PENGARUH PENERAPAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 3 � 6 TAHUN DI RUANG RAWAT INAP RSUD KOTA SERANG

 

Diah Argarini, Sulehah, Retno Widowati

Universitas Nasional, Jakarta, Indonesia

* Email untuk Korespondensi: [email protected], [email protected]

 

Kata kunci:

Tingkat Kecemasan, Anak Prasekolah, Hospitalisasi

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

Anxiety Levels, Preschoolers, Hospitalizations

 

ABSTRAK

 

Anak yang menjalani perawatan inap di rumah sakit sering menghadapi berbagai masalah psikologis, sosial, serta perkembangan akibat diagnosis, intervensi medis, dan perubahan lingkungan sosial. Untuk mengetahui pengaruh penerapan terapi bermainpuzzle terhadap tingkat kecemasan pada prasekolah usia 3 � 6 tahun di ruang rawat inap RSUD Kota Serang Tahun 2023. Desain studi yang diterapkan adalah quasi experimental with one group posttest design. Dengan mengkaji perbandingan pengaruh pada penerapan terapi bermainpuzzle terhadap tingkat kecemasan pada anak diruang Rawat inap RSUD Kota Serang Tahun 2023 dengan sampel penelitian sebanyak 30 responden. Gambaran tingkat kecemasan pada kelompok kontrol nilai mean pre tanpa puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post tanpa puzzle yaitu 7,47. Nilai min max pada kelompok pre tanpa puzzle 7-9 dan kelompok post tanpa puzzle 7-8. pada kelompok intervensi nilai mean atau nilai rata-rata pre dengan puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post setelah diberikan intervensi yaitu 5,40. Nilai min max sebelum diberikan intervensi yaitu bermain puzzle 6-9 dan sesudah diberikan intervensi yaitu terapi bermain puzzle 3-7 Tidak ada perbedaan kecemasan Pada Kelompok Kontrol dengan nilai P=0,006 sedangkan pada kelompok intervensi ada perbedaan kecemasan dengan nilai P=0,000. Temuan ini menunjukkan bahwa terapi bermain puzzle efektif dalam mengurangi kecemasan anak selama masa perawatan di rumah sakit, sehingga dapat dijadikan salah satu metode intervensi yang direkomendasikan dalam manajemen kecemasan anak prasekolah.

Children who are hospitalized often face a variety of psychological, social, and developmental problems due to diagnosis, medical interventions, and changes in the social environment. To find out the effect of the application of puzzle play therapy on anxiety levels in preschool aged 3 � 6 years in the inpatient room of the Serang City Hospital in 2023. The research design used in this study is quasi-experimental with one group posttest design. By examining the comparison of the effect on the application of puzzle play therapy on anxiety levels in children in the Inpatient Room of Serang City Hospital in 2023 with a research sample of 30 respondents. The description of the anxiety level in the control group of the pre mean value without puzzle obtained was 7.93 and the mean for post without puzzle was 7.47. The min max value in the pre group without puzzles 7-9 and the post group without puzzles 7-8. In the intervention group, the mean value or average value of Pre with the puzzle obtained was 7.93 and the mean for POST after being given the intervention was 5.40. The min max value before the intervention was given was playing puzzles 6-9 and after the intervention was given, namely puzzle therapy 3-7 There was no difference in anxiety in the control group with a value of P=0.006 while in the intervention group there was a difference in anxiety with a value of P=0.000. These findings suggest that puzzle play therapy is effective in reducing children's anxiety during hospitalisation, so it can be used as one of the recommended intervention methods in preschool children's anxiety management.

 

 

PENDAHULUAN

Hospitalisasi merupakan proses dimana seseorang, termasuk anak-anak, harus menjalani perawatan di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis (Khairani & Olivia, 2018). Bagi anak-anak, hospitalisasi sering kali menjadi pengalaman yang menakutkan dan penuh stres karena mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang asing, prosedur medis yang tidak familiar, serta harus berpisah dari orang tua atau rutinitas sehari-hari (Mulyanti & Kusmana, 2018). Proses ini dapat memicu berbagai reaksi emosional pada anak, seperti kecemasan, ketakutan, dan rasa tidak nyaman, yang sering kali diekspresikan melalui perilaku seperti rewel, menolak makan, atau tidak kooperatif terhadap perawatan (Safriani & Kurniawan, 2018).

