atau makna-makna arti budaya yang masih tetap sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan saat ini (Saputra et al., 2019). Sebaliknya, apabila hal itu dianggap sudah tidak relevan atau
hal-hal yang sejenis yang saling berkaitan dengan subjek dalam
konteks yang tepat atau terhubung dan terkait dengan situasi saat ini
lagi dengan perkembangan
zaman sekarang ini, maka dapat dipungkiri� tradisi seperti itu cepat atau lambat akan
ditinggalkan oleh masyarakat
pendukungnya. Sebagaimana dengan penyelenggaraan tradisi budaya pada masyarakat lainnya, dalam penyelenggaraan tradisi Songkabala ini juga terkandung nilai-nilai budaya yang sangat bermanfaat dalam ikut menentukan pola pikir kehidupan
masyarakat pendukungnya. Perwujudan nilai-nilai budaya yang dimaksud itu dapat dilihat, baik pada tahap persiapan maupun di saat berlangsungnya prosesi tradisi (Puspitasari, 2014).
Lebih lanjut dijelsakan bahwa suatu sistem
nilai budaya terdiri atas pernyataan
yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakatnya,
mengenai hal-hal yang wajib mereka anggap
sangat bernilai atau memiliki arti penting dalam hidup. Karena itu suatu nilai budaya
biasanya bertujuani sebagai pedoman untuk mengatur prilaku masyarakat itu sendiri.� Semuanya berpedoman kepada sistem nilai
budaya tersebut. Penelitian ini memiliki fokus permasalahan, yakni bagaimana latar belakang munculnya ritual tradisi Songkabala, bagaimana proses pelaksanaa tradisi Songkabala, Apa makna benda
dan sajian makanan pada tradisi Songkabala, Fungsi yang apa yang didapatkan pada tradisi Songkabala, bagaimana pandangan Islam terhadapa tradisi Songkabala,� dan nilai-nilai budaya apa saja
yang terkandung dalam pelaksanaan ritual tradisi Songkabala� di Desa Minasa Upa,
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif (Suyitno, 2018) yaitu menjelaskan
tentang bagaimana latar belakang latar belakang munculnya tradisi songkabala atau tolak bala, begitupun
mengenai proses pelaksanaannya.
Untuk mengkaji semua ini, dikumpulkan
sejumlah data yang berkaitan
dengan pemahaman masyarakat tentang tradisi songkabala tersebut. Kegiatan pengumpulan data dilakukan teknik pengamatan dan wawancara oleh beberapa narasumber atau informan. Kegiatan wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaann-pertanyaan. Wawancara
dilakukan terutama terhadap warga masyarakat lainnya yang dianggap memahami proses pelaksanaan kegiatan tradisi Songkabala tersebut.
Dengan� analisis
data dipastikan dapat mengungkapkan terkait dengan rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini tentang tradisi
songkabala yang masih tetap dijaga dan dirawat oleh masyarakat Desa Minasa Upa
(Soendari, 2012). Dengan bertujuan
untuk memberikan penjelasan mengenai fungsi tradisi Songkabala bagi masyarakat Desa Minasa Upa, makna
atau arti benda dan sajian makanan pada pelaksanaan tradisi tersebut, nilai-nilai budaya yang didapat� pada tradisi itu, dan pandangan masyarakat Islam mengenai tradisi tersebut.
Hasil
dan Pembahasan
A. Latar Belakang Munculnya Tradisi Songkabala Atau Tolak Bala
Songkabala
merupakan tradisi yang dilaksanakan guna untuk menolak bala,
bencana, musiabah, maupun malapetaka yang akan datang menimpa
masyarakat setempat. Songkabala dilaksanakan pada waktu tertentu dan biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Desa Minasa Upa pada saat akan diketahu
akan tiba sebuah sebuah bencana
yang cukup besar. Setelah
itu barulah imam Desa atau Imam Kampung mengumumkan akan dilaksanakannya tradisi songkabala tersebut. Tradisi ini juga tidak hanya dilaksanakan saat akan diketahui
terjadnya sebuah bencana namun juga pada bulan
lain selain waktu tersebut. Kata Songkabala dalam bahasa Makassar yang diketahui masyarakat Desa Minasa Upa,
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, dimana memiliki makna dalam bahasa
Indonesia tolak bala atau bisa juga dimaknai meminta keselamatan kepada Allah yang Maha Esa. Kabarnya, tradisi ritual Songkabala ini sudah ada sejak
dari waktu ratusan tahun lalu.
Dalam sejarah kehidupan masyarakat Desa Minasa Upa.
Terdapat
juga beberapa pendapat tentang
tradisi Songkabala yang dipandang sebagai bagian warisan manusia secara turun-temurun melalui proses belajar dari para leluhur. Pada sekarang ini, masih ada tradisi
yang tetap dijaga secara turun temurun
dari leluhur nenek moyang. Seperti
halnyai di Desa Minasa Upa, Kecamatan
Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Di antara tradisi yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Desa tersebut adalah Tradisi Songkabala. Apalagi tradisi ini memiliki nilai-niali
budayai yang terkandung di dalamnya, salah satunya ialah nilai religius.
Seperti dalam pelaksanaannya terdapat doa untuk meminta
keselamatan kepada Allah
SWT agar terhindar dari bala, bencana, musibah, maupun malapetaka. Secara tidak langsung tradisi songkabala tersebut diharapkan mampu meningkatkan keimanan warga masyarakat Desa Minasa Upa kepada
Allah SWT dengan menjalankan
ajaran-ajaran agama islam
yang disampaikan oleh Allah SWT melalui
utusannya yaitu Nabi
Muhammad SAW. Dari beberapa penjelasan
yang didapatkan ssehingga terdapat fakta bahwa tradisi Songkabala
kalah suatu tradisi lokal� yang lahir atau yang sudah ada sejak dari
beberapa abad yang lalu.
B. Proses
Pelaksanaan Tradisi Songkabala
� Kebudayaan adalah suatu fenomena umum. Ritual tradisi Songkabala merupakan salah satu upacara yang dianggap penting oleh masyarakat Desa Minasa Upa, Songkabala
adalah ritual orang Makassar di Desa
Minasa Upa, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Songkabala memiki� arti dari bahasa melayu
yaitu Songka dan Bala yang artinya menolak dan bala adalah musibah atau bencana serta
malapetaka. Dari arti kata tersebut
dapat disimpulkan bahwa tolak bala
adalah� tradisi yang
bertujuan untuk agar terhindar dari malapetaka. Seperti, kejadian buruk, sial, nasib tidak
baik, dan hal apa saja yang akam membawa kesengsaraan. Ritual tradisi Songkabala biasanya dilaksanakan pada malam hari setalah
magrib dan biasanya dilakukannya ritual tradisi songkabala ini sebanyak tiga kali disetiap malam jum'at. Caranya dengan membakar sabut kelapa di dalam sebuah tempat
yang berbentuk mangkuk atau masyarakat Desa Minasa Upa
sering menyebutnya sebagai "paddupan".
