STRATEGI DIPLOMASI PUBLIK
INDONESIA DALAM MEMBENTUK CITRA PROSITIF MELALUI PROGRAM BEASISWA SENI DAN
BUDAYA INDONESIA (BSBI) TAHUN 2015 � 2018
I Kadek Andre Nuaba
Universitas
Sriwijaya, Indonesia
* Email untuk Korespondensi: [email protected]
Kata kunci: Diplomasi Publik, Citra Positif, BSBI Keywords: Public Diplomacy, Positive Image, IACS |
|
ABSTRAK |
|
Beasiswa Seni dan
Budaya Indonesia (BSBI) merupakan salah satu bentuk praktik diplomasi publik
yang dilaksanakan oleh Indonesia dalam upaya pembentukan citra positif di
luar negeri dengan menjadikan seni dan budaya (soft power) sebagai medianya. Meskipun mayoritas diplomasi
publik hanya ditujukan kepada publik luar negeri, namun praktik diplomasi
publik di Indonesia ditujukan kepada publik luar negeri dan publik domestik
secara bersamaan dengan harapan mencapai hasil yang lebih komperhensif.
Sehingga selain menjadi intrumen politik luar negeri Indonesia, program BSBI
juga menjadi instrument politik dalam negeri. Penelitian ini berupaya
menganalisis strategi diplomasi publik yang digunakan oleh Indonesia dalam
membentuk citra positif melalui program BSBI tahun 2015 � 2018. Data primer dalam penelitian deskriptif kualitatif ini adalah hasil
wawancara dengan Direktur Jenderal Direktorat Diplomasi Publik Kementerian
Luar Negeri, sanggar seni yang pernah terlibat sebagai tempat pendidikan dan
pelatihan peserta BSBI, dan peserta program BSBI tahun 2015 � 2018. Sedangkan
data sekunder diperoleh dare studi pustaka yang bersumber dare buku, jurnal,
dan dokumen lainnya yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian ini. Penelitian
ini menemukan bahwa multi-track
diplomacy adalah strategi diplomasi publik yang digunakan dalam program
BSBI. Dare sembilan jalur dalam multi-track
diplomacy, Kementerian Luar Negeri hanya menerapkan lima jalur,
diantaranya jalur pertama (diplomasi melalui state actor), jalur ke dua (diplomasi melalui non-state actor), jalur ke lima
(diplomasi melalui ruang pelatihan dan pendidikan), jalur ke tujuh (diplomasi
melalui aktivitas keagamaan), dan jalur ke sembilan (diplomasi melalui
media). Sebagai instrument politik luar negeri, tahun 2015 program BSBI
mempromosikan ASEAN Community 2015, tahun
2016 program BSBI mempromosikan Islam Indonesia yang Moderat, tahun 2017 dan
2018 program BSBI berupaya meningkatkan kemitraan MIKTA dan Indonesia � Africa Forum (IAF).
Sedangkan muatan kepentingan domestiknya adalah untuk meningkatkan eksistensi
penggiat budaya atau sanggar seni Indonesia dan meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam melestarikan seni dan budaya Indonesia. Dalam upaya
pembentukan ciitra positif, ditemukan terjadinya perubahan perspektif yang
dialami peserta BSBI tahun 2015 � 2018. Interaksi antar peserta BSBI
mengajarkan nilai-nilai toleransi dan kekeluargaan, sedangkan interaksi
antara peserta BSBI dengan masyarakat domestik mengajarkan tentang keramahan
(bersahabat) dan berbudaya dalam kepribadian. Citra positif tersebut
berpangaruh terhadap aktivitas peserta BSBI paska program, misalnya terlibat
aktif dalam mempromosikan seni dan budaya Indonesia di negaranya, bahkan
beberapa diantaranya memilih kembali ke Indonesia untuk melanjutkan studi
atau aktifitas lainnya. The Indonesian Arts
and Culture Scholarship (IACS) is one form of public diplomacy practices
carried out by Indonesia in shaping a positive image abroad using art and
culture (soft power). Although the majority of public diplomacy is only aimed
at the foreign public, the practice of Indonesia�s public diplomacy is aimed
at foreign and domestic publics simultaneously, in order to achieve more
comprehensive results. So that besides being an instrument of foreign policy,
the BSBI program is also a domestic political instrument. This research seeks
to analyze the public diplomacy strategy used by Indonesia in forming a
positive image through the BSBI program in 2015 - 2018. The primary data in
this qualitative descriptive study is the result of interviews with the
Director General of the Directorate of Public Diplomacy of the Ministry of
Foreign Affairs, an art studio that has been involved as a place of education
and training, and IACS participants in 2015 - 2018. While secondary data is
obtained from literature studies sourced from books, journals, and other
documents that have relevance to the purpose of this research. This research found
that multi-track diplomacy is a public diplomacy strategy that used in the
IACS program. Of the nine lines in multi-track diplomacy, the Ministry of
Foreign Affairs only applies five tracks, including the first track
(diplomacy through state actors), second track (diplomacy through non-state
actors), fifth track (diplomacy through training and education), the seventh
track (diplomacy through religious activities), and the ninth track
(diplomacy through media). As a foreign political instrument, IACS 2015
promoted the ASEAN Community 2015, IACS 2016 promoted Moderate Indonesian
Islam, IACS 2017 and 2018 seeks to improve the partnership of MIKTA and
Indonesia - Africa Forum (IAF). While the content of IACS�s domestic
interests is to improve the existence of Indonesian cultural activists or art
studios and increase public awareness in preserving Indonesian art and
culture. In an effort to establish a positive image, there was a change in
perspective experienced by IACS participants in 2015 - 2018. Interactions
between IACS participants taught tolerance and family values, while the
interaction between IACS participants and domestic communities taught about
friendliness and culture in personality. This positive image influences the
activities of post-program BSBI participants, for example being actively
involved in promoting Indonesian arts and culture in their country, even some
of them choose to return to Indonesia to continue their studies or other
activities. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Istilah diplomasi
publik pertama kali diperkenalkan dalam dunia akademik sebagai proses informasi
internasional dan hubungan budaya pada tahun 1965 oleh peneliti dan diplomat
Edmund A. Guillon dari Fletcher School of Lareaw And Diplomacy di Tufts University
(Melissen, 2005). Awalnya istilah diplomasi publik didefenisikan sebagai
cara �to influence public attitudes in
the formation and execution of foreign policies� (Gurgu & Cociuban, 2016) atau untuk mempengaruhi sikap publik dalam pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan luar negeri. Meskipun kemudian pada saat perang dingin
yang terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet frasa diplomasi publik
sering disamaartikan sebagai propaganda karena sama-sama berupaya untuk
mencapai kepentingan nasional di luar negeri, diplomasi publik masih dipandang
sebagai sebuah terminologi yang lebih halus dibandingkan dengan manipulasi atau
propaganda dalam upaya melakukan komunikasi antar negara (Rachmawati, 2017).
Jan Melissen (Rachmawati, 2016) membedakan diplomasi menjadi dua yaitu traditional diplomacy dan public
diplomacy. Traditional diplomacy atau yang sering dikenal dengan istilah first-track diplomacy mengarah pada
bentuk-betuk lama diplomasi dicirikan dengan sistem komunikasinya yang
asimetris dan birokratis serta tidak mengakui adanya dimensi domestik, negara
dikenal sebagai aktor utama dalam proses diplomasi publik. Sedangkan dalam public diplomacy atau yang sering
dikenal dengan istilah second-track
diplomacy negara menjadi bukan satu-satunya aktor dalam diplomasi publik,
melainkan lebih mengakui peranan non-state
actor, sifat komunikasinya dialogis dan mengakui adanya dimensi domestik
(Rachmawati, 2016, p. 56). (McDonald, 2012)� (Glassgold, 2004) dalam penelitiannya yang berjudul The Diplomatic Persuaders: New Role of the Mass Media in International
Relations mengungkapkan gagasan bahwa hidup di era diplomasi publik, era di
mana dialog antar masyarakat (people-to-people
contact) menjadi lebih penting daripada komunikasi antar pemerintah, bahkan
pemerintah, terutama negara demokrasi, sering dipaksa untuk mematuhi pendapat
publik.