Kecemasan pada anak dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, dan pengalaman sebelumnya dengan rawat inap. Anak yang lebih kecil atau belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya cenderung merasa lebih cemas karena ketidaktahuan dan ketidaknyamanan dalam lingkungan yang asing. Reaksi umum yang ditunjukkan anak terhadap hospitalisasi adalah penolakan terhadap prosedur perawatan dan perasaan kehilangan kasih sayang akibat perpisahan dengan orang tua. Hal ini sering kali mempersulit anak untuk beradaptasi selama di rumah sakit, karena mereka merasa terisolasi dan tidak aman dalam situasi yang tidak familiar (S. W. Ningsih, 2022).

Tahun 2018 ditemukan data dari World Health Organization (WHO) banyak anak yang mengalami stres selama hospitalisasi, dengan persentase 3%-10% di Amerika, 3%-7% di Jerman, 5%-10% di Kanada, dan lebih dari 45% di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Di Provinsi Banten, hospitalisasi anak mencapai 4,2% dari jumlah penduduk, dengan persentase tertinggi terjadi di wilayah perkotaan dibandingkan pedesaan (Badan Pusat Statistik, 2019).

Hospitalisasi dapat membawa dampak negatif yang cukup signifikan bagi anak, sering kali menimbulkan trauma yang diakibatkan oleh perasaan takut karena mereka merasa akan disakiti. Kecemasan yang berlebihan selama masa perawatan di rumah sakit dapat memunculkan perilaku yang tidak kooperatif, seperti menolak pengobatan atau prosedur medis. Selain itu, anak juga rentan mengalami emosi negatif, seperti ketakutan dan kekhawatiran yang berkepanjangan. Dampak ini tidak hanya mempengaruhi kondisi psikologis, tetapi juga kesehatan fisik (Utami et al., 2017).

Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan yang muncul akibat hospitalisasi adalah dengan menerapkan terapi bermain menggunakan permainan puzzle pada anak yang dirawat di rumah sakit (Sukadana et al., 2020). Metode ini terbukti cukup efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan anak selama masa perawatan. Penelitian sebelumnya oleh Kurdaningsih (2017) juga menunjukkan bahwa terapi bermain puzzle merupakan aktivitas yang positif, mampu memberikan rasa nyaman dan kebahagiaan bagi anak. Aktivitas ini tidak hanya membuat anak lebih tenang, tetapi juga efektif dalam membantu mereka mengalihkan perhatian dari kecemasan melalui permainan yang menyenangkan dan bermanfaat.

Puzzle adalah alat bermain yang berperan dalam mendukung perkembangan psikososial anak (Pratama, 2016). Puzzle mendukung permainan asosiatif, di mana anak-anak prasekolah biasanya senang bermain bersama teman sebaya, sehingga puzzle dapat menjadi media bagi anak untuk berinteraksi sosial sambil bermain (N. F. Ningsih & Shofiyani, 2024). Puzzle juga dianggap sebagai alat bermain yang berkontribusi pada perkembangan psikososial anak (Sari et al., 2024).

Selain itu, puzzle mendukung perkembangan psikologis anak (Suminar, 2019) dan memfasilitasi interaksi sosial pada anak prasekolah yang gemar bermain dengan anak lain (Islamiyah et al., 2024). Terapi bermain puzzle ini terbukti mendukung perkembangan psikologis anak sekaligus membantu mereka bersosialisasi dengan teman sebayanya (Islamiyah et al., 2024).

Penelitian lain oleh Khairani (2018), mayoritas responden merasakan kecemasan tingkat sedang, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan tingkat sedang, yang dipicu oleh perpisahan dari lingkungan tempat mereka biasanya beraktivitas. Anak-anak yang cemas seringkali menunjukkan perilaku seperti rewel, menolak makan, mengalami kesulitan tidur, serta menarik diri atau menolak berinteraksi dengan orang lain. Kecemasan ini ditandai oleh perasaan tidak nyaman, gelisah, dan takut, meskipun penyebab pastinya kadang sulit diidentifikasi (Azh Zhifar, 2015). Penelitian tentang terapi bermain puzzle oleh (Arifin, 2018) dan (Dewi, 2018) juga mendukung bahwa terapi bermain, seperti bermain plastisin selama 15 menit, efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan hingga 4,46%.