Setelah sabut kelapa terbakar, masukkan dupa yang bentuknya seperti teh bubuk. Jika sudah berasap, dan mengeluarkan bau harum kemudian
paddupan tersebut diangkat sambil menyebarkan asap yang keluar dari tempat itu, sebab asap yang dihasilkan itu diyakini mampu menghalau bala agar terhindar dari bencana, musibah maupun malapetaka. Kemudian, tempat itu disimpan disamping makanan yang dibawa langsung dari rumah, sambil membaca doa untuk meminta/memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar terhindar dari berbagai musibah, bencana, maupun malapetaka.
Tradisi
disetiap daerah tentunya memiliki beberapa persiapan, sama halnya dengan ritual Songkabala yang dimana ritual tersebut dilaksanakan dengan berbagai macam persiapan. Ada beberapa yang harus dipahami dalam pelaksanaan tradisi Songkabala, yaitu perlengkapan atau persiapan yang akan dipakai guna memasuki
pelaksanaan ritual tersebut.
Perlengkapan ini harus ada demi terlaksananya ritual itu menurut keyakinan masyarakat setempat. Adapun persiapan dan perlengkapan� yang perlu untuk di perhatikan sebelum memulai ritual Songkabala yaitu: kappara, lilin, dupa, bente, pisang manis, air minum segelas dan beberapa makanan yang diwajibkan. Ada beberapa makanan yang wajib disediakan dalam ritual songkabala ini. Antara lain: ka'do masingkulu, umba-umba, lappa-lappa, dan apang.
Semua
makanan tersebut memiliki maknanya masing-masing. Seperti, ka'do masingkulu memiliki arti "massingkulu" artinya menyiku. Ka�do massingkulu akan menyiku segala bencana atau bala
yang akan terjadi dan menahan bencana tidak datang, umba-umba
memiliki arti sebuah simbol datangnya kebahagian, lappa-lappa memiliki arti lappa-lappa. Menurut masyarakat Desa Minasa Upa,
yaitu untuk melipat-lipat segala bencana yang akan terjadi dan akan menjauhkan� bala bencana yang akan terjadi, dan apang memiliki arti melambangkan harapan agar kehidupan tenteram dan aman tanpa adanya gangguan
yang akan memberikan kesialan seperti bencana dan musibah. Itulah beberapa arti dan makna dari makanan
tersebut. Kemudian apabila sajian makanan yang diwajibkan sudah selesai dibuat maka makanan tersebut
diletakkan di wadah yang lumayan besar yang berbentuk bulat. Wadah tersebut terbuat dari bahan
besi, masyarakat Desa Minasa Upa
menyebutnya dengan kappara. Berbagai sajian hidangan disusun dengan rapi lalu makanan-makanan
yang sudah ditata kemudian dibawa ke masjid sebelum magrib. Di sanalah, hidangan makanan-makanan masyarakat dikumpulkan menjadi satu. Sudah sholat magrib, Jika sudah tidak ada lagi yang ditunggu dan semua syarat sudah ada atau lengkap� maka
ritual akan dimulai. Doa dipanjatkan oleh Imam Desa dan tokoh masyarakat lainnya untuk meminta keselamatan
guna terhindar� dari
segala bala yang mengancam.
C. Makna Atau Arti�
Benda Dan Sajian Makanan
Pada Ritual Tradisi Songkabala
Makna
suatu benda dan sajian makanan pada sebuah tradisi tentunya sudah ada dalam setiap budaya,
secara umum makna� adalah sebuah arti. Dapat dikatakan hampir mirip dengan filosofi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa makna benda dan sajian makanan pada sebuah tradisi memiliki arti yang berbeda-berbeda
menurut kepercayaan masyarakat setempat. Salah satu contohnya tradisi Songkabala di Desa Minasa Upa
dimana dalam pelaksanaannya terdapat benda dan sajian makanan yang memiliki makna atau arti. Menurut beberapa masyarakat mengenai makna dan arti benda dan sajian makanan pada tradisi songkabala yaitu:
1. Ka�do� massingkulu
Ka'do
massingkulu merupakan salah
satu jenis makanan khas Makassar yang kita sering temui
dengan rasa yang sangat enak,
terbuat dari beras dan berbentuk seperti segitiga sama sisi yang dimakan bersama kelapa parut yang digoreng. Atau yang dikenal sebagai "bundu-bundu" pada masyarakat
setempat. Siapa sangka makanan yang enak ini memiliki arti yang baik bagi masyarakat Desa Minasa Upa,
pada sebuah tradisi Songkabala. Dimana ka'do artinya makan dan masingkulu ialah menyiku. Jadi makna makanan ka�do massingkulu
bertujuan untuk menyiku segala musibah yang terjadi serta menahannya untuk tidak terjadinya
bencana yang datang dari mana saja.
2. Umba-umba
Umba-umba
merupakan salah satu jenis kue dan makanan� khas Makasaar yang sering ada pada sebuah tradisi, umba-umba ini juga dikenal sebagai onde-onde. Maksud dari makanan
ini adalah memiliki arti simbol kebahagiaan tanpa adanya gangguan hal-hal yang membuat menyengsarakan masyarakat setempat.
3. Lappa-lappa
Lappa-lappa
juga merupakan makanan dari Makassar, makna dari makanan lappa-lappa,
sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa arti dari kata lappa-lappa adalah melipat, makna serta arti makanan� lappa-lappa menurut masyarakat setempat ialah untuk melipat
segala bencana yang akan terjadi dan bertujuan untuk menghadangnya bala bencana yang akan datang tersebut dan menjauhkannya.
4. Apang
����� Kue apang merupakan
salah satu jenis makanan khas Bugis-Makassar yang memiliki aroma yang sangat wangi,
rasanya yang manis karena penggunaan gula merah sebagai bahan
utama selain tepung beras. Disertai
rasa yang enak ditambah dengan parutan kelapa untuk menambah
kenikmatannya. Kue tradisional khas suku Bugis-Makassar ini memiliki bentuk beragam, ada yang bentuknya segitiga, ada juga yang bentuknya kotak. Kue apang
ini tentu harus ada disetiap
tradisi Songkabala karena memiliki arti makna mendalam. Apang melambangkan harapan agar kehidupan tenteram dan aman.
