KEBIJAKAN
LUAR NEGERI PRAYUT CHAN O CHA TERKAIT KUDETA MYANMAR
Cahyani Brigita Kaat 1, Roberto Octavianus Cornelis Seba 2,
Novriest Umbu Walangara Nau 3
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
* Email untuk Korespondensi: [email protected]1
Kata kunci: Kebijakan Luar Negeri, Thailand, Prayut Chan o Cha, Kudeta Myanmar Keywords: Foreign Policy, Thailand, Prayut Chan o
Cha, Mynamar |
|
ABSTRAK |
|
Kudeta Myanmar menimbulkan
berbagai masalah baru bagi wilayah regional Asia Tenggara dan berdampak
langsung terhadap negara-negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar.
Sebagai bentuk menekan tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh kudeta ini
setiap actor negara hingga actor internasional lainnya berlomba untuk
menentukan resolusi damai bagi Myanmar. Salah satunya yaitu Thailand dibawah
pemerintahan Prayut Chan o Cha dengan mengeluarkan kebijakan luar negeri
berupa quite diplomacy untuk menekan
intervensi asing dan ketegangan dalam proses damai. Kebijakan ini dikeluarkan
dengan alasan kepentingan nasional yang harus diamankan oleh Thailand yang
berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya. Hal ini didasarkan pada
panjangnya garis perbatasan antara kedua dengan panjang 2.401 km yang
menyebabkan berbagai masalah seperti imigran, narkoba, dan masalah sosial
lainnya mengalami peningkatan dan merugikan Thailand. Sehingga Thailand
berupaya untuk menengahi kasus ini sebagai mediator dengan berusaha membangun
komunikasi dengan Myanmar untuk mengamankan wilayah perbatasan yang berdampak
kebeberapa aspek penting seperti ekonomi. Dengan memanfaatkan hubungan masa
lalu antara elit militer kedua negara Prayut berupaya untuk mengubah
kebijakan Burma Myanmar menjadi lebih strategis dan bermoral sehingga dapat
mencapai kesepakatan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak. Pada
penelitian ini penulis berupaya untuk melihat bagaimana proses quite diplomacy yang dilakukan oleh Prayut dapat
mempengaruhi Myanmar dan seberapa efektifnya kebijkan ini dalam melakukan
pendekatan terhadap Myanmar saat ASEAN gagal dalam melakukan pendekatan
terhadap Myanmar, keterbatasan ASEAN dalam menangani isu Myanmar melemahkan
posisinya sebagai sentralitas regional dan menurunkan kredibilitasnya sebagai
organisasi yang mengedepankan HAM. Hasil penelitian ini menunjukan efisiensi
dari kebijakan yang di keluarkan oleh Prayut dimana Myanmar menaruh
kepercayaan terhadap Thailand demi mengamankan kepentingannya terutama di
bidang ekonomi. Myanmar's coup
raises various new problems for the Southeast Asian region and has a direct
impact on countries that border Myanmar. As a form of suppressing the level
of losses caused by this coup, every state actor and other international
actors are competing to determine a peaceful resolution for Myanmar. One of
them is Thailand under the Prayut Chan o Cha government by issuing a foreign
policy in the form of quite diplomacy to suppress foreign intervention and
tension in the peace process. This policy was issued on the grounds of
national interests that must be secured by Thailand related to the economy
and resources. This is based on the length of the border line between the two
with a length of 2,401 km which causes various problems such as immigrants,
drugs, and other social problems to increase and harm Thailand. So Thailand
seeks to mediate this case as a mediator by trying to build communication
with Myanmar to secure the border area which has an impact on several
important aspects such as the economy. By utilizing the past relationship
between the military elites of both countries Prayut seeks to change
Myanmar's Burma policy to be more strategic and moral so that it can reach a
mutual agreement that benefits both parties. In this research, the author
seeks to see how the process of quite diplomacy carried out by Prayut can
influence Myanmar and how effective this policy is in approaching Myanmar
when ASEAN fails to approach Myanmar, ASEAN's limitations in handling the
Myanmar issue weaken its position as a regional centrality and reduce its
credibility as an organization that promotes human rights. The results of
this study show the efficiency of the policies issued by Prayut where Myanmar
puts its trust in Thailand to secure its interests, especially in the
economic field. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This
is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Krisis politik Myanmar dimulai pada 1 Februari
2021 saat militer Myanmar di bawah pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing menggulingkan
pemerintahan demokratis yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Sekitar 400
anggota parlemen dari partai National League of Democracy (NLD) ditahan
dan menyebabkan ketegangan antara pemerintah sipil dan junta Myanmar. Merespon
hal ini rakyat dan petugas kesehatan melalui Civil Disobedience Movement (CDM)
turun ke jalan untuk melakukan protes. Menanggapi aksi protes Min Aung Hlaing membentuk
Special Advisory Council (SAC) yang kemudian disusul dengan menurunkan
aparat untuk membubarkan para pendemo yang
dibarengi penggunaan kekerasan sehingga menyebabkan banyak korban sipil berjatuhan
ditambah dengan membatasi akses komunikasi selama tiga hari yang membawa
Myanmar dikondisi krisis politik dan kemanusiaan yang serius
Berbagai lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Burma Human Rights Network (BHRN), Burmese Rohingya
Organization UK (BROUK), dan the Internasional
Federation for Human Rights (FIDH) mengecam tindakan militer Myanmar sebagai bentuk
pelanggaran HAM. Pada tingkat internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Antonio Guterres, menentang
keras pelanggaran HAM di Myanmar dan mencoba memberlakukan embargo senjata
serta menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar yang terhalang oleh China dan Rusia
sebagai anggota tetap dengan hak veto yang ingin melindungi posisi Myanmar dan
menganggap tekanan internasional hanya akan memperburuk kondisi di Myanmar
Keterbatasan ASEAN dalam menangani isu Myanmar
melemahkan posisinya sebagai sentralitas regional dan menurunkan
kredibilitasnya sebagai organisasi yang mengedepankan HAM. Oleh karena itu
sebagai bentuk respon dari hal ini Thailand yang saat itu dipimpin oleh Perdana
Menteri Prayut Chan o Cha menjadi salah satu negara yang mengambil sikap dengan
melakukan quiet diplomacy pada 14 November 2021 untuk menekan kudeta
mengingat letak geografisnya yang berdekatan
Sehingga berdasarkan upaya Thailand dalam mencapai
kepentingan nasionalnya dibawah kepemimpinan PM Prayut Chan o Cha melalui
kebijakan luar negeri quite diplomacy hal ini menjadi penting dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini didukung dengan teori kebijakan luar negeri yang
digagas oleh K.J Holsti yang menekankan pentingnya proses pelaksanaan kebijakan
luar negeri untuk memastikan keamanan nasional
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan kebijakan luar negeri Thailand di bawah Prayut Chan o Cha terhadap
kudeta Myanmar. Fokus
penelitian dari kualitatif sendiri adalah penekanan pada sudut pandang yang
lebih luas dan lebih dalam
Unit amatan adalah objek yang dapat digunakan sebagai sumber penelitian
mencakup dokumen, lokasi penelitian, dan individu yang memberikan informasi dan
data untuk mendukung studi yang dalam penelitian ini adalah kebijakan luar
negeri Thailand
Data yang digunakan adalah kualitatif yang diperoleh dari studi literatur dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data melibatkan studi literatur dan seleksi informasi relevan. Analisis data melibatkan reduksi data dan penerapan teori. Kesimpulan akan merangkum hasil penelitian dalam bentuk narasi yang valid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kudeta Myanmar menjadi salah satu permasalahan yang terus berlanjut dan menimbulkan berbagai fenomena baru di dalam hubungan internasional di mana setiap aktor internasional dari lingkup terluar hingga terdekat dengan Myanmar berupaya untuk menentukan resolusi terbaik bagi Myanmar. Latar belakang dan kepentingan yang berbeda dari setiap aktor membuat sikap yang diambil oleh setiap aktor juga berbeda. Salah satu perbedaan yang terlihat nyata bagaimana Thailand sebagai negara yang memiliki kedekatan dengan negara tetangganya yaitu Myanmar dan memiliki latar belakang yang sama sebagai salah satu negara yang pernah melakukan kudeta. Sehingga bagian ini akan memaparkan lebih lanjut terkait dengan hasil dari penelitian melalui konsep segitiga terbalik yang dimulai dengan akar permasalahan yang diteliti hingga korelasi antara konsep dan teori terhadap sikap Thailand pada masa pemerintahan Prayut Chan o Cha dalam merespon kudeta Myanmar.