Dalam studi pendahuluan yang melibatkan wawancara dengan ibu An.H, terungkap perubahan yang signifikan pada tanda dan gejala kecemasan anak setelah penerapan terapi bermain puzzle. Hampir semua gejala kecemasan menunjukkan penurunan yang positif; anak menjadi lebih aktif dalam berinteraksi, menunjukkan kontak mata yang baik, serta merespons dengan baik saat diajak bicara. Selain itu, mereka juga mampu mengatasi rasa takut yang muncul selama masa perawatan di rumah sakit. Hal ini menegaskan betapa pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal, salah satunya melalui terapi bermain untuk meredakan kecemasan anak. Terapi bermain yang cocok untuk anak usia prasekolah adalah bermain puzzle, yang tidak hanya membantu mengurangi kecemasan, tetapi juga meningkatkan konsentrasi dan melatih kreativitas. Namun, penting untuk memilih permainan yang sesuai dan membatasi durasinya sekitar 10-15 menit agar anak tetap bersemangat tanpa merasa lelah atau bosan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di ruang rawat inap RSUD Kota Serang tahun 2023. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, serta menganalisis perbedaan kecemasan di antara kedua kelompok tersebut. Penelitian ini memiliki manfaat bagi anak dengan memberikan dasar pertimbangan dalam upaya pencegahan atau penanganan kecemasan selama rawat inap. Bagi pimpinan dan kepala ruang rawat inap, hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif terapi standar untuk menangani kecemasan pada anak. Selain itu, penelitian ini membantu orang tua dan keluarga dalam mengurangi kecemasan yang dialami anak dan orang tua selama proses perawatan. Bagi perawat, penelitian ini menawarkan alternatif terapi tambahan dalam merawat anak yang mengalami kecemasan, sementara bagi Fakultas Kesehatan, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam studi terkait penanganan kecemasan pada anak prasekolah di rumah sakit.

 

 

METODE

Studi ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan quasi-experimental dan "one group posttest design" untuk mengevaluasi pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kecemasan anak di ruang rawat inap RSUD Kota Serang pada tahun 2023. Observasi dilakukan pada kelompok subjek yang memenuhi kriteria inklusi setelah intervensi. Intervensi melibatkan terapi bermain puzzle dua kali sehari, dan observasi dilakukan setelah penerapan terapi pada kelompok intervensi (O1), sementara kelompok kontrol diamati tanpa intervensi (O2). Populasi penelitian ini mencakup semua anak rawat inap (30 anak) yang dibagi menjadi dua kelompok: 15 anak dengan intervensi terapi bermain puzzle dan 15 anak tanpa intervensi. Pengumpulan data dilakukan di RSUD Kota Serang dari 18 hingga 31 Juli 2023. Data dianalisis dengan analisis bivariat menggunakan uji T-test dependent untuk mengevaluasi perbedaan antara kelompok intervensi dan kontrol (Notoadmojo, 2016).

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Univariat

Tabel 1. Tingkat Kecemasan Kelompok Kontrol

 

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Pre_Tanpa Puzzle

7

9

7,93

0,594

Post_Tanpa Puzzle

7

8

7,47

0,516

Valid N (listwise)

 

 

 

 

 

Berdasarkan table 1 di atas diketahui variable yang digunakan adalah kelompok kontrol pre nilai N 15 yang artinya pada kelompok kontro tanpa diberikan bermain puzzle sebanyak 15 orang. Nilai mean atau nilai rata-rata pre tanpa puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post tanpa puzzle yaitu 7,47. Nilai min max pada kelompok pre tanpa puzzle 7-9 dan kelompok post tanpa puzzle 7-8.

1.    Gambaran Tingkat Kecemasan Responden Pada Kelompok Intervensi.

 

Tabel 2. Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi

 

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Pre_Dengan Puzzle

6

9

7,93

1,404

Post_Dengan Puzzle

3

7

5,40

1,971

Valid N (listwise)

 

 

 

 

 

Berdasarkan table 2 di atas diketahui variable yang digunakan adalah kelompok kontrol pre dan post nilai N 15 yang artinya pada kelompok intervensi yang akan diberikan terapi bermain puzzle sebanyak 15 orang. Nilai mean atau nilai rata-rata pre dengan puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post setelah diberikan intervensi yaitu 5,40. Nilai min max sebelum diberikan bermain puzzle 6-9 dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle 3-7.

