pada saat menabur benih padi biasanya
akan selalu dimulai di Galung ArajangE.
Pada saat sistem kerajaan
menghilang dan digantikan dengan
sistem pemerintahan Republik
Indonesia, kelangsungan ritual agraria
sudah mulai memudar. Namun
demikian, tradisi maddoja bine sebagai
benang merah bagi keberlangsungan
tradisi tersebut masih dilakukan oleh
sebagian besar petani Bugis, terutama
yang tinggal di daerah terpencil, dan
salah satu contohnya adalah
masyarakat di Desa Anabanua,
Kecamatan Barru, Barru. Kabupaten
yang hampir 100% penduduknya adalah
orang Indonesia. Bugis yang
pekerjaannya sebagai petani. Ritual bine
maddoja merupakan bagian dari
kepercayaan (agama) petani Bugis di
Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha
Esa). Dengan bine maddoja, orang
Bugis tetap menggunakan agama
lokalnya. Hal ini juga menunjukkan
bahwa kepercayaan (agama)
masyarakat Bugis yang memiliki
berbagai tradisi hingga saat ini masih
sangat menjiwai dan mempengaruhi
kehidupan sosial budaya masyarakat
Bugis khususnya masyarakat Bugis di
Desa Anabanua Kecamatan Barru
Kabupaten Barru. Bagi masyarakat di
daerah tersebut, tradisi yang mereka
lakukan secara turun temurun hanyalah
mengikuti apa yang dilakukan nenek
moyang mereka sebelumnya.
Pelaksanaan maddoja bine juga
merupakan bagian niskala, yaitu sebagai
pengingat, cara menyimpan,
melestarikan, dan menginformasikan
segala pengetahuan (kearifan lokal)
kepada masyarakat Bugis.
2. Pelaksanaan Maddoja Bine Dan
Strukturnya
Dari penelusuran ini, ada 4
tipologi pelaksanaan maddoja bine di
kalangan masyarakat Bugis, khususnya
1) maddoja bine yang dilakukan
sendiri-sendiri atau sendiri-sendiri dan
dibarengi dengan membaca Sureq La
Galigo (massureq), 2) diselesaikan
sendiri-sendiri atau sendiri-sendiri. Dan
bergabung dengan komponen yang
ketat. Islam yang biasa disinggung
sebagai (barazanji) dan tidak disertai
dengan membaca Sureq La Galigo, 3)
diselesaikan sendiri-sendiri atau
sendiri-sendiri tanpa membaca Sureq
La Galigo, dan 4) dilakukan secara
berjamaah dan dengan membaca Sureq
La Galigo. Pada umumnya pelaksanaan
maddoja bine dipisahkan menjadi tiga
tahap, dimulai dengan pembukaan
dengan membaca doa/mantra Sandro
Wanua, membaca sureq (barazanji), dan
menutup dengan membaca petisi yang
tujuannya untuk keamanan bersama. Di
panggung utama, pengajian dilakukan
setelah benih padi yang basah kuyup
ditaruh di posisi bola atau titik fokus
rumah. Ada beberapa jenis
perlengkapan yang digunakan untuk bea
cukai seperti sumbangan, perangkat
keras pedesaan, dan perangkat rias dan
semuanya dipasang di posisi bola atau
titik fokus rumah. Perangkat keras yang
sebenarnya secara eksplisit ditujukan
kepada Sangiang Serri.
Sebagai seorang wanita, dia
dianggap mendapatkan kesempatan
untuk berdandan, mirip dengan wanita
pada umumnya. Unsur sumbangannya
adalah rekko ota (daun sirih), pinang,
daun paruh, benno (berih), kemenyan,
sokko (nasi ketan), pallisek (lauk pauk),
attello manuk (telur ayam), minya’ bau,
( kelapa diblender dan dimasak, pucuk
daun jati, dan kayu manis), daun
mayang, pesse pelleng (lampu lilin dari
kemiri).
Siklus awal adalah membaca doa
atau mantra, yang dilanjutkan dengan
mengkonsumsi kemenyan dan
menyalakan pesse pelleng, dan
menaburkan air pada benih padi. Tahap
selanjutnya adalah tahap membaca
sureq (huruf) atau barazanji. Sesuai
yang didapat di lapangan, sureq yang
selalu dibaca adalah Sureq Riuloqna
Batara Master ri Lino, surat tersebut
menceritakan tentang awal atau awal
munculnya manusia, khususnya Batara
Master sebagai manusia utama di planet
ini dan Sureq Meong Palo