Kronologi Kudeta Mynamar
Pada 1 Februari 2021 Myanmar menetapkan
pemerintahan demokratis Aung San Suu Kyi dari partai National
League for Democracy (NLD) sebagai pemerintahan yang sah secara hukum sebagai
hasil dari pemilihan umum pada 8 November 2020 dengan total kursi 364 dari
total 50 persen di parlemen. Namun, hal ini mengalami penolakan dari pihak
militer Myanmar sebagai bentuk kecurangan dalam pemilihan umum sehingga menuntu
adanya pemilihan ulang
Aksi lainnya juga dilakukan oleh Tatmadaw pada 2 Februari 2021 dengan menahan
sekitar 400 anggota parlemen terpilih bersama dengan pemimpin lainnya, sambil
menyatakan komitmen untuk mengadakan pemilihan yang bebas dan adil serta
menegaskan dukungannya terhadap kepentingan rakyat dalam mewujudkan demokrasi
yang sejati dan adil
Namun, aksi penolakan oleh masyarakat Myanmar direspon �dengan berbagai bentuk serangan militer, penangkapan sepihak, pembunuhan
warga sipil, eksekusi di luar hukum, penemabakan di area sipil, menggunakan
warga sipil sebagai perisai hidup dan menjarah serta membakar rumah-rumah
masyarakat Myanmar yang menyebabkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dan
beberapa masyarakat yang selamat mengungsikan diri ke wilayah-wilayah di perbatasan
negara. Jumlah korban tewas akibat dari kudeta ini dapat diprediksi terdapat 18
korban jiwa setiap harinya. Laporan lainnya berasal dari Assistance
Association for Political Prisioners (AAPP) tercatat sekitar 1.303
jiwa korban tewas, 7.750 orang ditahan, 354 orang di jatuhi hukuman sepihak, 36
orang dijatuhi hukuman mati 2 dan masih banyak lagi korban lainnya yang terus
bertambah setiap harinya. Kemudian untuk mempertahankan kekuasaannya Tatmadaw
mengesahkan UU keamanan cyber untuk mengurangi respon yang bertolak
belakang dari masyarakat serta membentuk Special Advisory Council for
Myanmar (SAC) untuk memperkuat perebutan kekuasaan dari Tatmadaw di
pemerintahan
Respon Masyarakat Internasional Terhadap
Kudeta Myanmar
Hubungan internasional memiliki sebuah
norma yang berkembang terkait dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh
negara-negara apabila suatu negara tidak mau atau tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah di dalam negaranya terutama terkait dengan perlindungan
terhadap warga negaranya sendiri. Norma tersebut dikenal sebagai responsibility
to protec (R2P) yang berjalan sesuai dengan hukum yang telah disepakati
secara internasional sehingga memberikan kesempatan bagi masyarakat
internasional untuk melakukan intervensi non koersif seperti soft diplomacy
berupa komunikasi dua arah hingga militer sebagai upaya menghentikan krisis.
a. Respon Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Merespon kudeta Myanmar Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PPB) melakukan berbagai upaya berupa intervensi kemanusian
secara aktif serta memobilisasi masyarakat internasional untuk tidak mengakui
dan melegitimasi rezim militer yang sedang memimpin Myanmar. Upaya lainnya juga
dilakukan dengan mendesark rezim militer yang memimpin dengan mengeluarkan
kebijakan embargo senjata untuk mengurangi penggunaan senjata dan risiko
terjadinya perang saudara. Beberapa pendekatan juga dilakukan oleh PBB untuk
bernegosiasi menurunkan intensitas kekerasan kepada masayarakat sipil. Hal ini
juga didukung oleh Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun juga untuk
mendesak masyarakat internasional mengambil tindakan keras untuk dapat segera
mengakhiri kudeta yang dilakukan oleh rezim militer
Namun, dalam upaya menentukan resolusi
terbaik untuk Myanmar terdapat respon yang berbeda dari beberapa negara seperti
China, India, dan Rusia dimana ketiga negara tersebut memilih untuk abstain
karena tidak ingin ikut campur dengan masalah yang terjadi di Myanamr dan
menganggap kebijakan embargo yang ada memberikan tekanan terhadap Myanmar dan
akan memperburuk suasana. Sehingga kedekatan politik dan alasan tersendiri dari
ketiga negara tersebut dipandang sebagai upaya melindungi Myanmar dari
pengawasan hukum internasional dan menghambat proses damai di Myanmar
b. Respon India, China, dan Rusia
India, China, dan Rusia menjadi kategori
negara yang memilih untuk tidak ikut campur dalam permasalahan yang terjadi di
Myanmar sikap ini di tunjukan oleh ketiga negara tersebut di forum PBB pada
saat penetapan sanksi embargo kepada Myanmar. India menjadi salah satu negara
yang penting untuk ditinjau responnya terhadap kudeta Myanmar karena India
sebagai negara tetangga memiliki hubungan kerjasama dengan Myanmar yang apabila
India salah mengambil keputusan maka akan berpengaruh terhadap proyek-proyek
yang ada. India dipaksa untuk bersikap lebih hati-hati untuk menghindari
pendekatan yang konfrontatif dengan Tatmadaw mengingat kondisi geografis yang
berdekatan dengan negara yang berkonflik. India juga dihadapkan dengan
tantangan terkait dengan kedekatan Myanmar dengan China serta pengaruhnya di
wiliyah Timur Laut Hindia. Sehingga untuk mempertahankan stabilitas kawasan
tersebut India berusaha untuk bersikap lebih hati-hati terutama pada saat
pemungutan suara pada resolusi konflik pada sidang PBB dengan memilih untuk
tetap bersikap netral meskipun untuk bukan keputusan yang tepat
Negara lainnya yang memiliki kedekatan
dengan Myanmar dan memutuskan untuk tidak ikut campur dan hingga mendukung
urusan dalam negeri Myanmar adalah China. China merupakan salah satu mitra
dagang dan investasi terbesar bagi Myanmar yang dimana sejak kudeta terjadi
pada Februari 2021 Tiongkok telah menginvestasikan kurang lebih sebanyak 113
juta dollar di Myanmar. Selain itu proyek Belt and Road Initiative China
yang mencakup jalur kereta api dan jalan senilai 100 miliar dollar yang
menghubungkan provinsi Yunnan di China dengan ladang minyak dan gas di Rakhine
menjadi investasi terpenting bagi China
Kemudian selain India dan China negara
lainnya yang secara terang-terangan mendungkung kudeta adalah Rusia yang
memberikan dukungan berupa pasokan senjata. Hubungan kedua negara mengalami
kedekatan semenjak Moskow mengakui adanya perebutan kekuasaan oleh Tatmadaw dan
pihak militer Myanmar juga memberikan dukungan terhadap invansi Rusia di
Ukraina. Sehingga membentuk ketergantungan antar dua negara dalam segi kekuatan
militer dimana Myanmar membutuhkan pesawat buatan Rusia untuk menekan pasukan
anti-State Administartion Council�s (SAC) dan Rusia membutuhkan bantuan
Myanmar dalam mentransfer pasokan militer angkatan bersenjata Rusia untuk di
pakai menginvasi Rusia. Respon Rusia yang mendukung rezim militer Myanmar ini
menjadi hal yang penting untuk di tinjau karena kekuatan persenjataan yang
dimiliki oleh Rusia menjadi salah satu yang terbaik saat ini. Hal ini akan
cukup membahayakan wilayah regional termasuk Myanmar apabila disalah gunakan
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena pada saat ini Myanmar membutuhkan
bantuan Rusia untuk memulihkan krisis energi di Myanmar dan sedikit mulai
mengurangi ketergantungan pada China
c. Respon ASEAN
Konflik Myanmar telah menjadi salah satu
permasalahan regional kawasan Asia Tenggara yang membuat peran badan regional
menjadi begitu penting dan sentral dalam menyelesaikan konflik sebagai yang
tercantum dalam Piagam PBB Pasal 33 (1) dan Pasal 52
Indonesia sebagai salah satu negara
pendiri ASEAN berupaya untuk memobilisasi negara-negara ASEAN lainnya dengan
melakukan pertemuan bilateral dengan negara-negara anggota lainnya sepereti
Singapura, Thailand dan Brunei yang saat itu menjabat sebagi ketua ASEAN. Shuttle
diplomacy ini dilakukan bertujuan untuk menyatukan suara dalam menekan