Analisis Bivariat

1.    Perbedaan Kecemasan Responden Pada Kelompok Kontrol Dengan Kelompok Intervensi.

 

Tabel 3. Perbedaan Kecemasan Prasekolah Kelompok Kontrol Dengan Kelompok Intervensi

Kelompok

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

p value

Post_Tanpa_Puzzle

2,067

1,438

0,371

0,000

Post_Dengan_Puzzle

 

Hasil analisis yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok, dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,067, deviasi standar (std. deviation) 1,438, dan kesalahan standar rata-rata (std error mean) 0,371. Dari uji statistik yang dilakukan, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000. Mengacu pada ketentuan yang menyatakan bahwa p < 0,005, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara anak prasekolah usia 3 hingga 6 tahun yang tidak menerima terapi bermain puzzle dan mereka yang telah mendapatkan terapi tersebut di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Serang.

Pembahasan Hasil Penelitian

Analisis Univariat

1.    Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Kelompok Kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui variable yang digunakan adalah kelompok kontrol pre nilai n 15 yang artinya pada kelompok kontrol tanpa diberikan bermain puzzle sebanyak 15 orang. Nilai mean atau nilai rata-rata pre tanpa puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post tanpa puzzle yaitu 7,47. Nilai min max pada kelompok pre tanpa puzzle 7-9 dan kelompok post tanpa puzzle 7-8.

Penelitian Gede (2020) mengungkapkan bahwa mayoritas anak usia toddler yang dirawat mengalami kecemasan berat sebelum diberikan terapi bermain puzzle, dengan 14 anak (51,9%) masuk dalam kategori tersebut. Wahyuni, Suwani, & Murtutik (2013) juga menjelaskan bahwa anak yang menjalani hospitalisasi berpotensi mengalami berbagai tingkat kecemasan, dari ringan hingga berat. Apabila kecemasan ini tidak segera ditangani, anak cenderung menolak perawatan dan pengobatan yang diberikan, yang berpotensi memperpanjang masa rawat inap. Kecemasan yang dirasakan anak dapat membuat mereka lelah karena sering menangis, enggan berinteraksi dengan perawat, menjadi rewel, dan tidak kooperatif selama perawatan.

Peneliti berasumsi bahwa kecemasan pada anak merupakan respons alami terhadap situasi baru atau menakutkan, seperti hospitalisasi atau perpisahan dari orang tua. Faktor-faktor seperti usia, tingkat perkembangan emosional, dan pengalaman sebelumnya berperan penting dalam memengaruhi tingkat kecemasan anak. Pada anak-anak prasekolah, kecemasan bisa muncul karena ketidakpastian atau ketakutan akan prosedur medis yang mereka anggap menyakitkan. Selain itu, keterbatasan kemampuan anak dalam mengungkapkan perasaan mereka secara verbal membuat kecemasan sering kali tampak melalui perilaku seperti rewel, menangis atau menarik diri.

2.    Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Kelompok Intervensi.

Salah satu terapi non-farmakologis yang efektif untuk mengurangi kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia toddler adalah terapi bermain. Terapi ini memanfaatkan aktivitas bermain sebagai media untuk menyalurkan emosi dan mengurangi stres yang dialami anak selama masa perawatan di rumah sakit. Bermain membantu anak merasa lebih rileks dan nyaman, sehingga mampu mengalihkan perhatian mereka dari prosedur medis yang menakutkan. Terapi bermain juga berfungsi sebagai sarana bagi anak untuk mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang positif dan aman. Selain mengurangi kecemasan, terapi ini dapat meningkatkan interaksi sosial, keterampilan motorik, serta kemampuan kognitif anak. Salah satunya adalah bermain puzzle, terbukti efektif dalam menenangkan anak dan membantu mereka mengatasi kecemasan melalui aktivitas yang menyenangkan dan edukatif (Alfiyanti, 2015). Puzzle tidak hanya mudah diperoleh tetapi juga dapat dimainkan di ruang perawatan tanpa memerlukan tempat khusus. Dengan variasi bentuk dan warna yang beragam, puzzle dapat membantu mencegah kebosanan pada anak.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui variable yang digunakan adalah kelompok kontrol pre dan post nilai N 15 yang artinya pada kelompok intervensi yang akan diberikan terapi bermain puzzle sebanyak 15 orang. Nilai mean atau nilai rata-rata pre dengan puzzle yang diperoleh adalah sebanyak 7,93 dan mean untuk post setelah diberikan intervensi yaitu 5,40. Nilai min max sebelum diberikan bermain puzzle 6-9 dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle 3-7.