Perkembangan
teknologi dan informasi membawa banyak perubahan dalam praktik diplomasi publik
saat ini. Digitalisasi menghadirkan berbagai kemudahan dalam pertukaran
informasi dan komunikasi antar bangsa tanpa dibatasi oleh faktor geografis (borderless) menyebabkan non-state actor memiliki pengaruh
krusial dalam proses pengkontruksian citra suatu bangsa. Hubungan internasional
tidak lagi dipandang
sebagai hubungan antar negara namun juga meliputi hubungan antar
masyarakat internasional. Oleh karena itu, first-track
diplomacy yang hanya melibatkan peran pemerintah dalam menjalankan misi
diplomasi, tidak lagi optimal dalam menyampaikan pesan diplomasi kepada suatu
negara (Suryo, 2012). Aktivitas diplomasi publik yang melibatkan peran serta non-state actor (publik) akan sangat
dibutuhkan dalam rangka melengkapi aktivitas metode first-track diplomacy.
Sebagai salah satu
negara middle power, Indonesia tidak
jauh berbeda dalam hal kepemilikan terhadap potensi soft power. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia
dengan luas wilayah mencapai 1,904,569 km2 dan memiliki lebih dari 300 kelompok
etnik atau suku bangsa dan tepatnya 1.340 suku bangsa (Data BPS 2010), artinya
secara geografis Indonesia memiliki potensi pariwisata alam yang sangat besar
dan kekayaan seni budaya dari kelompok suku bangsa yang sangat beragam. Melalui
soft power yang potensial tersebut,
terlihat dari berbagai kebijakan baik domestik maupun luar negeri sering
diafiliasikan potensi soft power yang
dimiliki, misalnya pengenalan batik sebagai ciri khas Indonesia yang tercatat
sebagai Masterpieces of the Oral and the
Intangible Heritage of Humanity (warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan
nonbedawi) oleh UNESCO dalam forum � forum internasional, pertukaran budaya
internasional, dan pemberian beasiswa kepada pemuda asing. Namun demikian,
Indonesia tercatat masih baru mejadikan diplomasi publik masuk sebagai lembaga
struktural yang dimiliki pemerintah, dengan nama Direktorat Diplomasi Publik di
bawah struktural Kementerian Luar Negeri yang dibentuk pada tahun 2002 melalui
program �Proses Benah Diri� yang diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Hassan
Wirayuda (Rachmawati, 2016, p. 148). Program �Proses Benah Diri� memiliki
relevansi yang akurat di tengah menguatnya isu keamanan di Amerika Serikat yang
menjadikannya reaktif terhadap isu terorisme akibat dari fenomena serangan 9/11
yang merupakan aksi serangan bunuh diri tahun 2001. Melalui Global War on Terror (GWOT) yang
dicanangkan oleh George Walker Bush, misi diplomasi publik Amerika Serikat
mengarah pada upaya pemberantasan terorisme dan pemberian informasi lebih baik
mengenai Amerika Serikat terhadap dunia khususnya negara-negara yang
dikhawatirkan memiliki potensi atas tumbuhnya terorisme (Goepner, 2016). Isu keamanan tersebut berpengaruh terhadap citra Indonesia
sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, sehingga pelaksanaan agenda
diplomasi publik Indonesia diarahkan pada pembentukan citra positif sebagai
negara yang demokratis, moderat, dan progresif (Rachmawati, 2017, p. 114).
Kebijakan tersebut mengartikan bahwa pemerintah Indonesia mulai serius
memperhitungkan peran non-state actor dalam
kiprah diplomasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi serta arus globalisasi. Semakin mengemukanya peran non-state actor dalam hubungan
antarnegara maka, setiap individu menjadi penting dalam upaya-upaya
penyelenggaraan hubungan baik antar negara dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, dan budaya.
Kementerian Luar
Negeri melaksanakan program diplomasi publik lebih diarahkan kepada kepentingan
politik untuk memperkokoh peran Indonesia di forum internasional dan
peningkatan citra Indonesia (Pujayanti, 2017). Kegiatan tersebut tidak hanya menjadikan publik
internasional sebagai sasaran, namun beberapa diantaranya juga melibatkan
publik domestik, contoh kegiatan � kegiatan tersebut misalnya; Bali Democracy Forum (BDF), Presidential Friends of Indonesia, Diplomatic Gathering, Outstanding Student
for the World, Public Diplomacy Campaign, Promosi dan Community Outreach MKAA (Museum Konferensi Asia Afrika), Interfaith Dialogue and Empowering the
Moderates, dan salah satu program diplomasi publik yang dilaksanakan secara
konsisten sebagai kegiatan yang menunjang tercapainya misi doplomasi Indonesia
adalah Indonesian Arts and Culture
Scholarship (Beasiswa Seni Dan Budaya Indonesia).
Beasiswa Seni Dan
Budaya Indonesia (BSBI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri
melalui Direktorat Jenderal Diplomasi Publik merupakan salah satu praktik
diplomasi publik yang memanfaatkan budaya sebagai media pendekatan dalam
diplomasinya. Program BSBI tidak semata membawa misi promosi seni dan budaya
Indonesia, namun menjadi strategi jangka panjang dalam melakukan soft diplomacy kepada dunia. Hal
tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
pada pidatonya dalam kegiatan Indonesia
Channel 2018, dikatan bahwa:
��. Indonesian Arts and Culture Scholarship program is to
connect people, to connect the world, to connect the dots, and to connect
bonds. This is the power of soft diplomacy. �. Soft power, charms and disarms
as advances humanity and its potential for a saver, peaceful, and more vision
life. This is the type of power Indonesia want to promoted in the mid of the
involving dynamic challenges and that the world is facing today� [Marsudi, Pidato, 4
Juli 2018]
Bahwa program BSBI
merupakan kekuatan soft diplomacy yang
akan menghubungkan berbagai titik perbedaan dan komponen antarbangsa. BSBI
dapat menjadi salah satu cara pemerintah Indonesia untuk mempromosikan
harmonisasi dan perdamaian di tengah dinamitas dan tantangan yang sedang
dihadapi dunia saat ini.
Sejak pertama kali
dilaksanakan pada tahun 2003 hingga 2018, program BSBI telah memiliki 848
alumni dari 74 negara, jumlah tersebut menjadi investasi kerja diplomatik bagi
Indonesia.� Program BSBI digolongkan
menjadi dua program, yaitu BSBI program reguler dan kekhususan. Peserta yang
terpilih untuk mengikuti BSBI program reguler akan ditempatkan di salah satu
sanggar seni untuk lebih fokus mempelajari seni dan budaya setempat. Sedangkan
peserta BSBI program kekhususan akan ditempatkan di Yogyakarta bekerjasama
dengan� Universitas Pembangunan Nasional
(UPN) Veteran Yogyakarta. Selain mempelajari seni dan budaya lokal, para
peserta juga akan dilibatkan dalam proses belajar sebagai mahasiswa di Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran
Yogyakarta untuk mempelajari lebih jauh tentang Indonesia seperti ekonomi,
politik, Islam, demokrasi, dan sebagainya.
Berdasarkan lembar
panduan pendaftaran program BSBI tahun 2018 yang dipublikasi melalui website Kementerian Luar Negeri,
dituliskan bahwa setiap tahunnya program BSBI menerima peserta dari berbagai
negara dan latar belakang. Namun pada umumnya penyelenggara menargetkan
penerima program BSBI berasal dari negara-negara anggota ASEAN, ASEAN + 3, KTT
Asia Timur, mitra dialog ASEAN, ASEAN + Uni Eropa, Kerjasama Ekonomi Asia
Pasifik, Asia-Eropa Meeting, wilayah
Afrika, Melanesian Spearhead Group
dan anggota South West Pacific Dialog
(SwPD). Kawasan dan negara yang dituju akan disesuaikan dengan tema dan capaian
yang ditargetkan dalam program BSBI pada tahun tersebut.
Dalam Buku Panduan
Pendaftaran BSBI Tahun 2018 dituliskan bahwa program BSBI dilaksanakan kurang
lebih selama 3 bulan yang dibagi menjadi 4 tahapan pelaksanaan, diantaranya
pekan orientasi, pembukaan BSBI, pendidikan dan pelatihan, dan Indonesia Channel sekaligus penutupan
program BSBI. Setelah menyelesaikan tahapan pelatihan dan pendidikan dengan
mempelajari gamelan, tari
tradisional, bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan kerajinan tangan seperti
membatik dan melukis setiap peserta akan menunjukan kemampuan seni dan
budayanya melalui aksi pertunjukan yang bertajub Indonesia Channel.