5. Lilin
Lilin
secara umum memiliki arti sebagai sumber penerangan yang mempunyai sumbu yang diselimuti oleh bahan bahan bakar padat
yang sangat mudah untuk terbakar. Lilin yang kita ketahui juga memiliki berbagai hal yang berbeda. Bagi sebagian orang, itu melambangkan harapan dan bimbingan. Bagi orang lain, mereka mewakili kehidupan, kebijaksanaan, dan kepemimpinan. Lilin juga kerap menjadi simbol pengorbanan.
6. Dupa
Dupa
adalah bahan yang harus ada dalam
tradisi Songkabala, dimana bertujuan dapat memberikan bau harum pada acara pelaksanaan tradisi Songkabala dengan cara menaburkan dupa diatas bara api yang diletakkan didalam paddupan atau tempat bara untuk menabur dupa
atau tempat dupa.
7. Bente
Bente
ialah padi yang digoreng menggunakan wajan. Bente juga menjadi poin utama
yang harus ada dalam pelaksanaan tradisi ritual Songkabala. Bente bertujuan meringankan bala yang akan datang agar dapat dijauhkan.
8. Pisang
manis
Pisang manis atau yang disebut juga masyarakat setempat sebagai unti te'ne
dalam bahasa makassarnya. merupakan yang harus disediakan karena dipercaya oleh masyarakat bahwa keistimewaan dari buah pisang tersebut.
9. Air
segelas
Segelas
air ialah syarat yang wajib ada dalam
pelaksanaan ritual tradisi Songkabala. Air segelas dipercayai serta diyakini masyarakat setempat� sebagai air minum dari makanan
yang telah disediakan. Makna dari air yang kita ketahui ialah
sebagai ketenangan, dan selau mengalir ke tempat lebih
rendah, mengajarkan kita selalu rendah
hati.
D. Fungsi Tradisi Songkabala
�Seperti
yang kita ketahui bahwa setiap tradisi
tentunya mempunyai fungsi ataupun tujuan mengapa kita melakukannya, dimana tradisi adalah suatu tindakan
yang di dasarkan pada spiritual yang dapat menyampaikan agama terhadap masyarakat melalui budayanya yang mampu memberikan arti penting dan tujuan hidup seseorang. Spiritualitas juga bisa dikatakan sebagai seseorang yang mempercayai tuhan, contohnya seperti seseorang yang beragama Islam atau Muslim yang mengimani Allah SWT sebagai pencipta serta pengatur semua yang ada pada muka bumi
ini atau dialam semesta ini. sehingga mampu
dikatakan bahwa dengan adanya unsur
spiritual di tradisi yang di dalamnya
ada kepercayaan� serta
perasaan sehingga tradisi selalu dimiliki pada setiap daerah. dengan munculnya tradisi seseorang dapat melestarikan dan� mengenang warisan dari leluhur
sebagai akibatnya generasi berikutnya bisa meneruskan tradisi yang sudah ada tersebut dan tidak akan hilang
begitu saja. Terkait dengan fungsi tradisi Songkabala, maka berikut ini ada
beberapa penjelasan yang saya temui mengenai
fungsi tradisi tersebut bagi masyarakat
Desa Minasa Upa adalah sebagai
berikut.
1. Bisa
Mendekatkan Diri Kepada Tuhan
Kata Songkabala dalam bahasa Makassar yang dipahami oleh masyarakat Islam Desa Minasa Upa
mengandung makna dalam bahasa Indonesia tolak bala yang artinya menolak bencana, musibah, atau malapetaka. Yang bisa juga diartikan sebagai meminta doa permohonan atau keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa
yang dimaksud merupakan doa untuk menjauhkan
dari segala bencana, musibah ataupun malapetaka yang akan menimpa, menurut
keyakinan masyarakat Desa Minasa Upa.
Dikatakan bahwa tradisi Songkabala itu tidak bertentangan
dengan ajaran Islam, dikarenakan dalam setiap kegiatannya ataupun pelaksanaannya tersebut tidak didapatkan hal-hal yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam sebab masyarakat hanya memanjatkan doa kepada yang maha kuasa agar terhindar atau menjauhkan dari segala bencana,
malapetaka, atau bahaya yang akan menimpa masyarakat.
Dengan
kata lain tradisi Songkabala
ini, pelaksanaan yang
paling utama hanyalah mengirim doa kepada
Allah SWT agar bala atau bencana yang akan menimpa masyarakat itu dijauhkan. Doa merupakan permintaan
atau permohonan, serta penyerahan diri kepada Allah SWT dalam memohon keinginan
dan meminta dihindarkan dari hal yang tidak
disukai atau dibenci. Manfaat doa buat umat
Muslim, berdoa adalah kegiatan sederhana yang umum dilakukan. Selain bertujuan untuk sebagai ibadah utama kepada Allah SWT, berdoa juga dilakukan sebagai cara memohon
agar apa yang diinginkan dapat dan bisa terkabul. Bisa dikatakan, berdoa dapat memudahkan
kita dari segala macam urusan
kehidupan, karena doa sangat diharuskan dan dianjurkan untuk dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan
adanya doa dalam pelaksanaan tradisi Songkabala, sehingga kita bisa
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
2. Bentuk Pelestarian Kearifan Lokal
Seperti
yang kita ketahui bahwa kearifan lokal adalah suatu
bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dianggap, serta diterapkan dan� senantiasa
dijaga setiap pada kurun waktu yang relatif lama�� atau dengan secara
turun-temurun oleh sekelompok
orang dalam lingkungan atau daerah eksklusif
yang menjadi tempat tinggal�� mereka. salah �contoh terwujudnya bentuk kearifan lokal masyarakat Desa Minasa Upa melalui
tradisi Songkabala adalah menggunakan harapan besar� buat tetap menjalankan adat tradisi yang sudah lama�� diikuti secara turun temurun. Kearifan lokal tumbuh serta menjadi
bagian dari kebudayaan masyarakat Desa Minasa Upa,
di mana beberapa hal akan berperan penting
pada perkembangannya, di antaranya:
Bahasa, agama, kesenian, tingkat
pendidikan masyarakat, perkembangan teknologi serta yang lainnya. sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk pelestarian kearifan lokal pada tradisi Songkabala di Desa Minasa Upa
merupakan kearifan lokal tradisional atau kearifan lokal
lama. yang mana kearifan lokal
di sini adalah kearifan lokal yang sudah dijalankan secara turun temurun
pada waktu yang sangat panjang.