Setelah menjalani terapi bermain puzzle, anak-anak usia toddler di Ruang Durian RSUD Kabupaten Klungkung menunjukkan penurunan kecemasan, dengan 22 anak (81,5%) mengalami kecemasan ringan. Temuan ini sejalan dengan pendapat Soebachman (2017) yang menyatakan bahwa terapi bermain puzzle efektif dalam meredakan kecemasan atau stres anak selama masa hospitalisasi, sekaligus melatih memori, meningkatkan keterampilan motorik halus, dan mengembangkan keterampilan sosial. Saputro & Fazrin (2017) menambahkan bahwa menciptakan lingkungan tenang melalui terapi ini dapat membantu anak untuk melupakan sejenak masalah yang mereka hadapi di rumah sakit, seperti rasa cemas, sedih, atau tertekan.

Menurut pandangan peneliti, bermain puzzle memiliki dampak positif terhadap perawatan anak-anak usia prasekolah, terutama dalam mengurangi kecemasan selama hospitalisasi. Puzzle bukan hanya sekadar permainan, tetapi juga menjadi alat terapi yang mampu mengalihkan perhatian anak dari rasa takut dan ketidaknyamanan selama perawatan. Selain itu, puzzle dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik halus anak, sekaligus memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar memecahkan masalah secara mandiri. Aktivitas ini juga mendorong anak untuk bersosialisasi dengan teman sebaya, meningkatkan keterampilan komunikasi dan kerja sama, yang semuanya berkontribusi pada kesejahteraan emosional mereka selama berada di lingkungan rumah sakit.

Analisis Bivariat

1.    Perbedaan Kecemasan Prasekolah Usia 3 � 6 Tahun Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Serang Pada Kelompok Kontrol Dengan Kelompok Intervensi

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa anak-anak prasekolah rata-rata mengalami kecemasan saat menjalani perawatan. Melalui wawancara dengan ibu An.H, diketahui bahwa tanda-tanda kecemasan pada anak menunjukkan perubahan yang signifikan setelah dilakukan terapi bermain puzzle. Hampir semua gejala kecemasan berkurang, dengan anak lebih mudah bermain, mampu melakukan kontak mata dengan baik, merespons saat diajak bicara, dan berhasil mengatasi rasa takut di rumah sakit.

Sementara itu, pada kelompok kontrol, observasi terhadap An. R menunjukkan reaksi yang bervariasi selama perawatan, seperti marah, menangis, atau rewel, kesulitan tidur, dan menolak perawatan dengan meminta pulang. Perilaku ini merupakan respons stres yang umum terjadi pada anak-anak yang mengalami hospitalisasi. Anak tersebut menunjukkan tanda-tanda kecemasan, termasuk kekhawatiran yang berlebihan, tindakan yang tidak pantas seperti menolak makanan atau obat-obatan, serta ketakutan yang jelas terhadap orang asing, termasuk petugas kesehatan. Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian Endang (2018), yang menunjukkan bahwa reaksi-reaksi ini mencerminkan ketidakmampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, yang dapat memperlambat proses penyembuhan dan memperpanjang masa rawat inap, sekaligus menunjukkan pentingnya intervensi untuk mengatasi kecemasan (Putri, 2020). Di sisi lain, orang tua juga merasa khawatir akan kesehatan anak mereka dan sering kali tertekan oleh situasi yang tidak terduga ini. Kecemasan orang tua dapat terlihat dari perilaku mereka yang cemas, kesulitan tidur, dan kekhawatiran berlebihan mengenai prosedur medis yang harus dijalani anak. Ketidakpastian dan ketakutan akan hasil perawatan dapat mempengaruhi cara orang tua mendukung anak mereka, sehingga menciptakan lingkungan yang kurang kondusif untuk penyembuhan (Kaban, 2021).

Hasil penelitian menunjukkan di mana kelompok yang diberikan terapi bermain puzzle memiliki nilai mean sebesar 2,067, dengan standar deviasi 1,438 dan standar error mean 0,371. Uji statistik menghasilkan nilai p value 0,000, yang memenuhi syarat p < 0,05, menandakan adanya pengaruh signifikan dari terapi bermain puzzle terhadap penurunan kecemasan pada anak. Temuan ini sejalan dengan penelitian Gede (2020) yang menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank untuk mengukur pengaruh terapi bermain puzzle pada anak prasekolah di RSUD Kabupaten Klungkung. Hasil tersebut juga menunjukkan nilai p = 0,000, yang mengonfirmasi pengaruh positif terapi bermain puzzle dalam mengurangi kecemasan selama hospitalisasi.