BSBI merupakan
program perkenalan, pengalaman, dan pembelajaran. Setelah usai mengikuti
keseluruhan rangkaian program maka tidak ada follow-up secara institusional untuk terus memproyeksikan citra
positif Indonesia di luar negeri. Sehingga dalam kurang lebih 3 bulan,
penyelenggara harus mampu memberikan kesan yang baik, karena fasilitas yang
baik, lingkungan sosial yang ramah, dan pengetahuan yang diberikan setidaknya
akan memberikan ingatan dan pengalaman yang positif ketika para peserta kembali
ke negaranya masing-masing (Issundari & Rachmawati, 2016, p. 144). Namun
pada tahun 2017 terdapat 2 peserta yang masing-masing ditempatkan di Sanggar
Tari dan Musik Sofyani Padang dan Sanggar Seni Semaradana Bali harus
dipulangkan oleh Kementerian Luar Negeri dengan berbagai faktor pertimbangan.
Terlepas dari minta dipulangkan atau harus dipulangkan karena melanggar
peraturan penyelenggaran BSBI, kejadian tersebut menjadi keputusan riskan yang
berdampak pada citra Indonesia di luar negeri. Kementerian Luar Negeri tidak
hanya bertanggung jawab atas keamanan setiap individu peserta saja, namun juga
mempertanggung jawabankan hal tersebut kepada kedutaan besar masing-masing
negara peserta yang ada di Indonesia.
Penelitian ini
bermaksud mengkaji bagaimana strategi diplomasi publik Indonesia yang
dicanangkan Kementerian Luar Negeri melalui program BSBI dalam membentuk citra
positif Indonesia di luar negeri. Diplomasi publik melalui seni dan budaya
menjadi salah satu soft power bagi
Indonesia dalam memberdayakan potensi non-state
actor dan sebagai upaya menciptakan interaksi people-to-people contact atau people
engagement yang kemudian akan mempengaruhi daya komunikasi Indonesia ketika
terjadi interkasi government-to-government
contact.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui strategi diplomasi publik yang digunakan oleh
Kementerian Luar Negeri dalam upaya membentuk citra positif Indonesia di luar
negeri. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis muatan
upaya pencapaian kepentingan nasional yang ditargetkan oleh Kementerian Luar
Negeri melalui program BSBI pada tahun 2015-2018, baik dari sudut kepentingan
domestik maupun agenda politik luar negeri Indonesia. Penelitian ini juga akan
menganalisis keberhasilan program BSBI dalam membentuk citra positif Indonesia,
serta mengetahui aktivitas peserta BSBI tahun 2015-2018 yang berkaitan dengan
promosi atau pendalaman seni dan budaya Indonesia setelah program berakhir. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah
Indonesia dalam menyusun program pelaksanaan misi diplomasi publik, khususnya
yang menggunakan media seni dan budaya. Selain itu, hasil penelitian ini juga
dapat menjadi referensi bagi Kementerian Luar Negeri untuk memahami citra
Indonesia di luar negeri serta tantangan yang mungkin dihadapi. Terakhir,
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan
bagi Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri dalam meningkatkan
mutu penyelenggaraan program BSBI di masa mendatang, baik dari proses seleksi,
pelaksanaan, maupun pasca-program.
METODE
Metode penelitian merupakan suatu prosedur
atau cara yang digunakan dalam penelitian yang mempunyai langkah-langka
sistemtis (Nurmansyah, 2017, p. 25). Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif analitis, sifat penelitian metode ini adalah mendeskripsikan makna
data atau fenomena yang ditangkap oleh peneliti dengan menunjukan
bukti-buktinya. Tujuan penelitian deskriptif analitis adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan data
tertentu (Suryana, 2010). Melalui penelitian deskriptif analitis
ini peneliti mencoba mengkaji sejauh mana program BSBI mampu menjadi strategi
diplomasi publik yang strategis bagi Indonesia dalam menciptakan citra positif
di luar negeri.
Untuk mendalami pengetahuan tentang objek
yang diteliti, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan
data kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data primer dan data
skunder atau data verbal. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri,
mitra kerja penyelenggaraan program BSBI yang pernah terlibat sebagai pusat
pelatihan dan pembelajaran seperti sanggar atau pendamping peserta, dan peserta
program BSBI tahun 2015 � 2018 yang dipilih secara acak, namun dengan
mempertimbangkan jumlah asal negara dan tahun angkatan peserta, tujuannya agar
tidak terjadi dominasi sampel oleh negara dan tahun angkatan tertentu.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari
hasil tulisan yang telah dipublikasikan seperti buku, jurnal, dokumen, artikel,
media cetak, dan laporan dari berbagai sumber yang valid dan relevan dengan
penelitian yang dilakukan. Data tersebut kemudian diakumulasikan dan
dikomparasikan sehingga diperoleh data generalisasi. Berdasarkan data primer
dan sekunder yang diperoleh, peneliti akan membuat analisa kajian dengan
memilah dan menyusun alur pembahasan secara tematis berdasarkan panduan
pertanyaan ilmiah. Pembahasan
dan pengolahan secara tematik dan sistematis membantu peneliti dalam menemukan
solusi bagi pemecahan terhadap permasalahan yang ada.
Peneliti menggunakan metode deduktif untuk
menganalisa setiap kasus dan data generalisasi yang telah terkumpul yang
selanjutnya dianalisa melalui kerangka teori dengan pendekatan rasionalis yang
memandang pelaksanaan program BSBI sebagai upaya dalam mencapai kepentingan
nasional Indonesia. Pendekatan rasionalis yang digunakan akan menjadikan
framework penelitian ini sehingga membuat analisa kajian menjadi lebih terarah
dan sesuai dengan kerangka yang disusun. Peneliti berusaha menunjukkan adanya
hubungan antara teori yang digunakan secara umum dengan objek yang dikaji dalam
penelitian ini. Penjelasan tentang hal yang umum membantu penulis untuk
memahami hal-hal yang khusus berikut mengambil keputusan yang tepat.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Kondisi Citra Indonesia
Secara historis,
Indonesia sempat mengalami kondisi terpuruk setelah terjadinya krisis di bidang
ekonomi pada tahun 1997 dan peralihan pemerintahan Soeharto yang dikenal
otoriter menuju Indonesia dengan sistem demokrasi, hal itu memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap reputasi bangsa di bidang politik dan sosial (Ma�mun, 2009). Meskipun telah menganut sistem demokrasi yang artinya
negara menjamin kebebasan individu dalam menentukan pilihan dan menyuarakan
pendapat, Indonesia juga tidak dapat lepas dari berbagai permasalahan
fundamental kemanusiaan seperti kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
kejahatan seksual, dan lain sebagainya. Sedangkan refleksi citra suatu bangsa
berpengaruh terhadap berbagai sektor strategis seperti investasi, kunjungan
wisata, termasuk negosiasi yang dilakukan aktor negara. Fenomena yang dihadapi
bangsa di masa lalu menjadi salah satu tolak ukur pandangan bangsa lain,
dikuatkan dengan pandangan boilding (Ma�mun, 2009) yang mengungkapkan bahwa ��. The image is built up as a result of all past experience of the
possessor of image. Part of the image is the history of the image itself� bahwa
histori masa lalu sangat berpengaruh terhadap refleksi bangsa saat ini.
Meskipun tidak secara signifikan menjadi tolak ukur kondisi citra Indonesia di
mata internasional, fenomena negatif masa lalu yang dapat mempengaruhi citra
Indonesia menjadi tugas bagi negara untuk memberikan opini berimbang.
Dari sisi pemberitaan
elektronik citra Indonesia juga tidak jauh lebih positif dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan
Thailand. Berdasarkan informasi yang disajikan TVOne, bahwa 60% dari 1.499 berita
yang disajikan dalam media cetak (koran) di Malaysia menampilkan sisi negatif
tentang Indonesia. Berita negatif tersebut menyajikan informasi tentang pekerja
illegal dari Indonesia, pemukulan yang dilakukan pembantu rumah tangga (PRT)
terhadap anak majikannya, kejahatan kemanusiaan, dan kasus korupsi di Indonesia
(Issundari & Rachmawati, 2016, p. 145). Namun demikian, kasusisasi
sebenarnya tidak dapat menjeneralisasi kondisi sebuah bangsa tertentu, kondisi
ini mendorong Indonesia untuk terus menjaga kondisi politik dan kehidupan
berbangsa dan bernegara domestik agar tidak menambah pemberitaan negatif
tentang Indonesia di media internasional. Selain itu, dikutip dari portal
berita tirto.id, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di
dunia dipandang oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sebagai kekuatan
dalam menjalankan misi diplomasi.