kekerasan dan mencapai solusi terbaik bagi Myanmar. Indonesia dipandang cukup
berpengalaman dalam perubahan rezim sehingga Indonesia dipandang mampu menuntun
upaya resolusi konflik. Selain itu, Indonesia juga mengusulkan
adanya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat untuk membahas penyelesaian
konflik di Myanmar dengan fokus menghentikan kekerasan terhadap masyarakat
sipil dan mendorong dialog konstruktif dengan pihak-pihak yang terlibat. Pada tahap ini Indonesia mempertegas
posisinya dan tujuannya untuk mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat
Myanmar dibandingkan memberikan sanksi kepada Myanmar
Beberapa negara lainnya seperti Malaysia,
Singapura dan Brunei juga memiliki misi yang sama untuk menentang rezim militer
yang mengambil alih sistem pemerintahan demokratis Myanmar yang diiringi aksi
kemanusiaan. Brunei, sebagai ketua ASEAN saat itu,
menunjuk Erywan Yusof sebagai utusan khusus ke Myanmar untuk mediasi dan
mencari solusi damai berdasarkan lima poin konsensus ASEAN guna mempertahankan
posisi Myanmar di ASEAN. Malaysia dan Singapura, sebagai negara pendiri ASEAN
juga mengambil sikap yang sama untuk mengutuk penggunaan kekerasan dan
pelanggaran HAM di kawasan ASEAN
Namun, dalam proses menentukan resolusi
bagi Myanmar ASEAN mengalami perpecahan antar anggota antara Kamboja, Filipina, dan Thailand dengan negara anggota lainnya dimana
ketiga negara tersebut memiliki latar belakang serupa dan memilih untuk tidak
campur tangan dalam urusan dalam negeri Myanmar dengan alasan prinsip
non-intervensi. Kamboja, sebagai tetangga Myanmar dan ketua ASEAN tahun 2022,
menerima undangan dari junta militer Myanmar untuk membahas krisis politik di
Myanmar. Langkah ini dianggap positif untuk membuka peluang negosiasi ASEAN
dengan Myanmar dan menerapkan lima poin konsensus yang disepakati pada bulan
April guna melindungi masyarakat sipil dari krisis kemanusiaan. Meskipun pada
akhirnya hanya didengarkan tanpa satu pun diterapkan oleh Myanmar
d. Respon Thailand
Thailand sebagai salah satu negara tetangga yang
memiliki wilayah perbatasan dengan Myanmar sepanjang 2,4 kilometer menjadi
negara ASEAN yang turut merasakan langsung dampak signifikan akibat dari
konflik internal yang terjadi di Myanmar. Panjangnya wilayah perbatasan ini
menyebabkan Thailand� menjadi negara
tujuan bagi para pengungsi ilegal dari Myanmar dan membawa masalah baru ke
Thailand. Sekitar lebih dari tiga juta pekerja ilegal dari Myanmar datang
membawah penyakit AIDS dan melakukan perdagangan manusia serta narkoba.
Kerusakan lingkungan serta sumber daya juga turut dirasakan oleh Thailand pasca
masuknya pengungsi dari Myanmar yang terus mengalami peningkatan hingga 91 ribu
dan menimbulkan gesekan dengan masyarakat Thailand karena terbatasnya kebebasan
dan menurunnya prospek bagi masyarakat Thailand. Pada posisi ini Thailand
dibebankan oleh tanggung jawab atas dasar Hak Asasi Manusia yang telah menjadi
prinsip internasional meskipun Thailand terdata menjadi salah satu negara yang
tidak menandatangani Konversi Pengungsi tahun 1951 untuk menyelamatkan
pengungsi Myanmar. Masalah lainnya juga terjadi pada sektor ekonomi di mana
terhambatnya perdagangan lintas batas yang mempengaruhi aliran barang dan jasa
di kedua negara. Sehingga seharusnya Thailand menjadi salah satu negara yang
menentang adanya kudeta di Myanmar. Namun, pada kenyataannya pada masa
kepemimpinan Prayut Chan o Cha Thailand mengambil langkah dan sikap sendiri
untuk ikut campur dalam situasi ini dengan alasan serta maksud tertentu
Latar belakang Prayut sebagai seorang pemimpin
militer Thailand yang kemudian menjabat sebagai perdana menteri Thailand pada
2014 � 2023 dengan menggulingkan PM terpilih yaitu Thaksin Shinawatra sehingga
menimbulkan kudeta antar faksi. Pada saat itu Prayut menjanjikan perdamaian di
Thailand namun tidak direalisasikan dengan baik karena banyak forum politik
yang dibatasi kebebasannya dimana hal ini memiliki kemiripan dengan bagaimana
kudeta di Myanmar terjadi. Hal inilah yang menyebabkan terkait dengan respon
Thailand terhadap Myanmar sekaligus juga mengingat hubungan erat militer antara
kedua negara yang saling melakukan intervensi militer dalam politik tanpa
menghargai atau mematuhi kebijakan negara yang berdaulat dan juga memiliki
sejarah latar belakang sama terkait dengan pelucutan pemimpin negara yang telah
dipilih secara demokrasi. Oleh karena latar belakang tersebut Thailand
memanfaatkan quite diplomacy sebagai pendekatannya untuk mengamankan
kepentingannya terkait wilayah perbatasan sebagai salah satu sumber
perekonomian dari Thailand yang bergantung pada gas alam Myanmar tanpa merusak
hubungan antar kedua negara
Kedekatan Thailand dengan Myanmar yang diikuti
dengan kepentingan Thailand di Myanmar berimplikasi pada putusan Prayut untuk
tidak ikut campur pada masalah yang terjadi di Myanmar meskipun tetap
menunjukkan keprihatinannya terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di
Myanmar. Hal ini di tunjukkan pada saat pertemuan tingkat tinggi ASEAN (KTT
ASEAN) yang membahas mengenai Myanmar di Jakarta pada 24 April 2021 yang
dipimpin oleh Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN 2021 Thailand yang dipimpin
oleh Prayut memutuskan untuk tidak hadir dan hanya mengirimkan perwakilannya
sehingga menimbulkan perspektif negatif dari negara-negara ASEAN lainnya dan di
anggap sebagai bentuk dukungan diplomatik Thailand untuk bergaul dengan junta
militer Myanmar. Selain itu, sikap berbeda yang dilakukan oleh Thailand juga
berdampak kepada stabilitas kawasan karena pada saat ini tiap negara anggota
memiliki pandangannya masing-masing terkait cara merespon kudeta Myanmar yang
menyebabkan solidaritas ASEAN terpecah dan negara-negara mengabaikan 5 poin
konsensus. Sehingga hal ini berimplikasi kepada citra ASEAN dan juga Thailand
di masyarakat internasional sebagai organisasi regional yang menjunjung tinggi
prinsip dan nilai-nilai internasional
Analisis Kebijakan Luar Negeri Prayut Chan
o Cha Terhadap Kudeta Myanmar
a. Kegagalan ASEAN dan Pengaruhnya Terhadap
Stabilitas Kawasan
ASEAN sebagai salah satu organisasi
regional yang ada dikawasan Asia Tenggara yang telah melakukan segala upaya
perdamaian bagi Myanmar sejak konflik tersebut terjadi. . Namun, upaya-upaya
yang dilakukan ASEAN tidak memberikan hasil yang signifikan pada penurunan
intensitas konflik di Myanmar. Kegagalan ASEAN dalam mendamaikan kudeta Myanmar
disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan ruang gerak yang dibatasi
oleh kebijakan Non-Intervensi yang membatasi ASEAN untuk ikut campur dalam
urusan dalam negeri Myanmar. Selain itu perselisihan antar negara-negara
anggota ASEAN juga membuat ASEAN sulit untuk menyatukan suara untuk turun dalam
kudeta Myanmar karena setiap negara memiliki pandangannya sendiri terkait
solusi terbaik yang harus di berikan kepada Myanmar. Sehingga ASEAN juga
memiliki keterbatasan dalam memberikan pengaruh terhadap keputusan politik
Myanmar untuk meredakan kudeta. Keterbatasan ini juga dipengaruhi oleh
konsensus yang menjadi dasar bagi ASEAN untuk bergerak berdasarkan prinsip konsensus
yang harus disetujui semua negara anggota. Jika perbedaan pandangan terhadap
penyelesaian konflik itu masih ada maka pengambilan keputusan akan sulit dan
kurang efektif�
Perbedaan cara pandang dalam menyelesaikan
konflik Myanmar disebabkan karena ketergantungan ekonomi antar negara-negara
tetangga yang memiliki hubungan ekonomi dengan Myanmar dalam hal perdagangan
dan investasi sehingga keputusan yang diambil terhadap kudeta akan mempengaruhi
aktivitas ekonomi di negara anggota yang berhubungan erat dengan Myanmar.