Perawatan anak di rumah sakit sering kali menjadi pengalaman yang menegangkan baik bagi anak-anak maupun orang tua. Dalam situasi ini, sangat penting bagi anak untuk memiliki sarana yang memungkinkan mereka mengekspresikan perasaan dan berkolaborasi dengan tenaga medis selama proses perawatan. Salah satu cara paling efektif untuk mencapai hal ini adalah melalui aktivitas bermain, yang dapat membantu anak merasa lebih nyaman, mengurangi stres, dan memperbaiki interaksi dengan lingkungan rumah sakit serta tim perawatan (Elihami, 2020). Kebutuhan bermain tetap penting meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit. Justru, bermain di lingkungan rumah sakit dapat memberikan keuntungan signifikan dengan mengurangi risiko masalah perkembangan. Aktivitas bermain dapat memberikan pengalihan perhatian dan menciptakan suasana relaksasi. Bagi anak usia prasekolah, bermain adalah elemen vital dalam kehidupan mereka yang juga efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan serta memperkuat hubungan sosial. Setiap anak berhak menikmati masa kanakannya dengan bahagia, meskipun beberapa dari mereka harus menghadapi tantangan kesehatan yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit atau menjalani proses hospitalisasi (W. Fitriani, 2017).

Menurut pendapat peneliti, kecemasan ini disebabkan oleh perpisahan anak dari lingkungan tempat mereka biasanya menjalani aktivitas sehari-hari. Anak menunjukkan perilaku seperti rewel, kehilangan nafsu makan, kesulitan tidur, dan menarik diri atau menolak kehadiran orang lain. Kecemasan pada anak mencerminkan ketidaknyamanan, ketidaktenangan, dan perasaan takut, yang kadang-kadang sulit untuk diidentifikasi penyebabnya. Ketika anak dirawat, kecemasan yang mereka alami adalah reaksi normal yang ditunjukkan melalui perubahan perilaku, perubahan emosi, dan rasa takut yang wajar. Tingkat kecemasan yang ringan ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu anak. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa tingkat kecemasan yang lebih tinggi, terutama kecemasan berat, lebih sering ditemukan pada kelompok kontrol.

 

 

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat kecemasan antara kelompok yang tidak diberikan terapi bermain puzzle dan kelompok yang diberikan terapi tersebut. Pada kelompok kontrol, skor kecemasan rata-rata sebelum perlakuan adalah 7,93 dan menurun menjadi 7,47 tanpa adanya pemberian terapi bermain puzzle. Sementara itu, pada kelompok intervensi, skor kecemasan rata-rata sebelum perlakuan adalah 7,93 dan menurun lebih signifikan menjadi 5,40 setelah diberikan terapi bermain puzzle. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan antara kedua kelompok, dengan nilai p-value sebesar 0,000.

 

 

REFERENSI

Andriana, D. (2013). Tumbuh kembang & terapi bermain pada anak.

Arifin, R. (2018). Efektifitas terapi menggambar dan mewarnai gambar terhadap kecemasan hospitalisasi usia prasekolah. Jurnal Kesehatan STIKES Darul Azhar Batulicin, 6(1).

Azh Zhifar, K. H. (2015). Kecemasan sekolah pada siswa taman kanak-kanak. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Dewi, D. A. I. P. (2018). Pengaruh Terapi Bermain Plastisin Terhadap Penurunan Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun). STIKes Insan Cendikia Medika Jombang.

Islamiyah, I., Novianti, A. D., & Anhusadar, L. (2024). Pengaruh Terapi Bermain Puzzel untuk Penurunan Kecemasan Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah. Murhum: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 87�98.

Khairani, A. I., & Olivia, N. (2018). Pengaruh hospitalisasi terhadap tingkat kecemasan anak preschool di rumah sakit tk ii putri hijau kesdam i/bb medan. Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 3(2), 82�87.

Mulyanti, S., & Kusmana, T. (2018). Pengaruh terapi bermain Terhadap tingkat kecemasan anak usia prasekolah Akibat hospitalisasi di RSUD Dr. Soekardjo kota Tasikmalaya. Jurnal BIMTAS: Jurnal Kebidanan UMTAS, 2(1), 20�26.