�Itulah kekuatan
diplomasi kita di dalam forum-forum internasional. Oleh sebab itu, di dalam
forum-forum internasional selalu saya sampaikan di awal bahwa Indonesia adalah
negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, karena banyak negara yang lain
yang belum tahu posisi kita��
(Amalia, 2019)
Namun dalam sisi
lain, besarnya jumlah populasi Muslim Indonesia tidak sepenuhnya dapat menjadi
kekuatan dalam pelaksanaan diplomasi Indonesia di forum internasional.
Stereotip, prasangka, dan diskriminasi terhadap Muslim Arab meningkat lebih
jauh setelah terorisme internasional oleh kelompok-kelompok ekstremis yang
mengklaim memiliki ikatan dengan Islam (Fokkens & Ruigrok, 2014, p. 3736).
Hal tersebut justru dapat menjadi tantangan bagi Indonesia khususnya terhadap
negara-negara yang penduduknya mengalami Islamophobia
tinggi, sehingga momentum jumlah populasi Islam Indonesia dapat benar-benar
dicitrakan sebagai kekuatan dalam menjalankan misi diplomasi publik Indonesia,
karena berdasarkan data yang
dilansir oleh The Pew Forum on Religion
and Public Life dalam laman Datakata tahun 2016 lalu, penganut agama Islam
di Indonesia sebesar 209,1 juta jiwa atau 87,2% dari total penduduk. Jumlah itu
merupakan 13,1% dari seluruh umat Muslim di dunia. Narasi sarkastik yang
dibangun seperti Islam identik dengan kekerasan, Islam dikembangkan dengan
menebar permusuhan, Islam agama yang tidak damai, dan berbagai narasi kebencian
terhadap Islam (Jawahir Thontowi, 2017). Indonesia juga beberapa kali berhadapan dengan masalah
aksi terorisme dan bom bunuh diri, beberapa diantaranya melibatkan warga asing
sebagai korban. Isu tentang penyebaran Islam radikal di Indonesia juga
mengalami peningkatan, berdasarkan data yang dihimpun oleh Tempo per 2016 menyebutkan bahwa 2,7
juta rakyat Indonesia telah berafiliasi dengan teroris, berdasarkan data Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan 10-12 jaringan inti
terorisme (Suprapto, 2018). Kondisi
ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia sebagai mayoritas penduduk Muslim
untuk memupus citra buruk umat Islam, terkhusus di belahan negara-negara barat
termasuk di Amerika Serikat. Terlebih beberapa statemen presiden Amerika
Serikat Donald Trump (Shaull, 2018, p. 4) yang salah satunya pernah mengatakan ��. Is calling for a total and complete
shutdown of Muslims entering the united states�. Kalimat provokatif
tersebut secara tidak langsung juga berdampak terhadap Indonesia sebagai negara
dengan penduduk Islam terbesar di dunia, meskipun di sisi lain Indonesia
menganut demokrasi sebagai sistem politiknya. Di era post-truth masa ini, ketidakbenaran yang disampaikan berulang-ulang
secara konsisten akan membentuk opini publik yang membenarkan hal tersebut.
Sebagai negara middle-power,
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam soft-power seperti budaya, tradisi, dan sektor keindahan alamnya
yang terbentang luas. Keanekaragaman yang disebut sebagai intangible power oleh Joseph S. Nye Jr dapat dimanfaatkan Indonesia
sebagai media dalam menjalankan politik luar negeri. Selain kekuatan pada
budayanya, Indonesia juga memiliki kekuatan dalam masyarakatnya yang dinilai
ramah dan bersahabat terhadap setiap pendatang yang berkunjung ke Indonesia. Hal tersebut �dilihat dari hasil survey Kompasnia pada tahun
2013, yakni meminta penilaian warga asing terhadap karakter masyarakat
Indonesia. Pada jawaban urutan pertama disebutkan �incredibly friendly, warm, extroverted, polite, good fun, and they have
a great sense of humour� (Amyar, 2015)
atau orang Indonesia dikenal sangat ramah, bersahabat, hangatm
terbuka/esktropet, sopan, menyenangkan, dan punya selera humor tinggi. Sehingga dengan gambaran beberapa permasalahan di atas apabila
dikomprasikan terhadap potensi soft-power
yang dimiliki oleh Indonesia, seharusnya hal tersebut dapat secara perlahan
dikikis. Penyelenggaraan program BSBI yang menjadi salah satu agenda diplomasi
publik dengan tujuan meningkatkan citra positif Indonesia memungkinkan untuk
menjawab hal tersebut.
Citra
Positif yang Terbentuk melalui Program BSBI Tahun 2015 - 2018
Besiswa Seni dan
Budaya Indonesia (BSBI) merupakan agenda diplomasi publik yang menggunakan
pendekatan beasiswa internasional dengan melibatkan publik domestik dan luar
negeri secara bersamaan, target pencapaian misi diplomasinya lebih komperhensif
baik untuk kepentingan domestik maupun kepentingan politik luar negeri
Indonesia. Dalam konsep diplomasi publik, program beasiswa internasional
merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan citra positif negara dengan
memberikan kesempatan kepada pemuda dari berbagai negara untuk secara langsung
melihat dan berinteraksi dengan masyarakat domestik pemberi beasiswa (Issundari
& Rachmawati, 2016, p. 144). Hal yang sama pernah disampaikan dari British Council bahwa program beasiswa
internasional setidaknya dapat memberikan tiga kontribusi terhadap negara
penyelenggara, yaitu memelihara hubungan bilateral, meningkatkan citra positif
negera penyelenggara, dan dapat secara tidak langsung mempermudah agenda politik
luar negeri penyelnggara (Issundari & Rachmawati, 2016, p. 144). Kedua
paradigma di atas juga secara langsung menjadi agenda utama dalam
penyelenggaran program BSBI, yakni membentuk citra positif sebagai negara
demokrasi dan populasi Islam terbesar di dunia dan menciptakan Indonesian friends melalui people-to-people contact sekaligus
menjadikan Indonesia sebagai percontohan simbolisasi toleransi dan perdamaian
[Sulistio, Hasil Wawancara, 21 Maret 2019].
Tidak hanya
Indonesia, beberapa negara maju juga menggunakan strategi pemberian beasiswa
internasional dalam upaya pembentukan citra positif negaranya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Ellen Mashiko dan Horie Miki pada program beasiswa
internasional Amerika Serikat yang diberikan kepada pemuda epang� (Issundari & Rachmawati, 2016, p. 145).
Salah satu dampak positif bagi Amerika Serikat sebagai penyelenggara beasiswa
adalah dengan intensitas ketertarikan dalam mempelajari bahasa dan budaya
Amerika Serikat memungkinkan peserta akan lebih banyak memahami nilai-nilai dan
norma yang ada di masyarakat negara penyelenggara, membuat peserta menjadi
pribadi yang inklusif dan membentuk keterikatan secara psikologis sehingga
sebagian besar ingin berkunjung kembali. Dalam konteks penelitian ini, program
beasiswa internasional memberikan dampak yang positif tentang bagaimana
masyarakat Jepang di masa yang akan datang memahami kebijakan luar negeri
Amerika Serikat, bahkan banyak diantara alumni program ingin dapat berkontribusi
langsung dalam meningkatkan hubungan bilateral Jepang dan Amerika Serikat,
meskipun tidak bekerja sebagai diplomat.
Penelitian kedua yang
dilakukan oleh (Yun, 2015) terhadap program beasiswa internasional antara Cina dan
Korea Selatan menunjukkan bahwa dengan adanya pertukaran informasi yang terjadi
diantara peserta dari kedua negara, persepsi positif tidak hanya terkonstruksi
bagi negara penyelenggara saja, namun juga dapat terjadi pada semua negara yang
terlibat. Konteks ketertarikan peserta luar negeri dan domestik terhadap budaya
dan informasi dari kedua belah pihak menghasilkan sebuah hubungan yang baik
bagi kedua negara di masa yang akan datang. Namun dalam upaya pembentukan
persepsi atau citra positif, negara juga penting untuk memahami konteks
permasalahan persepsi negatif negara lain terhadap negaranya, baik dari sisi
historis maupun kondisi objektif yang sedang terjadi, sehingga strategi yang
diterapkan dalam upaya pembentukan citra positif tepat sesuai sasaran yang
dimaksudkan.