Selain itu juga intervensi asing uang memberikan dukungan politik dan ekonomi
terhadap Myanmar menyebabkan belum terwujudnya hasil konsensus pada pertemuan darurat
antar negara ASEAN dalam membahas konflik Myanmar karena ketidakpatuhan junta
militer yang semakin menunjukkan sikap keras terhadap tekanan internasional dan
menolak campur tangan eksternal. Myanmar menjadi salah satu negara yang
memiliki letak geografis yang menguntungkan untuk negara-negara tetangganya
melakukan investasi di Myanmar seperti China dan India. Hal ini di tunjukan
oleh Kementerian Investasi Myanmar yang mencatat sejak 2016 � 2021 China
menjadi negara urutan ke dua setelah Singapura yang melakukan investasi
sebanyak 3,5 miliar Dolar Amerika karena Myanmar merupakan negara yang
dipandang strategis oleh China dalam pengembangan proyek Belt and Road
Intiative (BRI) di Asia yaitu China-Myanmar Economic Corridor (CMEC).
Proyek berupa pembangunan rel kereta api ini akan menghubungkan Kota Kunming di
Tiongkok dengan lima titik kota yang ada di Myanmar yait Muse, Mandalay, dan
Naypidaw yang menjadi ibu kota negara, Kyaukpyu, dan Yangon. Jika proyek ini
berhasil dilaksanakan maka nantinya akan dibangun sebuah pelabuhan yang
mengarah ke Samudera Hindia di Kota Kyaukpyu sehingga memudahkan alur
distribusi dari China menuju Asia Selatan dan Afrika sehingga tidak perlu
melakukan transit lagi di Singapura dan melawati Selat Malaka
Myanmar sebagai salah satu negara produsen
dan eksportir dalam berbagai komoditas yang dimana gangguan politik dan
ketidakstabilan di negara tersebut dapat mengganggu pasokan komoditas ini ke
pasar regional dan global, yang dapat memengaruhi harga dan ketersediaan di
seluruh Asia Tenggara serta kestabilan fluktuasi mata uang regional. . Oleh
karena ini peranan ASEAN sangatlah dibutuhkan pada tahap ini untuk mengamankan
stabilitas pasar ASEAN dan menjauhkan kawasan dari ancaman pertumbuhan GDP dan
neraca dagang. Namun, dari 145 pendekatan yang dilakukan oleh ASEAN melalui
Indonesia belum menunjukkan progres yang signifikan bagi kudeta Myanmar karena
pemimpin militer Myanmar cenderung menganggap kedatangan Indonesia sebagai
ancaman dan Myanmar masih sering melanggar konsensus yang menyebabkan Myanmar
dilarang untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi ASEAN. Kegagalan ASEAN dalam
menyeimbangkan antara prinsip non-intervensi dan tanggung jawab mengatasi
krisis inilah yang akhirnya menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara
tetangga Myanmar salah satunya Thailand yang merasakan dampak langsung dari
kudeta
b. Hubungan Thailand-Myanmar
Hubungan antara Thailand dengan Myanmar
telah berlangsung sejak lama, kedua negara memiliki latar belakang yang sama
dalam hal intervensi pemerintahan demokratis yang menjadi kehendak rakyat
berdasarkan kepentingan publik. Kedekatan militer kedua negara semakin dekat
terlihat dari meningkatnya kunjungan tingkat tinggi reguler dan dialog serta
komunikasi tingkat atas. Selain itu Jenderal Senior Min Aung Hlaing merupakan
anak angkat dari Jenderal Prem Tinsulanonda yaitu mantan panglima militer
Thailand dan ketua Dewan Penasihat. Kedekatan lainnya di tunjukan oleh Myanmar
pasca melakukan kudeta dengan mengirimkan surat pribadi kepada Jenderal Prayut
Chan o Cha yang berisikan perebutan kekuasaan dan meminta dukungan dari
pemerintah Thailand sebagai mitra kerja samanya. Hal ini di respon baik oleh
Thailand di mana menurut Thailand di saat ASEAN dan negara-negara lainnya
menolak kehadiran Myanmar bukan berarti Thailand juga harus ikut menolak negara
yang ditolak oleh seluruh lapisan masyarakat internasional. Keterbukaan yang
dilakukan oleh Thailand dianggap sebagai bentuk kepercayaan Myanmar terhadap
kepemimpinan Naypyidaw yang di mana ini berpeluang untuk meredakan krisis agar
tidak semakin melebar
Thailand dan Myanmar juga memiliki
hubungan ekonomi yang sangat erat. Thailand merupakan mitra dagang terbesar
kedua bagi Myanmar, meskipun perdagangan bilateral mengalami penurunan
signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena faktor-faktor seperti ketidakstabilan
politik dan pengetatan kontrol perbatasan. Kebijakan pembatasan yang diterapkan
oleh pemerintah militer Myanmar, seperti pengaturan pembayaran melalui bank
yang dikendalikan oleh junta, telah merusak kepercayaan bisnis dan menyebabkan
kemacetan besar di penyeberangan perbatasan darat. Selain itu, pasar tenaga
kerja di Myanmar menghadapi kerentanan yang signifikan, dengan gangguan yang
disebabkan oleh konflik berkontribusi pada penurunan produktivitas tenaga kerja
sebesar 10 persen sejak 2019, dengan hampir setengah dari rumah tangga
mengalami kesulitan dalam mengakses pangan. Hal ini juga berjalan bersamaan
dengan ketergantungan yang signifikan Thailand pada Myanmar untuk pasokan
energi dan impor, menunjukkan perlunya Bangkok bertindak cepat. Stabilisasi dan
pemulihan rantai pasokan, serta perlindungan kepentingan bisnis dan investor
Thailand di negara tersebut, memerlukan pencapaian kesepakatan berkelanjutan
antara pemerintah militer dan kelompok pemberontak
Berbagai ancaman terkait dengan meluapnya
jumlah pengungsi, masuknya narkoba, penyakit dan ancaman terhadap kedaulatan di
sepanjang wilayah perbatasan juga Thailand rasakan akibat dari konflik yang
terjadi di Myanmar. Hal ini disebabkan karena Thailand menjadi negara terdekat
yang dapat dikunjungi dan menjadi tujuan alami bagi para migran yang melarikan
diri dari situasi konflik di Myanmar untuk mencari keselamatan dan bekerja di
Thailand. Pada sektor ekonomi Thailand juga merasakan dampak yang signifikan karena
Myanmar merupakan salah satu mitra kerja sama ekonomi Thailand yang di mana
tercatat sejak kudeta terjadi berdasarkan laporan dari Departemen Promosi
Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan jumlah perdagangan menurun
sebanyak 12,11% dan nilai pengiriman barang ekspor sebesar 649,69 juta dolar
menurun sebanyak 15,16%. Impor gas alam Thailand dari Myanmar juga mengalami
penurunan dari 17% menjadi 15% yang di mana ini akan berdampak pada pembangkit
listrik tenaga gas Thailand karena menurunnya pasokan gas ke Thailand.