������ Dari penjelasan
di atas dapat dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan sesuatu hal yang sudah melekat di masyarakat dan sudah menjadi karakteristik
khas pada wilayah tertentu secara turun-temurun dan sudah diakui oleh masyarakat luas. Selain itu, kearifan
lokal dikembangkan selama beberapa generasi serta dapat� tertanam di dalam cara hidup
masyarakat lokal yang memiliki sangkut paut sebagai sarana
untuk mempertahankan hidup. Jadi kesimpulannya ialah kearifan lokal merupakan semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta
tata cara kebiasaan atau tata cara yang menuntun perilaku manusia pada kehidupan komunitas. Ekologis Kearifan lokal ini juga tak bisa
dilepaskan dari kebudayaan warga� yang mendukung. aturan adat adalah aturan
norma, tetapi norma yang mempunyai dampak aturan pemuka
adat menjadi pemimpin yang sangat disegani dan� besar� pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan
hidup sejahtera.
3. Mencerminkan Hubungan Kekeluargaan Dalam Masyarakat
�Masyarakat
dibangun oleh adat-istiadat
ataupun kebiasaan norma berupa sebuah
tradisi yang sudah membudaya, menjadi hasil dari proses berpikir yang kreatif serta produktif. Aturan adat lebih
menjadi hal atau pokok yang sebagai dasar, pegangan, acuan, atau petunjuk buat
menentukan atau melaksanakan sesuatu, untuk terjaminnya serta� terpeliharanya
etika kesopanan, tata tertib, sikap dan nilai adat pada kehidupan masyarakat. seperti yang kita ketahui bahwa pandangan
Islam asal segi hubungan masyarakat atau sesuai nilai
ukhuwah yaitu adanya persaudaraan antara sesama umat
Islam, dimana pada tradisi Songkabala yaitu Islam menganjurkan untuk saling menjaga tali silaturahmi. Nilai ukhuwah artinya nilai yang sangat utama bagi umat Muslim untuk mempererat tali silaturahmi antara masyarakat buat terciptanya suatu persaudaraan, kedamaian, kesamaan serta kedamaian dalam menjalankan kehidupan secara bersama-sama dalam menciptakan kebudayaan dan� peradaban
yang lebih maju lagi kedepannya.
Gotong royong memiliki
makna bekerja sama, sangat jelas dipikirkan dalam tradisi Songkabala ini karena pada pelaksanaannya terlihat adanya sikap saling
membantu, saling memberikan bantuan guna terlaksananya sebuah tradisi yang dimana sudah menjadi
tujuan bersama sebagai wujud manusia
makhluk sosial. Songkabala sebagai tradisi mencerminkan suatu proses hidup yang berkelanjutan pada kehidupan masyarakat yang sudah tidak bisa dipisahkan
oleh budaya yang menyatukannya,
sebab budaya mampu sebagai pemersatu
bagi warga� di satu wilayah eksklusif sebab menganggap diri mereka sama
yaitu satu budaya. warga� Desa
Minasa Upa adalah suku Makassar, dengan kata lain masyarakatnya
sangat rata dimana masyarakatnya
dengan ciri-ciri ras, etnis, agama serta budaya yang sama dan lebih mengikuti gaya hidup dengan budaya
yang sama, pada arti lain.
Darah suku Makassar
yang sangat dikenal jelas mempertahankan kebudayaannya maupun kearifan lokal yang dijalankan oleh setiap masyarakatnya memberikan dampak secara individu terhadap kekeluargaan lada masyarakatnya. Songkabala merupakan salah� satu
tradisi masyarakat Desa Minasa Upa
yang masih ada hingga kini. Tradisi
tersebut dilakukan oleh setiap orang yang meyakininya dan� tercipta
kerukunan prilaku gotong
royong sesama masyarakat.
Islam mengajarkan untuk saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya begitulah dengan warga Desa Minasa
Upa yang tetap melestarikan tradisi kebudayaan ini, pula mempunyai tujuan buat menghargai tradisi nenek moyang
atau leluhur mereka. Kehidupan sosial warga� Desa
Minasa Upa terutama yang tetap melestarikan tradisi Songkabala sangat berpengaruh di dalam masyarakat dimana mereka hidup
tentram, saling menghargai, senang bergotong royong, menyayangi dan menghargai kebudayaannya. Tradisi yang tetap dipertahankan masyarakat Desa Minasa Upa
telah membuat kepribadian dan watak warganyat yang bertanggung jawab, menghargai disparitas, peka terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya, mempunyai jiwa kepedulian sosial yang tinggi dalam menolong
sesama. Hal ini dapat kita lihat
melalui hubungan kekeluargaan yang terdapat pada masyarakat Desa Minasa Upa tersebut.
E. Nilai-nilai Budaya yang Terkandung dalam Pelaksanaan Tradisi Songkabala
Nilai dalam pembahasan ini tidak memiliki kaitannya dengan� angka
atau harga. Nilai dalam arti kali ini ialah sebuah sikap,
pendirian atau cara yang diberi nilai tinggi oleh seseorang, sebuah suku, kelompok atau bangsa. Keyakinan
dan Nilai kemudian menjadi dasar atau alasan
untuk menghasilkan sebuah budaya dan untuk bersikap serta berperilaku seperti yang selalu mereka perlihatkan.
Relevan
dengan hal tersebut, Achmad. S. Ruky (Pada Budaya, Lintas Budaya dan Lingkungan, 2017) dan (Kaukab, 2017)
menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya atau kultural adalah
nilai-nilai�
yang disetujui oleh semua
anggota masyarakat, suku atau bangsa.
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem nilai
kultural pada dasarnya adalah urutan dari
semua nilai yang dipegang oleh sebuah kelompok, suku atau bangsa berdasarkan
derajat penting nilai-nilai tersebut. Setelah menelaah lebih mendalam tentang pelaksanaan tradisi songkabala, mulai dari tahap persiapan
hingga tahap pelaksanaan diketahui tentang nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih jelasnya uraian mengenai hal yang terdapat beberapa nilai yang sangat penting yang tercermin dalam kegiatan tradisi Songkabala tersebut yaitu dapat dilihat sebagai
berikut :
1. Nilai
gotong royong
Secara
umum� yang kita ketahui perihal gotong royong adalah saling kerja
sama dalam mencapai suatu tujuan demi kepentingan bersama. Apalagi, orang Indonesia
tentunya telah tidak asing lagi
dengan istilah ini. Gotong royong sudah menjadi budaya masyarakat di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Budaya gotong royong melalui sebuah tradisi di Indonesia dapat dibuktikan dalam berbagai macam bentuk serta
istilah yang tidak selaras sesuai dengan daerah masing-masing. contohnya tradisi Songkabala masyarakat Desa Minasa Upa
dalam melakukan persiapannya diharapkan nilai gotong royong pada hal pelaksanaannya. berangkat dari hal itu,
pemahaman nilai-nilai kegotong royongan tergeser atau berubah
bisa saja terjadi sebab kehidupan
bermasyarakat bergeser sesuai dengan perkembangan
teknologi. masyarakat sebagaimana disampaikan (Koentjaraningrat, 1985).