Ningsih, N. F., & Shofiyani, S. (2024). Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Terapi Bermain Puzzle Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Tindakan Tranfusi Darah Pada Anak Usia Prasekolah Diruangan Thalasemia Center Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. In Sehat: Jurnal Kesehatan Terpadu (Vol. 3, Issue 1).

Ningsih, S. W. (2022). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua pada Hospitalisasi Anak Usia Prasekolah di Ruang Rawat Inap RSUD Kab. Aceh Singkil Tahun 2021. INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN.

Notoadmojo, S. (2016). Metodologi pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pratama, R. S. (2016). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di Rsud H. Moh. Anwar Kab. Sumenep. Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Sari, E. D. L., Nurrohmah, A., & Ratrinaningsih, S. (2024). Penerapan Terapi Bermain Puzzle Pada Anak Pra Sekolah Yang Mengalami Kecemasan Akibat Hospitalisasi Di Bangsal Flamboyan 9 Rsud Dr. Moewardi. An-Najat, 2(3), 346�353.

Sukadana, G., Sukmandari, N. M. A., & Triana, Y. (2020). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Usia Toddler. Journal Center of Research Publication in Midwifery and Nursing, 4(1), 40�44.

Suminar, D. R. (2019). Psikologi bermain: Bermain & permainan bagi perkembangan anak. Airlangga University Press.

Utami, T. W., Astuti, Y. S., & Livana, P. H. (2017). Hubungan kecemasan dengan depresi pada anak sekolah dasar. Jurnal Keperawatan, 9(1), 1�5.

Alya, Zulfa. (2018). Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Ar Raudhoh Pustaka Andriana,

Arikunto, S. (2017). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi : Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Astrani, K. (2017). Hospitalisasi & Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: EGC.

Barokah, A. (2019) Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi Di RSUD Tugurejo Semarang

Badan Pusat Statistik, 2019. Badan Pusat Statistik presentase anak yang mengalami keluhan kesehatan dan rawat inap Jakarta: BPS

Dayani, Noer Ella. (2017). Terapi Bermain Clay Terhadap Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di RSUD Banjarbaru. Skripsi.

Deslidel, (2018). Asuhan Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: EGC.

Gunarsa, S. (2017). Dasar teori perkembangan anak. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hartono, S. (2019). Jangan Sepelekan Imajinasi Anak.

Hawari, D. (2016). Manajemen Stress, Cemas, Depresi. Jakarta: FKUI

Hidayat, A. (2017). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

��������������������� (2017) Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kaluas, I., Ismanto, A. Y., & Kundre, R. M. (2017) Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama Hospitalisasi Di Ruang Anak RS TK. III. 297. Jurnal Metabolisme, 3(1), 1-5.

Kementrian Kesehatan RI, 2018 Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kemenkes

Marimbi, H.�� (2016) .Tumbuh�� Kembang,�� Status�� Gizi�� Dalam�� Keperawatan.Yogyakarta :pustaka Baru Press.

Ngastiyah. (2015). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2019). Kosep Dan Penerapan Metodologi Peneliian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrpsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

���������������������������� (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

���������������������������� (2018). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

���������������������������� (2018). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Potter, P.A. (2019) Buku Ajar Fundamental Keperawatan. : Konsep Proses dan Praktik.Vol. 1 Edisi 4. Alih Bahasa : Yasmin Asih. Jakarta: EGC. Purba.

Riwidikdo, H. (2017). Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

Rohmah, N. (2019). Proses Keperawatan :Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Safriani & Kurniawan, 2018 Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Saat Mengalami Hospitalisasi Di RS PMI Kota Bogor. Repository.Poltekkesbdg

Saputro, (2017). Buku Ajar Anak Sakit Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya. Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Saryono dan Setiawan, Ari. (2018). Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika

Sugiyono. (2018).Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Badung: Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Statistika Untuk Penelitian. Badung: CV. Alfabeta. Supartini

Supartini. (2015). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Suriadi, (2016). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: EGC.

Tedjasaputra, M.S. (2018). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Alih Bahasa : Monica Ester. Jakarta: EGC.

Yusuf. M. (2018). Pengaruh terapi bermain terhadap kondisi psikologis anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel abidin banda aceh the impact of play therapy on hospitalized children psychological condition at seurune ward. Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes, 6(2), 149-157.