Penurunan pasokan gas dari Myanmar juga membuat Thailand harus meningkatkan
impor gas internasional yang saat ini harganya gas di pasar internasional
mengalami lonjakan harga. Hal ini akan menyulitkan Thailand dengan tingkat konsumsi
gas sebanyak 60% untuk pembangkit tenaga listrik dan kebijakan pemerintah untuk
mengurangi andil gas dalam campuran energi dengan berinvestasi di energi
terbarukan
c. Kebijakan Quite
Diplomacy Prayut dan Pengaruhnya
Quite Diplomacy merupakan sebuah proses diplomasi yang dilakukan
secara diam-diam tanpa adanya publisitas atau pemberitahuan kepada masyarakat
umum dan jauh dari sorotan media atau perhatian publik. Diplomasi ini bertujuan
untuk mencapai kesepakatan atau penyelesaian secara damai dalam situasi yang
dianggap sensitif seperti yang terjadi saat ini di Myanmar sehingga tidak
menimbulkan reaksi yang berlebihan dan intervensi dari pihak-pihak yang tidak
terlibat. Namun, meskipun pendekatan ini cenderung berjalan lebih efektif dalam
beberapa kasus seperti yang dilakukan oleh Thailand terhadap Myanmar masih
terdapat kritik dan penolakan terhadap pendekatan ini karena kurangnya
transparansi,� akuntabilitasnya serta
terlalu self centered yang hanya memprioritaskan stabilitas dibandingkan
demokrasi dan hak asasi manusia. Thailand terus berupaya berperan sebagai
mediator dalam menyelesaikan krisis Myanmar tanpa menimbulkan gesekan yang
berpotensi merugikan kedua belah pihak terutama dalam mencapai kepentingan
Thailand yang dapat terganggu akibat dari kudeta Myanmar. Sebelumnya, Thailand
juga kerap kali melakukan quite diplomacy dengan negara mitranya tanpa
sepengetahuan publik dengan tujuan untuk meminimalisir gesekan dan ketegangan
dengan mitra yang memiliki pandangan berbeda tetapi di satu sisi Thailand juga
dapat memperoleh kepentingan ekonominya. Thailand memanfaatkan hubungan
ekonominya dengan Myanmar untuk mendorong perilaku positif atau mendorong
reformasi dengan tujuan pemberian insentif melalui peningkatan perdagangan atau
investasi, sebagai imbalan atas kemajuan dalam isu-isu tertentu atau komitmen
terhadap resolusi damai
Pada kasus Myanmar saat ini yang menjadi
pembeda dengan proses pendekatan berupa quite diplomacy yang dilakukan
Thailand di kasus lainnya terdapat pada pemimpin pemerintah yang memimpin upaya
pendekatan ini. Proses pendekatan pada kasus Myanmar kali ini dipimpin oleh
seorang yang memiliki latar belakang militer sama dengan junta militer Myanmar
yaitu Jenderal Prayut Chan o Cha. Hal ini menjadi menarik dalam penelitian ini
karena pada dasarnya Prayut sebelumnya pernah melakukan penggulingan
pemerintahan demokrasi dan melakukan kudeta yang ada di Thailand pada� 22 Mei 2014 oleh pemerintahan demokratis yang
saat itu dipimpin oleh Yingluck Shinawatra yang membuat Prayut naik menjadi
pemimpin junta dan menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand
Pada 25 Februari 2021 Thailand melakukan
pertemuan pertamanya dengan Perdana Menteri yang diangkat oleh pemerintah junta
yaitu Wanna Maung Lwin sebagai kunjungan kehormatan untuk membangun komunikasi
dengan pihak-pihak kunci yang ada di Myanmar pada saat itu untuk mencari solusi
damai dan membicarakan terkait dengan kekhawatiran terkait dengan situasi di
Thailand akibat dari krisis politik di Myanmar. Proses politik berupa dialog
secara tertutup dengan pihak junta menjadi salah satu upaya Thailand dalam mencapai
kepentingannya yang didasarkan pada kebutuhan nasionalnya untuk terlepas dari
berbagai kerugian yang dirasakan akibat dari kudeta Myanmar. Selain itu, quite
diplomacy menjadi cara Thailand dalam mewakili ASEAN untuk menyampaikan
peringatan implisit dan eksplisit terkait dengan potensi dan konsekuensi dari
tindakan pemimpin junta selama melakukan kudeta. Sehingga disimpulkan bahwa
tujuan dari kebijakan luar negeri berupa quite diplomacy dibawah Prayut
Chan o Cha adalah unutk menjaga stabilitas, mendorong pembangunan ekonomi,
reformasi, keamanan nasional, dan mempertahankan kontrol politik
Meskipun quite diplomacy Prayut
dianggap oleh beberapa negara dapat memecah belah kawasan dengan alasan sebagai
bentuk dukungan Thailand terhadap pemerintahan militer Mynmar. Hal ini justru
memiliki peranan penting dalam upaya menyelesaikan kudeta yang terjadi di
Myanmar dalam pembentukan aliran komunikasi yang tenang dan efektifantara
Myanmar dengan Thailand untuk mencegah meningkatnya sensitifitas konflik yang
menimbulkan kerugian berikutnya. Thailand juga memainkan perannya sebagai
mediator yang negara bertetanggan langsung dengan Myanmar serta memiliki
hubungan kuat dengan junta militer untuk menengahi dan menemukan solusi damai
dengan pihak-pihak yang sudah ikut terlibat dalam konflik ini. Diplomasi secara
tertutup juga menjadi penting bagi Thailand dalam menjaga hubungan bilateralnya
dengan Myanmar disaat Myanmar membuka kepercayaan dengan Thailand sebagai mitra
kerjasamanya. Hal ini juga tidak terlepas dari kepedulian Thailand terhadap
krisis kemanusian yang terus meningkat akibat dari kudeta. Kemudian pada
tingkat regional tindakan yang diambil oleh Thailand tidak selalu memberikan
dampak yang kurang baik terhadap stabilitas kawasan. Melainkan Thailand juga
berupaya memaikan perannya sebagai founding father ASEAN yang menjunjung
perdamaian, stabilitas, dan kerajasama kawasan dengan membantu menjaga
stabilitas politik pada tingkat regional yang dapat berdampak juga pada
stabilitas perdagangan dan investasi kawasan agar tidak memberikan dampak
kurang baik ke negara-negara lainnya
Bagi negara-negara anggota ASEAN diplomasi
yang dilakukan oleh Prayut kepada Myanmar juga sebagai upaya untuk
mempertahankan solidaritas ASEAN dalam menanggapi krisis Myanmar. Pendekatan
ini diharapkan dapat membantu negara-negara lainnya dalam menemukan pendekatan
yang lebih konsisten, efektif dan koheren terhadap isu yang sensitive. Hal ini
juga menegaskan pentingnya kedaulatan suatu negara dan penegakan prinsip non
intervensi melalui dialog dan diplomasi tanpa campur tangan eksternal yang
dapat menimbulkan kerugian baru. Thailand juga menjadi contoh pertama bagi
negara-negara anggota lainnya sekaligus ASEAN agar dapat masuk dalam konflik
untuk menjadi mediator dan menangani krisis Myanmar dengan solusi damai yang
berkelanjutan. Karena respon yang menekan dari ASEAN akan mempengaruhi citra
ASEA pada panggung internasional sehingga Thailand menjadi penggerak yang
sangat memberikan pengaruh penting dalam upaya mencari solusi damai bagi
Myanmar
Tinjauan Kebijakan Luar Negeri Terhadap Quite
Diplomacy Prayut Chan o Cha Dalam Merespon Kudeta Myanmar
Terkait
dengan kepentingan Thailand dengan Myanmar hal ini� dapat ditinjau dari bagaimana Morgenthau
mendefinisikan quiet diplomacy sebagai mekanisme dalam mencapai
kepentingan nasionalnya Thailand dalam hal keamanan, kedaulatan, dan
stabilitas. Hadirnya langkah quiet diplomacy yang diambil oleh Thailand
menunjukkan adanya implikasi dari kepentingan nasional yang menjadi salah satu
unsur penting dalam hubungan internasional yang merupakan hak bagi tiap negara
untuk menentukan arah politik luar negerinya dalam mencapai posisinya di
panggung internasional. Hal ini sejalan dengan bagaimana Thailand memanfaatkan
kepentingan nasionalnya dalam hal keamanan negara, stabilitas politik,
kepentingan ekonomi, pengaruh politik dan stabilitas internal sebagai faktor penting
dalam menentukan kebijakan luar negerinya terhadap kudeta Myanmar dalam bentuk quiet
diplomacy. Kebijakan quiet diplomacy diterapkan oleh Thailand
terhadap Myanmar dapat dipahami sebagai bagian dari strategi yang lebih luas
untuk melindungi kepentingan nasional, memelihara stabilitas regional, dan
mempromosikan nilai-nilai ASEAN dalam menangani konflik dan krisis di negara-negara
anggotanya. Terkait hal yang mendasari terbentuknya kebijakan yang ditetapkan
oleh Prayut dalam merespon kudeta Myanmar juga menunjukkan gambar terkait
bagaimana Morgenthau mendefinisikan kepentingan nasional sebagai faktor
pendukung dalam upaya melindungi identitas politik terkait dengan
mempertahankan rezim ekonomi dan politik hingga perlindungan terhadap kultur
yang berasal dari faktor historis.