Gotong royong sebagaimana
dijelaskan di atas, memiliki kesamaan pula dalam penyelenggaraan ritual tradisi Songkabala, khususnya yang berhubungandengan persiapan pelaksanaannya. Di tahap persiapan tersebut, terwujudny nilai kegotong-royongan sangat jelas terlihat, mulai dari� para masyarakat Desa Minasa Upa secara
bersama melakukan aktivitas pembersihan lokasi yang akan dijadikan tempat penyelenggaraan ritual tradisi songkabala tersebut. Begitu pula ketika membuat makanan yang disyaratkan dibawa ke lokasi semua
bekerja demi suksesnya penyelenggaraan acara. Dalam kategori semacam ini sudah� jelas
memiliki pengaruh yang baik dalam tradisi
Songkabala ini sebab dalam pelaksanaannya
terlihat adanya sikap saling tolong-menolong,
saling memberikan bantuan demi terlaksananya sebuah tradisi yang menjadi tujuan bersama sebagai wujud nilai dasar
yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang tidak biasa hidup sendiri
melainkan membutuhkan pertolongan orang lain. Oleh sebab
itu di dalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerja sama dan sikap gotong royong guna dalam menyelesaikan segala permasalahan dan persoalan yang terjadi.
2. Nilai
agama/religi
Tradisi
songkabala merupakan salah satu tradisi yang bisa membuat kita
bisa sangat erat dengan Tuhan. Perwujudan
nilai agama atau religi dalam penyelenggaraan
ritual adat tersebut, dapat dilihat pada beberapa hal, seperti
pada saat acara� yang sudah berlangsung di malam hari. Dalam acara tersebut, seorang� ulama atau yang disebut sebagai iman kampung melakukan pembacaan ayat-ayat suci Alquran dan doa-doa keselamatan dan kesejahteraan untuk seluruh lapisan
masyarakat Desa Minasa Upa. Saat
prosesi pembacaan ayat suci Alquran
dan doa berlangsung, seluruh masyarakat� yang hadir mengikutinya dengan penuh hikmat
hingga acara berakhir. Sikap, tindakan, dan ucapan yang ditunjukkan para
ulama dan masyarakat lainnya
dalam hal ini, mengandung makna bahwa nilai
agama/religius memberi bimbingan dan arahan untuk mengajak manusia agar senantiasa menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar keselamatan dan kesejahteraan yang diinginkan tercapai.
Demikian
pula sikap yang ditunjukkan
oleh masyarakat Desa Minasa Upa yang menghadiri ritual tradisi tersebut, membuktikan betapa besar rasa cinta dan didasari oleh akidah dalam bentuk
persahabatan dan persaudaraan
bagaikan satu tiang yang kokoh, sebagai suatu wujud
persaudaraan karena Allah
SWT. Seperti yang kita ketahui bahwa nilai
agama atau religi dalam budaya merupakan
sekumpulan nilai-nilai
agama yang melandasi perilaku,
tradisi, dan� kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
oleh masyarakat di setiap daerah. Nilai agama atau religi dalam konteks
ini berarti pembudayaan nilai-nilai agama
Islam dalam kehidupan di masyarakat Desa Minasa Upa yang bertujuan� untuk� menanamkan� nilai-nilai� agama�
Islam� yang� diperoleh dalam tradisi tersebut.
Ada di antaranya adalah tradisi yang bersifat religi atau keagamaan dan� berkembang baik di daerah. Selain untuk memberikan
gambaran jelas mengenait ukhuwah, tradisi ini pula bisa dikatakan sebagai syiar Islam. Kebudayaan yang diciptakan oleh manusia itu sendiri
merupakan bukti bahwa manusia tersebut
berpikir, membuktikan bahwa mereka bisa
terus membentuk sebuah peradaban yang baru guna mencapai
nilai tertinggi. Warganya� dengan kemampuan menjadiakn kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut harus sejalan dengan
hukum adat yang berlaku misalnya kebudayaan berupa tradisi. Tradisi adalah kebudayaan tradisional masyarakat lokal yang masih ada ditemukan dibeberapa
tempat serta masih dipertahankan sampai sekarang.
Tradisi
Songkabala contohnya, masih tetap dilestarikan
oleh masyarakat Desa Minasa Upa Kabupaten
Maros. Sebab memiliki nilai serta mempunyai makna yang sangat mendalam bagi warga� setempat
yang masih menyakininya. Seperti halnya dengan kebiasaan yang lahir dari kegiatan
manusia sehari-hari membentuk kebudayaan yang harus sesuai dengan
ajaran agama Islam serta hukum adat yang berlaku dalam masyarakat.
Pandangan Islam dari segi pelaksanaan tradisi Songkabala seperti memanjatkan doa memohon keselamatan
tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebagai akibatnya sangat jelas atau tujuan
doa tersebut dipanjatkan kepada Allah SWT.
3. Nilai
musyawarah
Kata musyawarah sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat Indonesia dimana, musyawarah sebagai upaya bersama untuk
menyelesaikan permasalahan
dan persoalan di dalam masyarakat. Apalagi dalam Desa Minasa
Upa merupakan masyarakat Islam dimana musyawarah memiliki posisi mendalam dalam kehidupan masyarakat Islam. Bukan sekadar sistem politik pemerintahan, tapi juga merupakan karakter dasar seluruh masyarakat. Seluruh persoalan didasarkan atas musyawarah, lalu dari masyarakat, prinsip ini merembes
ke pemerintahan bahkan menjadi sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan umat manusia, yang dalam setiap saat
perkembangan umat manusia, musyawarah akan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan di tengah perkembangan kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan sosial, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat ataupun bangsa, musyawarah mutlak diperlukan karena merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah atau mengatasi
konflik.