Berdasarkan dua hasil
penelitian di atas menunjukkan bahwa diplomasi publik mampu memberikan dampak
positif tidak hanya kepada negara para peserta namun juga negara penyelenggara
dengan mendapatkan nilai-nilai dan norma kearifan lokal terhadap ke duanya.
Namun demikian, menurut (Pahlavi, 2007)belum ada metodelogi yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan strategi diplomasi publik, karena diplomasi publik memiliki dampak
jangka panjang. Mark McDowell dalam penelitiannya berjudul Public Diplomacy at The Crossroads: Definitions and Challenges in The
�Open Source� Era juga berpendapat:
��. Public diplomacy practitioners can contribute to a
nation�s soft power through long-term dissemination of culture and values,
painstaking explanation of policies, and above all coordination with civil
society to deliver credible messages� (McDowell, 2008, p. 15)
Bahwa
praktik diplomasi publik dalam upaya membangun hubungan antar negara atau
program kebudayaan memiliki dampak jangka panjang terhadap negara
penyelenggara, sehingga akan sulit untuk mengukur keberhasilan program (McDowell, 2008). Untuk itu orientasi yang harus dimiliki negara dalam
melaksanakan program diplomasi publik sebaiknya tidak menekankan pada hasil
kuantitatif jangka pendek atau nation
branding, namun juga efek jangka panjang.
Sama
halnya dengan penyelenggaraan program BSBI, Kementerian Luar Negeri juga tidak
menyusun kerangka teknis secara kuantitatif sebagai indikator keberhasilan
program dalam upaya membentuk citra positif Indonesia, menurut Dikmas Sulistio
[Hasil Wawancara, 21 Maret 2019], BSBI memandang keberhasilan program jauh kebih progresif dari sekedar
jumlah tari atau gamelan yang dapat dikuasai oleh peserta selama program
berlangsung, melainkan juga dengan munculnya friends of Indonesia secara tidak langsung akan membentuk
komunitas, interaksi, dan rasa keterikatan peserta dengan Indonesia yang akan
membuka peluang-peluang positif terhadap berbagai agenda luar negeri Indonesia
di masa yang akan datang, terciptanya kesadaran dalam diri peserta BSBI tentang
Indonesia dari sudut toleransi terhadap keberagamannya sehingga menjadikan
Indonesia sebagai contoh perdamaian bagi dunia, dan paling tidak berkurangnya misconception (kesalahpahaman) peserta
dalam memandang Indonesia serta.� Sehingga dalam penelitian ini, keberhasilan program BSBI
dalam membentuk citra positif Indonesia tidak dinilai melalui dampak jangka
panjang paska program berlangsung, melainkan melalui instrumen perubahan
perspektif atau cara pandang yang dialami oleh peserta BSBI dalam menilai
Indonesia sebagai penyelenggara.
Program BSBI (Beasiswa Seni dan Budaya
Indonesia) menekankan pentingnya kontak antar-masyarakat dalam diplomasi.
Interaksi antara peserta internasional dan masyarakat lokal di Indonesia
memungkinkan pertukaran budaya dan pengetahuan. Peserta program diharapkan
memahami kearifan lokal dan ideologi Indonesia, yang mempromosikan perdamaian
dan toleransi. Hal ini sejalan dengan diplomasi publik Indonesia yang bertujuan
membentuk opini publik internasional yang mendukung agenda politik luar negeri.
Selama program, peserta BSBI mengalami
tantangan komunikasi dan perbedaan perilaku karena beragamnya latar belakang
budaya. Meski di awal terdapat kesulitan, peserta belajar toleransi dan saling
menghargai. Tantangan ini membantu peserta memahami nilai-nilai seperti
toleransi dan penerimaan perbedaan, yang memperkuat hubungan antar peserta.
Masyarakat lokal memiliki peran penting
dalam diplomasi publik. Peserta BSBI menilai masyarakat Indonesia sebagai
ramah, bersahabat, dan berbudaya, yang membantu membentuk citra positif
Indonesia. Meskipun terdapat tantangan seperti perbedaan budaya dan bahasa,
pengalaman ini memperkaya pemahaman peserta tentang toleransi dan pluralisme.
Indonesia menghadapi tantangan
Islamophobia, terutama di kalangan peserta dari negara-negara Barat. Melalui
program BSBI, peserta diajarkan tentang Islam moderat, yang membantu mengubah
persepsi negatif mereka terhadap Indonesia. Peserta BSBI yang awalnya memiliki
pandangan negatif tentang Islam di Indonesia, terutama terkait hukum Syariah di
Aceh, akhirnya menyadari keragaman dan toleransi yang ada di Indonesia.
Pengalaman ini memperluas pemahaman mereka tentang pluralisme dan mengurangi
ketakutan atau stereotip negatif terkait Islam.
Dampak
Citra Positif Indonesia Terhadap Upaya Pembentukan Friends of Indonesia
Terminologi friends of Indonesia yang dimaksudkan
sebagai capaian program BSBI adalah peserta yang dapat aktif dalam
mengkampanyekan citra positif Indonesia berdasarkan pengalaman yang diperoleh
selama program berlangsung [Sulistio, Hasil Wawancara, 21 Maret 2019].
Terbentuknya citra positif tentang Indonesia secara masif di luar negeri baik
secara langsung maupun tidak langsung akan mempermudah Indonesia dalam mencapai
misi politik luar negerinya yang merupakan bagian dari kepentingan nasional
Indonesia. Sehingga untuk dapat memberikan pengalaman positif tersebut, program
BSBI harus mampu memperlakukan para peserta BSBI sebaik mungkin baik yang
didukung oleh fasilitas, faktor peserta internasional, masyarakat domestik, dan
kelas pelatihan yang diberikan selama program berlangsung.
Penyelenggaraan
program BSBI di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
sangat revolusioner juga membawa dampak positif bagi Indonesia. Kecepatan akses
dan banyaknya fasilitas yang diberikan memudahkan penggunanya untuk melakukan
komunikasi jarak jauh dan bahkan terhadap orang-orang yang tidak pernah
dijumpai sekalipun. Dengan kondisi ini, setiap individu memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi opini publik dalam skala global melalui jejaring sosial yang
dimiliki (Trajkov & Trajkov, 2015). Dalam konteks pencapaian
misi diplomasi publik, dapat kembali kepada teori Jan Mellisen (Tamara, 2017) yang mengatakan esensi diplomasi publik adalah untuk �getting other people on your side�,
yang pada akhirnya diplomasi publik mampu mempengaruhi opini� dan sikap orang lain. Maka selain dengan
menganalisis proses interaksi peserta (people-to-people
contact), untuk mengukur seberapa besar program BSBI dapat memengaruhi
opini publik dan sikap pesertanya salah satu indikatornya dapat dinilai melalui
aktivitas yang dilakukan oleh para peserta BSBI paska program berlangsung.
Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang memiliki korelasi dengan
terminologi friends of Indonesia yakni
mempromosikan citra positif Indonesia.
Pada tabel 4.1.
Digambarkan aktivitas para alumni BSBI paska program berlangsung. Tidak hanya
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Indonesia di negaranya masing-masing,
beberapa alumni bahkan sudah pernah kembali lagi ke Indonesia untuk memperdalam
keahliannya dalam menguasai seni tari atau musik yang pernah didapatkan selama
program BSBI dan diantaranya juga melanjutkan studi formal melalui program
beasiswa. Maka, hal ini menunjukkan keselarasan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ellen Mashiko dan Horie Miki pada penjelasan sebelumnya, bahwa
salah satu dampak positif yang diperoleh beasiswa adalah kembalinya beberapa
alumni program tersebut ke Amerika Serikat.