Kebijakan
luar negeri berupa quiet diplomacy hadir sebagai produk dari kepentingan
nasional Thailand yang dilakukan secara baik dan efektif tanpa menimbulkan
risiko berlebihan sehingga tetap menjaga hubungan antar aktor negara yang
sedang beraliansi. Proses diplomasi ini dianggap berhasil karena Thailand
memanfaatkan pendekatan yang tidak meningkatkan senstivitas kudeta dengan
memanfaatkan faktor ikatan budaya, sejarah dan ekonomi yang memudahkan Thailand
menyesuaikan dinamika yang terjadi di Myanmar dibandingkan dengan negara
lainnya dan ASEAN. Hal ini disebabkan karena faktor kepercayaan terhadap ASEAN
terkait dengan pemerintahan militer dan isolasi diplomatik sehingga membuat
Myanmar memandang ASEAN dengan sisi negatif dan memilih untuk meningkatkan hubungan
bilateral yang lebih menguntungkan dengan Thailand dan Tiongkok. Selain itu,
adanya prinsip non intervensi juga membuat Myanmar memandang ASEAN sebagai
salah satu aktor regional yang tidak memiliki kredibilitas dalam menjalankan
prinsipnya sehingga membuat pihak junta kurang dalam mengimplementasikan lima
poin konsensus yang disepakati.
Oleh
karena itu, dengan memanfaatkan hubungan sejarah, politk dan ekonomi antar
kedua negara yang juga relavan dengan kepentingan dari kedua negara proses
mencapai kepentingan menjadi proses membangun kerjasama yang memiliki kebutuhan
yang sama sehingga menciptakan sebuah kesepakatan dan menjadi tujuan umum dari
proses hubungan internasional. Perdana Menteri Prayut berupaya untuk membangun
kepercayaan dan keyakinan pemimpin militer Myanmar dengan melakukan pendekatan
non konfrontasional melalui quiet diplomacy sehingga berpotensi
mengurangi ketegangan dan ketidakstabilan politik yang berpengaruh terhadap
stabilitas kawasan. Negosiasi yang dilakukan oleh Prayut ini juga sejalan
dengan pemahaman Jack C. Plano dan Roy dalam memandang kebijakan luar negeri
sebagai suatu keputusan yang di putuskan secara bijaksana dan dengan
perhitungan strategis memiliki tujuan utama memajukan kepentingan nasional
Thailand, tanpa terlibat dalam konflik ideologi atau perselisihan yang dapat
mengancam stabilitas atau keamanan. Konsep kepentingan nasional ini juga
melihat Prayut sebagai pengambil keputusan yang dianggap telah menganalisis dan
menilai suatu kondisi yang dilihat dari baik motivasi, strategi, dan implikasi
diplomasi diam-diam dalam mencapai tujuan kebijakan luar negeri Thailand dalam
lingkungan internasional yang kompleks dan dinamis.
Selain
itu kebijakan luar negeri yang dipandang sebagai suatu hal yang dapat
memberikan motivasi, strategi dan implikasi terhadap hubungan internasional.
Mendorong Thailand dalam memainkan perannya sebagai aktor pendiri ASEAN dalam
menerapkan prinsip non intervensi sebagai tonggak ASEAN dalam melakukan
pendekatan dengan negara anggotanya melalui quiet diplomacy. Prayut di
lihat cukup efektif dalam memanfaatkan peluang dalam proses pengambilan
keputusan yang telah diputuskan secara rasional dan penuh pertimbangan dengan
mengindari ikut campur publik dan reaksi yang berlebihan seperti bagaimana
Holsti mendefinisikan proses pembentukan kebijakan luar negeri tersebut.
Pendekatan secara perlahan juga membangun kepercayaan junta terhadap Thailand
dengan memandang pendekatan yang dilakukan oleh Thailand tidak memberikan
ancaman dan lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan negara-negara Barat atau
negara-negara yang memiliki sejarah menantang kekuasaan militer Myanmar.
Sehingga dengan mudah membangun persepsi positif yang dapat memfasilitasi
proses komunikasi dua arah antara Myanmar dan Thailand menjadi lebih terbuka.
Sambil menjaga stabilitas dan kontrol dalam negeri dengan menghindari
kontroversi atau kerusuhan publik terkait dengan isu-isu kebijakan luar negeri yang
sensitive melalui quiet diplomacy sehingga pemerintah lebih mudah
untuk mengelola persepsi masyarakat dan mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh
Thailand.
Sehingga
Prayut sebagai mantan jenderal militer dan kepala pemerintahan, memiliki
otoritas dan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan kebijakan luar negeri.
Gaya kepemimpinan, preferensi, dan hubungan pribadinya dengan aktor-aktor kunci
mungkin memainkan peran penting dalam membentuk arah dan efektivitas diplomasi
diam-diam. Namun, dalam mengambil sebuah keputusan berupa kebijakan luar negeri
Prayut juga harus mempertimbangkan dinamika politik dalam negeri dan opini
publik ketika melakukan diplomasi diam-diam. Meskipun negosiasi yang bijaksana
dapat membantu menghindari kontroversi atau pertentangan publik, pemerintah
harus memastikan bahwa keputusan kebijakan luar negerinya sejalan dengan
kepentingan dan nilai-nilai masyarakat yang lebih luas untuk mempertahankan
legitimasi dan dukungan.
KESIMPULAN
Kebijakan luar negeri
Thailand yang dipimpin oleh Prayut Chan o Cha melalui kebijakan quite
diplomacy atau diplomasi yang tenang menjadi upaya Thailand dalam menekan
intensitas kerugian yang disebabkan oleh kudeta Myanmar. Kebijakan ini juga
dipilih oleh Prayut dengan tujuan untuk mempertahankan stabilitas regional dari
ketidak pastian politik Myanmar yang diikuti dengan upaya melindungi
kepentingan nasional Thailand, terutama di wilayah perbatasan yang berbatasan
langsung dengan Myanmar. Pendekatan melalui quite diplomacy juga
menunjukan sika Thailand yang tidak ingin memperburuk situasi dengan mengambil
sikap yang lebih tertutup dan tidak konfrontatif dibandingkan negara-negara
ASEAN lainnya yang lebih vokal dalam mengecam kudeta tersebut. Selain itu
melihat kegagalan ASEAN yang dihadapi oleh tantangan besar dalam menurunkan
intensitas konflik di Myanmar akibat prinsip non-intervensi yang dipegang
teguh, serta perbedaan pandangan yang signifikan antar negara anggota dan
adanya pengaruh eksternal dari negara-negara besar seperti China dan Rusia
turut memperumit situasi politik di Myanmar yang membuat ASEAN mengalami
kesulitan dalam menekan konflik di Myanmar dan menjalan resolusi konflik yang
telah dibahas pada KTT darurat. Sehingga melalui kebijakan quiet diplomacy
dibawah pimpinan Prayut Thailand berupaya untuk memanfaatkan hubungan historis
antara elit militer kedua negara serta pengalaman Thailand dengan pemerintahan
militer Myanmar. Kebijakan ini dinilai lebih efektif dibandingkan pendekatan
negara-negara ASEAN lainnya yang lebih terbuka dan tegas dalam mengecam kudeta
Myanmar. Lebih jauh, kebijakan luar negeri ini juga mencerminkan bahwa
keputusan politik luar negeri dipengaruhi oleh pertimbangan rasional, faktor
psikologis, pengalaman masa lalu, serta tekanan dari aktor-aktor internal dan
eksternal seperti yang di paparkan oleh Allison. Thailand juga terus berupaya
untuk berperan sebagai mediator dalam konflik Myanmar dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menjaga stabilitas regional. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan pentingnya kebijakan luar negeri yang efektif dan seimbang, yang mempertimbangkan kepentingan nasional dan keamanan manusia dalam menangani situasi konflik seperti kudeta Myanmar. Kebijakan quiet diplomacy yang diterapkan
oleh Thailand dapat menjadi contoh
bagi negara lain dalam menavigasi
situasi politik yang kompleks
dengan pendekatan yang lebih berhati-hati
dan diplomatis.