Bisa atau dapat dikatakan bahwa kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Musyawarah adalah cara merumuskan sesuatu hal berdasarkan
kehendak, keputusan dan kesepakatan orang banyak. Akan tetapi suatu keputusan
diutamakan kebulatan pendapat yang berdasarkan atas kata sepakat atau mufakat. Dimana yang kita ketahui memiliki
arti kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah. Salah satu ritual adat yang dalam penyelenggaraannya atau pelaksanaannya masih menonjolkan dan mengharuskan nilai musyawarah adalah ritual tradisi Songkabala.
Pada pelaksanaan tradisi songkabala tersebut, segala halnya diputuskan dengan cara musyawarah
sesama masyarakat atau tokoh agama. sebagai contoh misalnya, keputusan buat menentukan waktu dan tanggal dilaksanakannya tradisi Songkabala tersebut. dalam pengambilan kesepakatan itu, seluruh masyarakat menerima dan� memahami hasilnyait tanpa menyebabkan perpecahan serta perselisihan. Artinya ialah salah satu kearifan lokal
yang berbentuk musyawarah
yang masih berlaku di masyarakat Desa Minasa Upa serta
bisa digunakan menjadi cara buat
mencegah perseteruan.
4. Nilai
sosialisasi
Seperti
yang diketahui bersama bahwa sosialisasi dimaknai menjadi suatu proses dalam berhubungan dengan individu lainnya dan sudah menjadi sebagi
penanaman nilai, kebiasaan, serta aturan pada bertingkah laku di masyarakat dari satu generasi
ke generasi lainnya dengan peran dan status sosial
masing-masing pada kelompok masyarakat.
Melalui proses sosialisasi maka seorang bisa
memahami serta menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai
bagaimana peran status
masing-masing sesuai dengan
budayanya sendiri pada daerahnya. Dalam masalah ini, setiap
individu mengkaji dan membuatkan pola-pola perilaku sosial dalam proses kedewasaan diri. dengan kata lain, anggota keluarga, guru, pemuka agama, serta elemen rakyat lainnya,
mempunyai kiprah dalam proses pengenalan setiap individu.
Pada pelaksanaan
ritual tradisi Songkabala,
proses sosialisasi dapat
dan bisa terjadi kapan serta dimana
saja itu, terutama pada anak-anak dan remaja sebagai generasi muda penerus
bangsa. Walaupun� pada kenyataannya atau faktanya mereka tidak terlalu banyak
berperan pada pelaksanaan
ritual, misalnya membantu mengerjakan berbagai aktivitas demi suksesnya pelaksanaan ritual tradisi, tapi setidaknya mereka pula belajar tentang budaya serta tradisi tersebut
yang pada akhirnya kelak bisa menggantikan generasi sebelumnya. Generasi muda dapat
mengambil pesan tersirat serta pelajaran, bahwa pelaksanaan ritual tradisi Songkabala dapat membangun kerukunan, keakraban, serta harmonisasi pada antara para masyarakat Desa Minasa Upa� yang terlibat. Selain itu mereka pula belajar, bahwa di dalam aktivitas ritual, terjadi sifat kebersamaan
serta solidaritas yang tinggi, bukan hanya
sesama warga� setempat,
melainkan pula dari luar tanpa membeda-bedakan
status sosialnya.
5. Nilai
pengetahuan lokal
Pengetahuan
umum atau tradisional yang kita ketahui adalah kepercayaan suatu daerah setempat dalam tatanan lingkungan
spesifik lokasi. Pengetahuan lokal dikembangkan secara evolutif dimana suatu perubahan yang terjadi secara berangsur angsur atau bertahap sehingga
evolutif identik dengan suatu perubahan
yang terjadi membutuhkan waktu yang lama, proses pengaplikasaian,
penyesuaian serta regenerasi terus menerus sepanjang masa keberadaan masyarakat tradisional itu. Namun nilai pengetahuan
lokal yang dimaksudkan di sini, ialah pengetahuan
tentang waktu.� Sampai saat ini masyarakat
Desa Minasa Upa, khususnya yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional masih tetap mempertahankan warisan budaya nenek moyang mereka
mengenai konsepsi tentang waktu yang dipercaya baik dan dianggap buruk untuk memulai suatu
pekerjaan.
Misalnya,
pada saat pelaksanaan
ritual tradisi Songkabala tersebut memerlukan waktu yang khusus tidak boleh sembarangan
dalam mengambil hari, bagi masyarakat
Desa Minasa Upa hari yang tepat
untuk melaksanakan ritual ini adalah hari
Senin, kamis, dan jum'at dan dilakukan pada malam hari setelah
magrib yang dipercaya pada saat itu banyak
jin kafir yang berkeliaran
dan akan membawa malapetaka atau musibah. Sehingga pada saat itu masyarakat
berdoa bersama-sama meminta keselamatan kepada Allah SWT agar terhindar dari bencana atau
musibah tersebut yang dipimpin langsung oleh tokoh agama atau istilah yang digunakan pada masyarakat tersebut adalah Imam Kampung atau Imam Desa.
6. Nilai
keindahan/estetika
Menjadi
manusia yang mengaku berbudaya telah sempurna dalam hal yang namanya nilai seni. Seni
adalah salah satu nilai terpenting dalam sebuah kebudayaan.
Seni bisa kita lukiskan menjadi
sebuah estetika/keindahan yang sudah erat kaitannya dengan budaya yang dapat memberikan manfaat nilai rekreatif
bagi pemiliknya dan pengamat kebudayaan. estetika ialah suatu bentuk nilai,
seperti halnya nilai pada prilaku manusia, nilai pendidikan,� dan sebagainya.
Nilai yang tercakup dalam pengertian keindahan dianggap nilai estetis. keindahan bagi manusia merupakan
sesuatu yang sangat penting
karena manusia itu mempunyai perasaan
yang halus, lembut, dan� menghargai
kualitas. Tingginya cita rasa artistik seorang pada meresapkan karya-karya yang indah, pada gilirannya akan memberikan dampak positif terhadap perilaku emosi dan� perilaku moralnya (Marwadi dan� Hidayati,
2004:142).
Sedangkan
arti atau definisi keindahan/estetika yang dikemukakan oleh Bruce Allsopp (1977) dalam
mengartikan mata estetika ialah sebuah ilmu pengetahuan,
Allsopp juga mengungkapkan bahwa
estetika adalah suatu aktivitas edukasi atau pembelajaran
tentang proses serta aturan perihal penciptaan sebuah karya yang nantinya akan menyebabkan perasaan nyaman bagi yang melihat dan� merasakannya.
dengan istilah lain keindahan (estetika) sangat dibutuhkan pada sebuah kebudayaan, seperti yang dikemukakan sang seorang Antropolg E.B. Tylor mengatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, agama, kesenian, moral, hukum, tata cara istiadat serta
lain kemampuan-kemampuan serta
norma-kebiasaan yang didapat
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa estetika dapat dikatakan sebagai teori keindahan
atau seni. estetika berkaitan dengan nilai indah.