Tabel 1. Daftar Aktivitas
Beberapa Alumni BSBI Tahun 2015 � 2018 Paska Program
No |
Nama |
Asal Negara |
Tahun/Sanggar |
Aktivitas |
1 |
Sanja Copic |
Serbia |
2017, Makassar, Sulawesi Selatan |
Aktif sebagai penari Indonesia di Sanggar Bidadari Dance Studio,
Serbia. Sanja menguasai lebih dari 19 tari tradisional Indonesia |
2 |
Filip Halken |
Ceko |
2015, Makassar, Sulawesi Selatan |
Sempat aktif mengajar bahasa Indonesia mahasiswa Universitas
Palacky di Olomouc, Ceko |
3 |
Toffi Junior |
Benin |
2018, Banyuwangi, Jawa Timur |
Mendirikan Cultural Center
Benino-Indonesia (CCBI) yang mengajarkan seni tari, lagu, batik, dan
bahasa Indonesia kepada para mahasiswa di Benin |
4 |
Hoang Bao Ngoc |
Vietnam |
2015, Yogyakarta, DIY |
Beberapa kali menampilkan tari dayak di Vietnam dan sudah pernah
berkunjung lagi ke Indonesia untuk mengikuti program Bali Democracy Forum 2017. |
5 |
Jolisa Wilfong |
Amerika Serikat |
2015, Yogyakarta, DIY |
Ketika masih menjadi mahasiswa, turut aktif dalam kegiatan
mahasiswa Indonesia di California, Amerika Serikat dan beberapa kali
melaksanakan kegiatan festival budaya dan kuliner Indonesia. Selain itu juga
beberapa kali berkunjung ke Indonesia bergabung dalam kegiatan festival yoga |
6 |
Arvin Tokarijo |
Suriname |
2015, Bandung, Jawa Barat |
Aktif sebagai penari Jawa di Yoga
Peetha Happiness Center di Suriname |
7 |
Diana Madi |
Hungaria |
2016, Badung, Bali |
Pernah beberapa kali diundang sebagai pembicara dalam konferensi
dan seminar untuk menceritakan pengalamannya selama mengikuti program BSBI di
Indonesia |
8 |
Anastasia Pustylnyk |
Ukrain |
2016, Yogyakarta, DIY |
Pernah beberapa kali diundang sebagai pembicara dalam konferensi
dan seminar untuk menceritakan pengalamannya selama mengikuti program BSBI di
Indonesia dan menampilkan tari Jawa di Ukraina. |
9 |
Victor Nicolae Clobanu |
Romania |
2016, Makassar, Sulawesi Selatan |
Pernah kembali tinggal selama 8 bulan di Indonesia untuk belajar
gendang Toraja dan melakukan penelitian tentang nilai histori instrumen
gendang dan mendapatkan beasiswa S2 di Universitas Gadjah Mada Jurusan
Arkeologi |
10 |
Aishawarya Shailendra Sakhare |
India |
2018, Badung, Bali |
Pernah kembali ke Bali untuk belajar beberapa tari bali dan
aktif mengajarkan tari Bali di India. |
11 |
Ali Azgar Hajiyev |
Azerbaijan |
2015, Surakarta, Jawa Tengah |
Beberapa kali menampilkan tari Jawa, dan Bali di Azerbaijan dan
sekarang mendapatkan beasiswa s2 di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) |
12 |
Andy McNeilly |
Kanada |
2015, Badung, Bali |
Mendapatkan� beasiswa
Dharmasiswa dan sekarang mendapatkan beasiswa jurusan Bahasa Indonesia di
Institut Seni Indonesia (ISI) denpasar. Andy juga sangat aktif sebagai
penggiat budaya Bondres (pelawak)
di Bali dan menjadi salah satu selebgram Bali dengan jumlah followers di instagram sebanyak 20,4
ribu followers. |
13 |
Bulou Sera Naibosa Niubalvau |
Fiji |
2018, Banyuwangi, Jawa Timur |
Pernah diundang oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
Fiji untuk berbagi cerita tentang pengalamannya selama tinggal di Indonesia
dan menjadi salah satu yang dicari oleh teman-temannya untuk berbagi tentang
program BSBI. |
14 |
Shahboz Hojimatov |
Tajikistan |
2017, Makassar, Sulawesi Selatan |
Beberapa kali menjadi narasumber dalam dialog atau diskusi yang diselenggarakan
pemerintahan Tajikistan untuk berbagi mengenai pengalamannya selama mengikuti
program BSBI di Makassar, Sulawesi Selatan. |
(Sumber: Hasil suvery peneliti)
Toffi Junior� salah satu peserta BSBI tahun 2018 menjadi
peserta pertama yang berasal dari Benin, selama program Junior ditempatkan di Sanggar Seni Sayu Gringring
Banyuwangi, Jawa Timur. Informasi mengenai program BSBI hanya didapatkan
melalui temannya yang dikirimkan melalui aplikasi whatsapp, setelah program BSBI berakhir dan kembali ke negaranya,
Junior mendirikan sebuah komunitas yang diberi nama Cultural Center Benino-Indonesia (CCBI) pada 4 Agustus 2018 dengan
jumlah anggota saat ini sebanyak 22 orang dari kalangan mahasiswa dan pekerja.
Yayasan tersebut menjadi pusat pelatihan seni dan budaya Indonesia pertama dan
satu-satunya yang ada di kotanya. CCBI mengajarkan beberapa keterampilan
seperti bahasa Indonesia, menari, membatik, bernyanyi dalam lagu daerah
Indonesia, dan berbagai kegiatan kebudayaan yang telah dipelajari selama
program berlangsung di Banyuwangi. Untuk menghasilkan sebuah kain batik, Junior
harus mencampurkan beberapa bahan agar bisa berbentuk serupa dengan malam (lilin batik) seperti proses
pembuatan batik di Indonesia yang ada di negaranya seperti idro sulfites wel, dye (pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan), dan
lilin.
Gambar 1. (a) dan (e)
Kegiatan Malam Budaya Indonesia, (b), (c) dan (d) Aktifitas Membatik
Sumber : Dokumentasi
Toffi Junnior
CCBI saat ini telah
menjadi komunitas bagi anak muda Benin yang ingin mempelajari seni dan budaya
Indonesia, bahkan beberapa diantaranya juga dikolaborasikan dengan seni dan
budaya Benin. Tahun 2019 salah satu anggota aktif komunitas CCBI terpilih
menjadi peserta BSBI 2019 mewakili Benin dan ditempatkan Makassar, Sulawesi
Selatan. Junior [Hasil Wawancara, 9 Maret 2019] beberapa kali diundang oleh
Kementerian Seni Budaya dan Pariwisata Benin untuk menceritakan pengalamannya
selama tinggal di Indonesia mengikuti program BSBI, salah satu target yang
ingin dicapainya melalui komunitas CCBI adalah adanya sebuah kolaborasi pentas
seni antara komunitasnya dengan organisasi, penggiat budaya, atau pemerintah
Indonesia dalam menampilkan keindahan seni dan budaya Indonesia. Hingga saat
ini, Junior menjalin komunikasi dengan pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk
mewujudkan target tersebut.
Andy McNeilly salah
satu peserta BSBI tahun 2015 asal Kanada memutuskan untuk kembali tinggal di
Bali untuk jangka waktu yang cukup lama. Pada tahun 2016 Andy kembali ke
Indonesia untuk mengikuti program Dharmasiswa selama satu tahun yang merupakan
beasiswa dari Kementerian Luar Negeri bagi pemuda asing dari berbagai negara
untuk mempelajari Indonesia dari sisi akademisnya di kampus [Hasil Wawancara,
29 Maret 2019]. Kemudian pada tahun 2017, Andy kembali ke Indonesia karena
mendapatkan beasiswa dari Kementerian Pendidikan Ontario, Kanada untuk program
Pasca Sarjana di Istitut Seni Indonesia (ISI) Bali Jurusan Bahasa Indonesia.
Selain tercatat sebagai mahasiswa, Andi juga menjadi selebgram yang cukup
terkenal di Bali dengan jumlah pengikut di
instagram sebanyak 20,4 ribu orang,
selain itu Andy juga dikenal sebagai bondres
(pelawak) Bali yang beberapa kali tampil dalam kegiatan keagamaan maupun
pentas seni. Kesempatan terakhir, Andy menjadi bondres dalam acara Dharma Santi Hari Raya Nyepi Caka 1941 tahun
2019 dihadapan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla pada tanggal 4
Juni 2019 di Arts Center Bali.