REFERENSI
19 CIVIL SOCIETY ORGANIZATIONS. (2023,
May 25). CIVIL DISOBEDIENCE MOVEMENT: A FOUNDATION OF MYANMAR�S SPRING
REVOLUTION AND FORCE BEHIND MILITARY�S FAILED COUP. Retrieved 2024 from
Progressive Voice Myanmar:
https://progressivevoicemyanmar.org/2023/05/25/civil-disobedience-movement-a-foundation-of-myanmars-spring-revolution-and-force-behind-militarys-failed-coup/#:~:text=The%20Civil%20Disobedience%20Movement%20%28CDM%29%20is%20one%20of,the%20key%20reasons%20w
A. Pribadi, B. (2009). Model Desain
Sistem Pembelajaran. jakarta: PT Dian Rakyat.
Agung Setyawan, A. S. (2020). Peran
Guru dalam Pembelajaran SD Pangpong. LPPM IKIP PGRI Bojonegoro, 2.
Alauddin, A. (2021, April 20). Kudeta
Myanmar dan Stabilitas Kawasan ASEAN. Retrieved 2024 from CNBC Indonesia:
https://www.cnbcindonesia.com/opini/20210409042332-14-236409/kudeta-myanmar-dan-stabilitas-kawasan-asean
Allison, G. (1969). Conceptual
Models and the Cuban Missile Crisis. The American Political Science Review
(Vol. 63). American Political Science Association.
doi:https://doi.org/10.2307/1954423
Anitah, S. (2007). Strategi
Pengajaran Fisika. Jakarta: Universitas Terbuka.
AsianPower. (2023, Mei 17). Thailand
gas imports from Myanmar drop to 15% in 2021: report. Retrieved 2024 from
Asian Power:
https://asian-power.com/power-utility/news/thailand-gas-imports-myanmar-drop-15-in-2021-report
Astaga, N. (2016, January 20). Thailand
and Myanmar: Traditional rival now brother in arm. Retrieved 2024 from
The Stairs:
https://www.straitstimes.com/asia/thailand-and-myanmar-traditional-rivals-now-brothers-in-arms
Brian, & Tidarat. (2023, August
30). Why Thailand Should Mediate the Crisis in Myanmar. Retrieved 2024
from The Diplomat:
https://thediplomat.com/2023/08/why-thailand-should-mediate-the-crisis-in-myanmar/
Brian, & Tidarat. (2023, August
30). Why Thailand Should Mediate the Crisis in Myanmar. Retrieved 2024
from The Diplomat: https://thediplomat.com/2023/08/why-thailand-should-mediate-the-crisis-in-myanmar/
Corbin, J., & Strauss, A. (1990,
Desember). Grounded Theory Research: Procedures, Canons and Evaluative. Zeitschrift
f�r Soziologie, . 418-427. Retrieved November, 2023 from
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=9bb88416c8e9a37bJmltdHM9MTY5OTQ4ODAwMCZpZ3VpZD0wZTQ0MTk3NS01YjFmLTZjNTMtMmZiNS0wYmJkNWE0OTZkMGUmaW5zaWQ9NTIxMQ&ptn=3&hsh=3&fclid=0e441975-5b1f-6c53-2fb5-0bbd5a496d0e&psq=Strauss+%26+Corbin%2c+1990&u=a1aHR0cHM6Ly93d3cuZGVncnV
Daradjat, Z. (2008). Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Askara.
Dariyo, A. (2008). Psikologi
Perkembangan Dewasa Muda. jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.(2009).
Sistem Pendidikan.
Dee, K. (2023, February 14). Quiet
Diplomacy: How Quiet Thailand's Diplomacy Has Been in the Myanmar Crisis.
Retrieved 2024 from The 101. world: https://www.the101.world/quiet-diplomacy/
Ebbighausen, R. (2021, Maret 3). Kudeta
Myanmar: Sikap ASEAN yang Terpecah. From DW:
https://www.dw.com/id/sikap-asean-yang-terpecah-atas-myanmar/a-57052708
Hakiem, F., Indrasari, A., &
Hasanah, T. (2022). PENGARUH KUDETA MILITER MYANMAR TERHADAP STABILITAS. Review
of International Relations, 4. doi:10.24252/rir.v4i2.32655
Hammam, H. b. (2007). Perilaku Nabi
SAW Terhadap Anak-Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Haryoko, P., Bahartiar, & Arwadi,
F. (2020). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Konsep, Teknik, dan
Prosedur Analisis (Pertama ed.). Makassar: Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar. Retrieved November, 2023
herdiansyah, H. (2019). Metodologi
Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial: Perspektif Konvensional dan.
Jakarta: Salemba Humanika.
Hermansyah, N. H. (2017). Hubungan
antara Motivasi Belajar dan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2 Bandar Lampung Tahun 2016/2017. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, Volume. 3 No. 2.
Hidayah Rochandhito, N. L. (2023).
Inovasi Kreativitas Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1. Jurnal Penelitian
dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 21-22.
Hidayah, N. (2016). Strategi
Pengajaran Tahfidz Al-Qur'an di Lembaga Pendidikan. Ta'allum. Jurnal Pendidikan Islam, 63.
Holsti, K. (1939). Politik
intenasional :kerangka untuk analisis (2=4 ed.). (H. Sinaga, Ed., &
M. Tahir, Trans.) Jakarta: Erlangga. Retrieved 1988
Ihalauw, J. J. (2003). Bangunan
Teori. Fakultas Ekonomu Universitas Kristen Satya Wacana. Retrieved
November, 2023
Ilyas, M. (2020). Metode Muraja'ah
Dalam Menjaga Hafalan Al-Qur'an. Al-Liqo, Jurnal Pendidikan Islam, 1.
Iswara, A. (2021, Mei 10). 100 Hari
Kudeta Myanmar: Rangkuman Peristiwa dan Perkembangan Terkini. Retrieved
2024 from Kompas.com:
https://www.kompas.com/global/read/2021/05/10/121633970/100-hari-kudeta-myanmar-rangkuman-peristiwa-dan-perkembangan-terkini
Iswara, A. J. (2021, Febuari 01). Pemilu
Myanmar Jadi Pangkal Kudeta Militer, Begini Ceritanya Tahun Lalu.
Retrieved 2024 from Kompas.com:
https://www.kompas.com/global/read/2021/02/01/170322870/pemilu-myanmar-jadi-pangkal-kudeta-militer-begini-ceritanya-tahun-lalu?page=all
Juanda, O. (2021, April 01). Kudeta
Myanmar, Ujian bagi Masyarakat dan Hukum Internasional. (Universitas
Nasional) Retrieved 2023 from Media Indonesia:
https://mediaindonesia.com/opini/394744/kudeta-myanmar-ujian-bagi-masyarakat-dan-hukum-internasional#google_vignette
Kholid, I. (2017). Motivasi dalam
Pembelajaran Bahasa Asing. Jurnal Tadris vol.10 No.1.
Krishnan, M. (2022, Feb 02). What
is India's relationship to Myanmar's military junta? Retrieved 2024 from
DW.com:
https://www.dw.com/en/india-walks-diplomatic-tightrope-on-myanmars-military-junta/a-62685316
Kurlantzick, J. (2022, August 29). ASEAN�s
Complete Failure on Myanmar: A Short Overview. Retrieved 2024 from
Council on Foreign Relations:
https://www.cfr.org/blog/aseans-complete-failure-myanmar-short-overview
M. Quraisy, S. (2006). Menyingkap
Tabir Ilahi Al-Asma Al-Husna dalam Perspektif Al-Qur�an. jakarta: Lentera
Hati.
Maliki, M. (2021, Maret 17). Bagaimana
Sikap ASEAN terhadap Krisis Myanmar? Retrieved 2024 from Media Indonesia:
https://mediaindonesia.com/opini/391045/bagaimana-sikap-asean-terhadap-krisis-myanmar#:~:text=Secara%20publik%2C%20ASEAN%20mengeluarkan%20pernyataan%3A%20ASEAN%20peduli%20atas,dan%20rekonsiliasi%20demi%20keberlangsungan%20kehidupan%20bersama%20ialah%20pen
Manna�, A.-Q. (2006). Pengantar
Studi Ilmu Al-Quran, terj. Mabahits fi �Ulumil Qur�an. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Marjani, N. (2023, April 26). India
Faces a Two-Front Challenge From Post-Coup Myanmar. Retrieved 2024 from
The Diplomat:
https://thediplomat.com/2023/04/india-faces-a-two-front-challenge-from-post-coup-myanmar/
Mela Nuraisah, M. P. (2018). Pengaruh
Pendekatan Pembelajaran Induvidual Terhadap capaian Target Hafalan Al-Qur'an.
Pendidikan Agama Islam, 125.