Nilai estetika berarti nilai wacana estetika.
Dalam hal lainnya, terdapat juga yang melihatnya sebagai suatu bagian penting
filsafat. berangkat dari sudut pandang
filsafat, pengertian estetika ialah cabang filsafat yang membahas estetika itu sendiri. Tidam
hanya keindahan dalam hal seni,
melainkan estetika secara umum, termasuk
keindahan alam semesta itu sendiri.
istilah keindahan tak jarang kali dipergunakan bersamaan dengan ungkapan atau evaluasi perihal
suatu karya seni. namun, secara
umum� yang kita ketahui perihal estetika yaitu, keindahan ialah nilai-nilai keindahan. estetika sering muncul menjadi bentuk pujian atau
observasi wacana suatu objek. Selain
itu, kata estetika selalu dikaitkan dengan yang namanya seni. Sebab seperti
yang kita ketahui bahwa, dalam karya
seni seseorng pastinya memiliki nilai-nilai keindahan di dalamnya. namun ternyata, pengertian keindahan tidak sebatas pada keindahan karya seni. Pada pelaksanaan ritual tradisi Songkabala, ada beberapa hal yang mengandung unsur keindahan, seperti jenis makanan yang dibuat atau disiapkan
oleh masyarakat.
F. Pandangan Islam Terhadap Tradisi Songkabala
Bertemunya
Islam dan kebudayaan akan memberikan wajah Islam yang dikenal sebagai Rahmatanlil�alamin, jaran Islam yang luas dan terbuka terhadap kebudayaan yang majemuk yang hidup di tengah masyarakat daerah tidak bisa dipungkiri
ajaran agama akan diterima dengan mudah. Namun apabila
ajaran Islam dikembangkan dengan tidak terbuka
terhadap budaya yang hidup dimasyarakat, maka Islam akan sulit hidup di Indonesia
(Abdullah, 1974). Islam sudah membentuk� agama yang mempunyaii
ajaran yang universal yang mengandung
nilai-nilai budaya dan mengatur segala kegiatan manusia baik menyangkut hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan mahluk hidup lain misalnya binatang, tanaman, dan� hubungan manusia dengan lingkungan atau alam sekitarnya,
serta hubungan manusia dengan penciptanya (Jeumpa, 2018).
agama dan� kebudayaan yang telah dibawa Rasulullah Muhammad SAW pada umat
manusia ialah sudah menjadi satu
kesatuan yang� tidak bisa lagi
kita pisahkan.
Kebudayaan
menemukan perhatian yang fokus� pada Islam. Dikarenakan
telah mempunyai peranan yang penting untuk membumikan ajaran utama sesuai
dengan kondisi serta kebutuhan hidup manusia (Mansoer,2004:
163). masyarakat dengan kemampuan dalam menciptakan kebudayaan serta menyebarkan kebudayaan tersebut wajib sama dengan
adat norma yang ada pada masyarakat seperti halnya kebudayaan berupa tradisi. Tradisi ialah kebudayaan tradisional yang masih banyak ditemukan disetiap masyarakat daerah dan� sampai kini� tetap dipertahankan. Tradisi songkabala contohnya, masih tetap dilestarikan oleh masyarkat Desa minasa Upa, di kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros karena memiliki nilai dan mempunyai makna yang sangat penting bagi warga� setempat.
Agama tidak hanya bisa ditinjau
sebagai �akibat� kebudayaan. Pembicaraan tentang yang namanya agama Islam pada� kebudayaan
selalu menjadi sesuatu yang unik. Secara umum� konsep
Islam berangkat oleh dua objek hubungan yakni dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia. Jadi Islam mempunyai dua aspek,
yakni segi kepercayaan dan segi kebudayaan. dengan demikian, terdapat kepercayaan Islam maupun ada kebudayaan Islam. pada pandangan tentang hal tersebut, antara
keduanya dapat dibedakan, namun dalam pandangan Islam sendiri tidak mungkin
dipisahkan. Pada teori masuknya Islam di wilayah Nusantara yang sudah kita pelajari
tentunya. Islam datang tidak untuk menghapus
atau mengubah kebiasaan budaya masyarakat yang telah terdapat sejak berabad-abad yang laulu. Tetapi, Islam tiba dengan damai karena
ajarannya mampu memberikan aspek dasar kehidupan masyarakatnya. Islam bisa beradaptasi dengan keadaan masyarakat yang mempunyai aneka ragam kebudayaana dan kebiasaan dengan memakai beberapa metode pendekatan sebagai pengaruhnya warga daerah menerima
dengan terbuka maupun dengan jalan
damai.
Dengan
mengambil pembahasan� pada beberapa penjelasan diatas maka dapat
diberikan pandangan Islam terhadap tradisi Songkabala bisa dikaitkan sebagai berikut:
1. Pandangan Islam dari hal maupun
segi pelaksanaannya tradisi ritual Songkabala dalam membacakan doa dalam rangka
meminta keselamatan. Berarti tidak bertentangan
dengan ajaran Islam atau kepercayaan Islam. Sebab, dimana saat
dilakukannya doa-doa tersebut. Masyarakat hanya meminta perlindunagn kepada Allah SWT agar terhindar dari berbagi musibah,
bencana, juga malapetaka
yang akan tiba menimpa masyarakat itu sendiri.
2. Pandangan Islam yang
muncul dari hal hubungan masyarakat
atau berdasarkan nilai ukhuwah yang sering kita pelajari,
dalam hal tradisi ritual Songkabala, yaitu Islam tidak melarangnya justru menganjurkan untuk saling menyambung dan menjaga tali silaturahim
dengan sesama umat manusia lainnya
tanpa melihat kepercayaan, ras, suku, maupun warna
kulitnya.
3. Pandangan Islam terhadap tradisi Songkabala dalam hal makanan atau
sesajian yang dipersiapkan buat pelaksanaannya demi terselenggaranya ritual dengan
baik. Yaitu, Islam tidak mengajarkan atau mensyaratkan untuk menyiapakan makanan tertentu atau yang wajib. Islam hanya menganjurkan buat mengirim doa adan
membacakan doa untuk meminta arahan
ataupun meminta keselamatan kepada Allah SWT. Apabila hanya untuk
membuat makanan dengan tujuan dalm
rangka dimakan bersama-sama sesudah ritual selesai itu diperbolehkan.