Gambar 2. (a) Andy
Saat Tampil Mengisi Acara Bondres
Bali dan (b) Saat Mengisi Program Bali Now di Balitv
Sumber : (a)
https://www.instagram.com/p/bywxikmgszw/?igshid=1cux2qnroel5k
(b) https://youtu.be/cdxhesjvo9u
Andy memilih akan
menetap di Indonesia bahkan setelah studinya selesai karena rasa cintanya
terhadap budaya Indonesia dan masyarakatnya. Tipikal masyarat Indonesia
khususnya bali yang komunal menurutnya telah membentuk karakternya untuk
mencintai budaya Indonesia dibandingkan dengan karakter masyarakat yang
individual di negaranya. Sebelum program BSBI Andy [Hasil Wawancara, 29 Maret
2019] mengaku tidak mengenal sosial media, namun setelah di Indonesia sosial
media mempermudah setiap peserta BSBI termasuk dirinya untuk membagikan cerita
dan pengalaman positifnya di Indonesia, hal tersebut sangat mendukung upaya
Indonesia dalam menjalankan soft-diplomacy
untuk membentuk citra positif Indonesia di luar negeri.
Secara spesifik, dua
contoh keberhasilan program BSBI dalam menciptakan friends of Indonesia yang dijabarkan dari tabel 4.1. di atas
merupakan pencapaian jangka panjang yang diperoleh Kementerian Luar Negeri
dengan memanfaatkan kekuatan budaya sebagai soft-power
bagi Indonesia. Selaras dengan argumen Joseph S. Nye Jr (Lin & Hontao,
2017, p. 52) yang mengatakan bahwa �culture
is invisible, but it always affects people�s life� bahwa meskipun budaya
adalah sesuatu yang tidak terlihat, namun kekuatan budaya sebagai soft-power dapat merubah pandangan dan
kehidupan seseorang. Hal positif lainnya adalah rentang usia peserta BSBI
adalah 21 hingga 27 tahun, merupakan usia muda dengan masa kerja produktif yang
cukup panjang sehingga secara tidak langsung menjadi aset bagi Indonesia di
masa yang akan datang untuk menjaga hubungan bilateral dengan masing-masing
negara peserta dan menyukseskan agenda politik luar negeri Indonesia.
Upaya
Pendekatan Kementerian Luar Negeri Kepada Alumni Paska Program BSBI
Kementerian Luar
Negeri Republik Indonesia memiliki peranan yang strategis dalam upaya
peningkatan citra positif Indonesia melalui pelaksanaan agenda politik luar
negeri. Namun, upaya pembentukkan citra positif melalui program BSBI tidak
cukup hanya bertumpuan pada pelaksanaan program yang hanya berdurasi kurang
lebih selama tiga bulan.� Setiap pesan
baru atau informasi positif yang didapatkan dari suatu program memiliki tiga
hal kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama,
upaya pembentukan citra positif tetap tidak berpengaruh. Kedua, kemungkinan suatu pesan akan
berpengaruh terhadap citra. Ketiga, pesan
akan mengubah citra secara drastis (Saefuddin, 2009, p. 82). Apabila salah satu
keberhasilan program BSBI ditinjau dari tiga kemungkinan di atas, maka hasilnya
bahwa pesan yang diciptakan melalui program BSBI telah mempengaruhi citra
Indonesia menjadi lebih positif, paling tidak mengubah pandangan negatif
menjadi lebih toleran dan meningkatkan pandangan yang sudah positif. Hal ini
dapat dilihat dari kesan yang diterima oleh peserta program BSBI selama tinggal
di Indonesia pada gambar gambar 4.6. Di bawah ini, dengan diberikan pertanyaan
terbuka, seluruh kesan yang didapatkan adalah hal-hal yang positif.
Gambar 3. Hal yang
Paling Mengesankan Bagi Peserta Program BSBI 2015 � 2018 Selama Tinggal di
Indonesia
(sumber: Hasil suvery peneliti)
Jika hasil survey
pada gambar 4.8. dikorelasikan dengan gambar 4.3. Yang menampilkan penilaian
peserta BSBI terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia, maka apa menjadi
penilaian terbesar peserta menjadi hal yang dianggap paling mengesankan. Pada
gambar 4.3. keramahan masyarakat Indonesia menjadi penilaian tertinggi oleh
peserta dengan presentasi 54,54%, juga menjadi kesan paling positif yang
ditampilkan pada gambar 4.8. dengan presentase sebesar 37,50%. Sedangkan hal
yang paling mengesankan kedua yaitu seni dan budaya Indonesia dengan presentase
sebesar 25% sama kedudukannya pada posisi kedua pada penilaian peserta BSBI
terhadap kehidupan masyarakat Indonesia yang dinilai sangat berbudaya dengan
presentase 22,72%. Selain dua hal yang paling mengesankan di atas, keindahan
alam Indonesia dan mendapatkan keluarga atau teman internasional menjadi kesan
ke tiga dengan presentase yang sama yaitu 12,55%, mendapatkan fasilitas yang
disediakan Kementerian Luar Negeri dan dapat mengikuti Ramadhan di Indonesia
yang penuh tradisi dan budaya juga dianggap mengesankan bagi peserta BSBI
dengan presentase 6,25%. Kesan dan citra positif yang diterima para peserta
BSBI menjadi modal bagi Indonesia dalam memudahkan kegiatan-kegiatan diplomatik
dengan negara-negara peserta di kemudian hari, hal inilah yang seharusnya
dijaga dan menjadi perhatian bagi Kementerian Luar Negeri.
Untuk memastikan
upaya pembentukan citra positif Indonesia berhasil secara berkelanjutan
tersebut, Kementerian Luar Negeri mengupayakan komunikasi yang interaktif dan
positif dimulai dari pra kegiatan, saat kegiatan, bahkan hingga paska kegiatan
yakni hingga peserta kembali ke negaranya masing-masing. Dalam Buku Rencana
Strategis 2015 � 2019 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia jelas
dituliskan bahwa upaya tersebut merupakan eksekusi salah satu strategi dari
arah kebijakan Kementerian Luar Negeri yang disusun dalam Buku Rencana
Strategis Kementerian Luar Negeri tahun 2015 � 2019. Strategi tersebut tertulis
secara jelas pada poin sebelas dan merupakan turunan dari poin tiga arah
kebijakan Kementerian Luar Negeri, seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Arah Kebijakan dan
Strategi yang Digunakan Kementerian Luar Negeri Dalam Bidang Diplomasi Publik
Perihal |
Poin |
Agenda |
Arah
kebijakan |
3 |
Peningkatan
peran dan pengaruh Indonesia sebagai negara middle power di dunia internasional |
Strategi
yang digunakan |
11 |
Mengelola
dan memperkuat jaringan alumni asing penerima beasiswa Indonesia dan jaringan
alumni wni penerima beasiswa asing untuk memperkuat diplomasi publik |
Sumber: Kemlu.go.id
Untuk mengelola dan
memperkuat jaringan alumni asing penerima beasiswa Indonesia yang juga disebut
sebagai Indonesian friends,
Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri juga melakukan pendekatan secara langsung maupun
melalui KBRI yang ada di masing-masing negara alumni BSBI. Beberapa bentuk
upaya pendekatan yang dilakukan Kementerian Luar Negeri kepada alumni BSBI
paska program belangsung misalnya sebagai berikut [Sulistio, Hasil Wawancara,
21 Maret 2019]:
1.
Melakukan follow up dan
update data alumni BSBI secara berkala.
2.
Melakukan komunikasi atau memberikan informasi kepada alumni
BSBI tentang peluang mendapatkan beasiswa, penelitian, atau forum dialog
internasional agar menjadi kesempatan bagi para alumni untuk dapat datang
kembali ke Indonesia.
3.
Meberikan jalur komunikasi setiap alumni BSBI kepada kbri
yang ada di masing-masing negara alumni, agar dapat terlibat aktif dalam
kegiatan ke-Indonesiaan di KBRI.
4.
Memfasilitasi pertemuan alumni BSBI Indonesia ketika
membentuk forum The Association of
Indonesian Arts and Culture Scholrship (IACS) Alumni pada tanggal 12 � 13
Februari 2016 di Jakarta.
5.
Mengupayakan adanya pertemuan informal dengan alumni BSBI ketika ada kunjungan kerja dari
Direktorat Diplomasi Publik ke negara-negara alumni BSBI.