Morgenthau, H. (1949). National
Interest and moral principles in foreign policy. American Scholar.
Retrieved 2024
Muhammad, M. (2021, Juni 19). Majelis
Umum PBB Kecam Kudeta Myanmar dan Desak Embargo Senjata. Retrieved 2024
from Kompas.id:
https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/06/19/majelis-umum-pbb-kecam-kudeta-myanmar-dan-desak-embargo-senjata/?status=sukses_login&status_login=login
Muizzudin. (2021). Aku dan
Al-Qur'an. Guepedia.
NationTV. (2021, March 31). "Pitha"
Slams Foreign Policy "Big Tu" Failure Please Stop Supporting the
Burmese Military Junta to Kill Civilians. Retrieved 2024 from Nation
Story: https://www.nationtv.tv/news/378819809
Neuchterlein, D. E. (1978). National
Interests And Presidential Leadership: The Setting Of Priorities (1st
Edition ed.). Routledge, New York. doi:https://doi.org/10.4324/9780429047459
Niseiy, S. (2021, December 16). Cambodia�s
Myanmar Crisis Diplomacy: Give Talks a Chance. Retrieved 2024 from The
Diplomat:
https://thediplomat.com/2021/12/cambodias-myanmar-crisis-diplomacy-give-talks-a-chance/
Nurita Juliasari, d. B. (2016).
Hubungan Antara Manajemen Waktu Belajar, Motivasi Belajar, Dan Fasilitas
Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VIII Sekecamatan
Danurejan Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Matematika Vol 4 No 3, 2.
Poerwadarminta. (2007). Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ra�uf, A. A. (2009). Anda Pun Bisa
Menjadi Hafidz Al-Qur‟an. Jakarta timur: Markaz Al-Qur�an.
Rahmah, A. (2015, Juni). Kebijakan
Pemerintah Thailand dalam Mengatasi Human Trafficking dan Implikasinya
terhadap Keamanan di Kawasan Asia Tenggara. Retrieved November, 2023 from
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=ec2632eb73ee02e9JmltdHM9MTY5OTQ4ODAwMCZpZ3VpZD0wZTQ0MTk3NS01YjFmLTZjNTMtMmZiNS0wYmJkNWE0OTZkMGUmaW5zaWQ9NTE3Mg&ptn=3&hsh=3&fclid=0e441975-5b1f-6c53-2fb5-0bbd5a496d0e&psq=Kebijakan+Pemerintah+Thailand+Dalam+Mengatasi+Human+Tr
Ranada, P. (2021, Feb 1). Philippines
refuses to �interfere,� calls Myanmar coup �internal matter�. Retrieved
2024 from Rappler:
https://www.rappler.com/world/asia-pacific/philippines-statement-myanmar-military-coup/
Rohmat, K. (2016). Kamus Populer
Bahasa Indonesia. Jakarta: Bee Media.
Sabri, A. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Ciputat: Quantum Teaching.
Sahal, H. (2012, November Sabtu, 24). Halaqah.
From Nu Onlie: https//WWW.nu.or.id/nasional/halaqah-EGGfq
Sanglee, T. (2021, December 22). Explaining
Thailand's Quiet Diplomacy in Myanmar. Retrieved 2023 from The Diplomat:
https://thediplomat.com/2021/12/explaining-thailands-quiet-diplomacy-in-myanmar/
Sardiman, A. (2010). Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sebayang, R. (2021, March 05). Kronologi
Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah. Retrieved 2023 from IDN
Times:
https://www.idntimes.com/news/world/rehia-indrayanti-br-sebayang/kronologi-lengkap-kudeta-myanmar-yang-picu-demo-berdarah?page=all
Sebayang, Rehia. (2021, Maret 05). Kronologi
Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah. From IDN Times:
https://www.idntimes.com/news/world/rehia-indrayanti-br-sebayang/kronologi-lengkap-kudeta-myanmar-yang-picu-demo-berdarah?page=all
Sicca , S. (2021, Januari 30). Kudeta
Militer Myanmar, Ini Rentetannya dari Hasil Pemilu yang Dituduh Curang.
Retrieved 2024 from Kompas.com:
https://www.kompas.com/global/read/2021/01/30/135022870/kudeta-militer-myanmar-ini-rentetannya-dari-hasil-pemilu-yang-dituduh?page=all#page2
Simaseda. (20017, September 10). Buku
Mutaba'ah Harian Siap Print. From http://simaseda.blogspot.co.id :
http://simaseda.blogspot.co.id
Sorensen, G., Moller, J., &
Jackson, R. (2022). Introduction to International Relations: Theories and
Approaches (Eight ed.). Oxford, United Kingdom: Oxford University Press.
Retrieved November, 2023
Storey, I. (2023, Nov 21).
Myanmar-Russia Relations Since the Coup: An Ever Tighter. ISEAS
Perspective. Retrieved 2024 from
https://www.iseas.edu.sg/articles-commentaries/iseas-perspective/2023-92-myanmar-russia-relations-since-the-coup-an-ever-tighter-embrace-by-ian-storey/
Sulaeman, D. Y. (2007). Mukjizat
Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al-Qur�an. Depok: Pustaka Iman.
Sumiati. (2012). Pengaruh Lingkungan
Belajar Siswa Terhadap Motivasi Belajar dan Implikasinya terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Syariah Di Smp Kota Tasikmalaya. Jurnal
Pendidikan Ekonomi dan Koperasi, Vol. 7,, 4.
Susanto, G., Seba, R., & Fretes,
C. (2023). Analsisi Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pasca Kudeta
Myanmar Tahun 2021. Jurnal Impresi Indonesia, 2, 453 - 454. Retrieved
2024 from
https://www.researchgate.net/publication/373314753_Analisis_Terjadinya_Pelanggaran_Hak_Asasi_Manusia_HAM_Pasca_Kudeta_Myanmar_Tahun_2021
Syaiful Bahri Djarmarah, A. Z. (2006).
Strategi Belajar Mengajar. jakarta: Rineka Cipta.
Tita. (2021, December 22). Explaining
Thailand�s Quiet Diplomacy in Myanmar. Retrieved 2024 from The Diplomat:
https://thediplomat.com/2021/12/explaining-thailands-quiet-diplomacy-in-myanmar/
Tita. (2021, December 22). Explaining
Thailand�s Quiet Diplomacy in Myanmar. From The Diplomat:
https://thediplomat.com/2021/12/explaining-thailands-quiet-diplomacy-in-myanmar/
Ulya, F., & Santosa, B. (2023,
September 05). Berjuang Selesaikan Konflik Myanmar, RI Sudah Lakukan 145
Pendekatan. Retrieved 2024 from Nasional Kompas:
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/05/16572991/berjuang-selesaikan-konflik-myanmar-ri-sudah-lakukan-145-pendekatan
Umar, A. R. (2014). The National
Interest in International Relations Theory. Indonesian Journal of
International Studies (IJIS).
doi:https://doi.org/10.22146/globalsouth.28841
Widia, T. (2018, Oktober). ANALISIS
KEBIJAKAN THAILAND DALAM SENGKETA. Retrieved November, 2023 from
https://www.bing.com/ck/a?!&&p=a12a4aa67916c902JmltdHM9MTY5OTQ4ODAwMCZpZ3VpZD0wZTQ0MTk3NS01YjFmLTZjNTMtMmZiNS0wYmJkNWE0OTZkMGUmaW5zaWQ9NTE3Ng&ptn=3&hsh=3&fclid=0e441975-5b1f-6c53-2fb5-0bbd5a496d0e&psq=Analisisi+Kebijakan+Thailand+Dalam+Sengketa+Perbatasan
Wong, B., & Yingcharoen, T. (2023,
August 30). Why Thailand Should Mediate the Crisis in Myanmar : The case
for proactive, multilateral, pro-peace diplomacy. Retrieved 2024 from The
Diplomat:
https://thediplomat.com/2023/08/why-thailand-should-mediate-the-crisis-in-myanmar/
Wong, L. (2022, Februari 1). Myanmar
coup: 1 Last year with the diplomatic work that Thailand chose to show.
Retrieved 2024 from BBC News Thai: Myanmar coup: 1 Last year with the
diplomatic work that Thailand chose to show.
Yasin, A. B. (2015). Agar Sehafal
al-Fatihah �Trik dan Tips Jitu Menghafal al-Qur�an. Jakarta: Hilal Media.
Yasmin, M. (2013). Strategi Metode
Dalam Pembelajaran . Jakarta: GP Press Group.