Pelaksanaan
ritual tradisi Songkabala tidak dapat dipisahkan
dari nilai-nilai luhur sebagaimana dimiliki oleh uatu budaya pada umumnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tradisi ini memilki
nilai yang berdasarkan pandangan Islam wajib dijaga dan dilestarikan. Nilai itu merupakan nilai
ukhwuah dalam Islam yang terkait pada pelaksanaan tradisi Songkabala. yang mana masyarkatnya saling membantu menyiapkan makanan, berkumpul bersama, berdoa bersama, serta makan bersama. Guna membentuk keakraban diantara para masyarakat yang ikut pada tradisi tersebut. Islam mengajarkan untuk saling menghargai,
menghormati, dan menjaga, satu dengan individu
lainnya. Oleh dengan masyarakat yang masih tetap melestarikan dan menjaga tradisi kebudayaan ini, juga memilki tujuan guna menghargai tradisi nenek moyang
atau leluhur dalam menjaganya dan merawatnya. Kebudayaan lokal yang� tradisional bukan berarti harus
menggantikan dengan kebudayaan baru. Namun perlu diketahui
bahwa disesuikan dengan waktu sekarang
ini dengan aturan yang berlaku, selama dari mereka
tidak menyalahi atau melanggar aturan kebudayaan� yang melanggar ajaran Islam itu harus tetap
dilestarikan.
Kesimpulan
Tradisi Songkabala dalam bahasa Makassar dipahami oleh masyarakat Desa Minasa Upa, Kecamatan
Bontoa, Kabupaten Maros. yang mengandung makna atau arti pada bahasa Indonesia tolak bala berupa bencana
atau bisa juga diartikan meminta keselamatan kepada tuhan yang maha esa. Songkabala merupakan ritual yang masih dilaksanakan untuk menolak musibah, bencana, juga malapetaka yang akan datang untuk
menimpa masyarakat. Tradisi tersebut dilakukan apabila ada penyampaian dari tokoh agama atau yang biasa disebut oleh masyarakat ialah Imam kampung dan Imam Desa bahwa kita akan
melakukan tradisi songkabala. Bertempat pada mesjid dengan membawa
makanan tertentu pada waktu menjelang maghrib serta dilaksanakan selesainya maghrib, poin utama dari tradisi
ini ialah terletak di waktu pelaksanaannya dimana terlihat dengan jelas bahwa tradisi
ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan. Dimana terdapat unsur doa kepada
pencipta alam semesta atau kepada
tuhan yang maha esa, yang dipimpin pribadi oleh tokoh agama.
Sebelum melaksanakan tradisi
Songkabala maka terlebih dahulu wajib� menyiapkan alat yang dibutuhkan dan makanan yang diwajibkan harus terdapat pada tradisi tersebut. Dimana alat dam sajian makanan tersebut mempunyai makna yang mendalam bagi masyarakat
Islam Desa Minasa Upa. sementara� warga� yang melaksanakan tradisi Songkabala mengatakan bahwa ritual tersebut tidak bertentangan dengan Islam sebab mereka memanjatkan
doa kepada Allah SWT serta makanan yang dibawa ke mesjid
niat buat makan bersama warga� yang ikut serta dalam tradisi
tersebut. Islam menjadi
agama yang memiliki ajaran
yang universal atau umum dimana mengandung nilai-nilai budaya serta mengatur segala kegiatan manusia baik menyangkut
hubungan manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan mahluk hidup
lain seperti binatang, tumbuhan, serta hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, dan hubungan manusia dengan yang maha kuasa.
������ Masyarakat Islam di Desa
Minasa Upa melaksanakan tradisi sebagai bentuk memohon keselamatan kepada pencipta alam semesta agar dihindarkan dari segala bencana, musibah, maupun malapetaka. Dalam pelaksanaan tradisi songkabala, ada beberapa nilai budaya juga terungkap di dalamnya, seperti nilai gotong royong, nilai agama/religi,� nilai sosialisasi, nilai musyawarah, nilai pengetahuan lokal, dan� nilai keindahan. Adapun fungsi yang bisa didapatkan dari tradisi songkabala
yaitu, bisa mendekatkan diri kepada Tuhan, sebagai
bentuk pelestaraian kearifan lokal, dan mencerminkan hubungan kekeluargaan dalam masyarakat. Adapun beberapa saran
yang berdasarkan pada tradisi
tersebut. Ialah, Kepada masyarakat Desa Minasa Upa
agar tetap menjaga kelestarian tradisi songkabala karena dalam pelaksanaanya mengandung makna atau arti yang sangat bermanfaat.
Bibliografi
Hermawan,
S. P. I. (2019). Studi Islam Nusantara. YAYASAN HJ. KARTINI KUDUS.Google Scholar
Jeumpa,
N. (2018). Nilai-Nilai Agama Islam. Pedagogik: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan
Pembelajaran Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Aceh, 4(2),
101�112. Google Scholar
Kaukab,
E. (2017). Kompetensi Lintas Budaya Dalam Internasionalisasi Umkm Di Indonesia
Sebuah Agenda Penelitian. Fokus Bisnis: Media Pengkajian Manajemen Dan
Akuntansi, 16(01), 40�50. Google Scholar
Koentjaraningrat,
K. (1985). Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Google Scholar
Pals,
D. L. (1996). Seven theories of religion. IRCiSoD. Google Scholar
Puspitasari,
D. R. (2014). Perwujudan nilai-nilai budaya dalam Batu Flowers Festival di
Kota Batu. Universitas Negeri Malang. Google Scholar
Sabri,
M. (2014). Tasbih dan Bakul: Studi Antropologi Agama tentang Songkabala. SOSIORELIGIUS,
1(2). Google Scholar
Saputra,
I. K. E., Sutrawan, G. Y., PF, K. A. P. D., & Sugita, I. W. (2019).
Literasi Humanistik Dalam Tradisi Ngaroangin. Prosiding Nasional, 135�140.
Google Scholar
Soendari,
T. (2012). Metode Penelitian Deskriptif. Bandung, UPI. Stuss, Magdalena
& Herdan, Agnieszka, 17. Google Scholar
Suyitno.
(2018). Penelitian kualitatif (A. Tanzeh (ed.); 1st ed.). Akademia Pustaka.
Google Scholar
Copyright holder : Irman (2021). |
First publication right
: Action Research Literate This article is licensed under: |