Upaya yang dilakukan
Kementerian Luar Negeri di atas menjadi bentuk konsistensi Indonesia dalam
mencapai kepentingan nasional, karena diplomasi publik merupakan salah satu
intrumen politik luar negeri. Sehingga untuk mengoptimalisasi dampak program
BSBI dalam mencapai tujuan-tujuan politik luar negeri Indonesia, Kementerian
Luar Negeri perlu memastikan strategi komunikasi yang dilangsungkan termasuk
paska program. Beberapa aktivitas alumni program BSBI tahun 2015 � 2018 dapat
dilihat pada tabel 4.1. yang menggambarkan aktivitas terkait tidak hanya
dilaksanakan di negara para alumi, bahkan juga beberapa diantaranya kembali ke
Indonesia.
Untuk menjaga
keberlanjutan hubungan baik tersebut, beberapa kegiatan yang menjadi strategi
diplomasi publik dalam meningkatkan citra positif Indonesia di mata publik
domestik dan internasional juga menjadi penawaran yang berikan oleh Kementerian
Luar Negeri kepada para alumni program BSBI. Strategi tersebut dilakukan
melalui serangkaian komunikasi efektif atas perkembangan-perkembangan dan
pelaksanaan politik luar negeri kepada publik di dalam negeri, menyerap masukan
dan aspirasi publik di dalam negeri, mempromosikan citra Indonesia di luar
negeri dan aktif menggalang koordinasi dengan kalangan pemangku kepentingan.
Dalam Buku Rencana Strategis 2015 � 2019 Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia dituliskan bahwa beberapa sarana komunikasi tersebut dapat dilakukan
melalui rangkaian kegiatan di antaranya Presidential
Friends of Indonesia, Interfaith Dialogue and Empowering the Moderates, Outstanding Student for the World, Public
Diplomacy Campaign, Duta Belia, Updates
From the Region, Diplomatic Gathering, Public Lecture, Pelayanan Publik,
Promosi Dan Community Outreach MKAA
(Museum Konferensi Asia Afrika), Terbitan Tabloid Diplomasi, Dan Bali Democracy Forum (BDF).
KESIMPULAN
Pembahasan menjelaskan strategi diplomasi publik Indonesia melalui program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) pada tahun 2015 � 2018 serta keberhasilannya dalam membentuk citra positif Indonesia, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, untuk mencapai misi diplomasi dalam pelaksanaan program BSBI, Kementerian Luar Negeri menggunakan dua strategi fundamental. Strategi pertama adalah penerapan multi-track diplomacy sebagai konsep pelaksanaan program, di mana dari sembilan jalur dalam konsep tersebut, hanya lima jalur yang diprioritaskan dengan mempertimbangkan efektivitas, yaitu jalur diplomasi pemerintah-ke-pemerintah, aktor non-negara, pendidikan dan pelatihan, diplomasi agama, dan diplomasi media. Strategi kedua adalah penggunaan seni dan budaya sebagai pendekatan yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan. Kedua, program BSBI berupaya mencapai kepentingan nasional dengan dua dampak positif, baik untuk kepentingan domestik maupun politik luar negeri Indonesia. Untuk politik luar negeri, pendekatan berbeda dilakukan setiap tahunnya dengan penentuan tema, negara sasaran, dan jumlah peserta yang disesuaikan dengan agenda tertentu, seperti ASEAN Community 2015, citra Islam moderat, serta peningkatan kemitraan dengan MIKTA dan negara-negara Afrika. Sementara itu, di dalam negeri, program ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan seni dan budaya, serta mengangkat eksistensi penggiat budaya lokal ke ranah internasional. Ketiga, dalam upaya membentuk citra positif Indonesia, analisis interaksi antar peserta dan masyarakat domestik menunjukkan bahwa tantangan terbesar adalah komunikasi, yang muncul karena perbedaan bahasa, budaya, dan gaya komunikasi. Meskipun demikian, tantangan tersebut mengajarkan nilai-nilai toleransi dan kekeluargaan. Interaksi dengan masyarakat Indonesia juga menimbulkan kesan positif, di mana Indonesia dikenal ramah, bersahabat, dan berbudaya. Program BSBI juga berhasil mengubah perspektif peserta yang sebelumnya memiliki kesalahpahaman tentang Islam di Indonesia menjadi lebih memahami bahwa Islam di Indonesia bersifat moderat dan menghargai kearifan lokal. Keempat, setelah program BSBI selesai, semua responden melakukan berbagai aktivitas yang mempromosikan nilai-nilai positif Indonesia, seperti menjadi narasumber, mengajar bahasa dan tarian tradisional Indonesia, bahkan beberapa di antaranya mendirikan yayasan sebagai pusat budaya Indonesia di negara asal mereka. Selain itu, beberapa peserta BSBI kembali ke Indonesia untuk mempelajari lebih lanjut seni dan budaya atau melanjutkan studi mereka.
REFERENSI
Glassgold, S. M.
(2004). Public Diplomacy: the evolution of literature. The International Search
Association. URL: Www. Allacademics. Com/Pd_theory_and_notion. Pdf.
Goepner, E. W.
(2016). Measuring the effectiveness of America�s war on terror. The US Army War
College Quarterly: Parameters, 46(1), 12.
Gurgu, E., &
Cociuban, A. D. (2016). New public diplomacy and its effects on international
level. Journal of Economic Development, Environment and People, 5(3), 46.
Jawahir Thontowi, S.
H. (2017). Kebijakan Presiden Trump dan Respon Masyarakatnya terhadap Larangan
Muslim Arab Tinggal di Amerika Serikat. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 24(3),
369�392.
Ma�mun, A. S.
(2009). Citra Indonesia di mata dunia: gerakan kebebasan informasi dan
diplomasi publik. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Bandung bekerjasama
dengan Puslit �.
McDonald, J. W.
(2012). The institute for multi-track diplomacy. Journal of Conflictology,
3(2), 8.
McDowell, M. (2008).
Public diplomacy at the crossroads: Definitions and challenges in an open
source era. Fletcher F. World Aff., 32, 7.
Melissen, J. (2005).
The new public diplomacy. Springer.
Pahlavi, P. (2007).
Evaluating public diplomacy programmes. The Hague Journal of Diplomacy, 2(3),
255�281.
Pujayanti, A.
(2017). Gastrodiplomasi-Upaya Memperkuat Diplomasi Indonesia. Politica, 8(1),
38�56.
Rachmawati, I.
(2016). Diplomasi publik: meretas jalan bagi harmoni dalam hubungan
antarnegara. Calpulis.
Rachmawati, I.
(2017). Pendekatan Konstruktivis dalam Kajian Diplomasi Publik Indonesia.
Jurnal Hubungan Internasional, 5(2), 113�123.
Suprapto, S. (2018).
Aksi Terorisme: Dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkostitusional. Jurnal
Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 12(2), 143�160.
Suryana, S. (2010).
Metodologi penelitian: Model praktis penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Suryo, H. (2012).
Total diplomasi dan pencitraan indonesia. Portal Garuda, 14(22), 1�5.
Tamara, R. W.
(2017). Potensi Film Sebagai Sarana Diplomasi Publik Indonesia (Partisipasi
Indonesia Dalam Berlinale International Film Festival). E-Journal Hubungan
Internasional, 5(3), 1011�1024.
Trajkov, V., &
Trajkov, G. (2015). The influence of public diplomacy on the states visibility
in the international relations. J. Liberty & Int�l Aff., 1, 70.
Yun, S.-H. (2015).
Does student exchange bring symmetrical benefits to both countries? An
exploration case for China and Korea. International Journal of Communication,
9, 22.
Issundari, S., &
Rachmawati, I. (2016). Re-examining Governance: Strengthening Citizenship in
The Changing World. (N. Susan, & S. Asmorowanti, Penyunt.) Surabaya:
ICoCSPA
Nurmansyah. (2015).
Tesis. Diplomasi dan Kerjasama Indonesia dalam Mengoptimalkan Pemanfaatan
Sumber Daya Perikanan di Zona EKonomi Ekslusif Indonesia Periode Tahun 2001 �
2007. Jakarta: Universitas Paramadina
Shaull, L. (2018).
Total and Complate Shutdown: How The Trump Administration is Working to Ban
Muslims from The United States. New York: Muslim Advocates
Amalia, Zakki.
(2019). Debat Ke-4 Jokowi Sebut Jumlah Penduduk Muslim Kekuatan Diplomasi.
Dalam https://tirto.id/debat-ke-4-jokowi-sebut-jumlah-penduduk-Muslim-kekuatan-diplomasi-dkAk, pada 05 Juli 2019