EVALUASI PROSES BISNIS LAYANAN MAHASISWA BARU DI PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN CAPABILITY MATURITY MODEL INTEGRATION

 

 

Tirta Anhari1, Ford Lumban Gaol2, Takuro Matsuo3, M. Asep Rizkiawan4

1 Computer Science Department, BINUS Graduate Program - Master of Computer Science, Bina Nusantara University, Jakarta 11480, Indonesia.

2 Computer Science Department, BINUS Graduate Program � Doctor of Computer Science, Bina Nusantara University, Jakarta 11480, Indonesia.

3 Advanced Institute of Industrial Technology, Tokyo, Japan.

4 Electrical Engineering Department, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta, Indonesia.

* Email untuk Korespondensi: 1*[email protected] , 2 [email protected] , 3[email protected], 4[email protected]

 

Kata kunci:

Maturitas Proses Bisnis, Capability Maturity Model Integration (CMMI), Layanan Mahasiswa Baru

 

Keywords:

business process maturity, Capability Maturity Model Integration (CMMI), new student services

 

ABSTRAK

 

Proses bisnis merupakan hal penting yang dapat menentukan kesuksesan dan keselarasan dari tujuan suatu perusahaan atau organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa matang proses bisnis layanan mahasiswa baru di Universitas XYZ, yang mencakup semua langkah dari pendaftaran hingga orientasi mahasiswa baru. Proses bisnis di ukur tingkat kematangannya menggunakan capability maturity model integration (CMMI). Tingkat kematangan CMMI terdiri dari Initial, managed, defined, quantitatively managed, dan optimizing. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang di isi oleh 16 informan yang terlibat pada layanan mahasiswa baru. Setelah itu, Dilakukan analisis data untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dalam proses bisnis saat ini. Menurut hasil penelitian, proses bisnis layanan mahasiswa baru di Universitas XYZ berada pada tingkat maturitas pada level 4 �quantitatively managed� dengan skor 5,34. Dalam makalah ini juga peneliti memberikan saran untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan maturitas ke-yang lebih tinggi pada Universitas XYZ dan tentunya dapat meningkatkan layanan dan kepuasan mahasiswa baru melalui penelitian ini.

Business processes are important things that can determine the success and alignment of the goals of a company or organization. This research aims to find out how mature the new student service business process is at XYZ University, which includes all steps from registration to new student orientation. Business processes are measured for maturity using the capability maturity model integration (CMMI). The CMMI maturity level consists of Initial, managed, defined, quantitatively managed, and optimizing. Data was collected through a questionnaire filled out by 16 informants involved in new student services. After that, data analysis was conducted to find the strengths and weaknesses in the current business process. According to the results of the study, the new student service business process at XYZ University is at maturity level 4 "quantitatively managed" with a score of 5.34. In this paper, the researcher also provides suggestions for making continuous improvements in order to increase the maturity to a higher level at XYZ University and of course improve new student services and satisfaction through this research.

Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA .

This is an open access article under the CC BY-SA license.

 

 

 

 

PENDAHULUAN

Salah satu komponen utama operasi sebuah universitas adalah layanan mahasiswa baru. Dalam proses ini, ada banyak kegiatan yang membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan akademik dan administratif yang baru dari awal hingga akhir. Proses bisnis layanan penerimaan mahasiswa baru (PMB) adalah bagian penting dari manajemen institusi pendidikan tinggi. Tujuan PMB adalah untuk mengidentifikasi dan menerima siswa yang berkualitas tinggi yang melibatkan berbagai tahap, mulai dari pendaftaran, seleksi, hingga penerimaan resmi mahasiswa. Secara umum, proses ini mencakup mengelola informasi calon mahasiswa, mengevaluasi berkas pendaftaran, menjadwalkan ujian seleksi, dan memberikan informasi tentang hasil dan hasil penerimaan. Dalam situasi seperti ini, proses bisnis layanan PMB harus diatur dengan baik untuk memastikan bahwa penerimaan mahasiswa transparan dan efisien (Pramartha & Mimba, 2020),(James et al., 2023), (Galar et al., 2023) Menurut (Vasconcelos et al., 2019),(Bhoir & Patil, 2021), (Bhoir & Patil, 2021) menyatakan bahwa keberhasilan sistem PMB sangat bergantung pada manajemen data yang tepat dan integrasi teknologi. Sebaliknya, (Kerimbayev et al., 2016) menunjukkan bahwa penggunaan sistem manajemen informasi canggih dapat meningkatkan akurasi dan kecepatan proses seleksi. juga menggaris bawahi betapa pentingnya pengalaman pengguna yang baik selama proses pendaftaran untuk memastikan bahwa calon mahasiswa puas juga menggaris bawahi betapa pentingnya pengalaman pengguna yang baik selama proses pendaftaran untuk memastikan bahwa calon mahasiswa puas

Namun, dalam praktiknya, banyak perguruan tinggi yang masih menghadapi tantangan dalam mengelola proses bisnis layanan mahasiswa baru secara efektif. Berbagai permasalahan sering muncul, seperti birokrasi yang berbelit, keterlambatan dalam penyampaian informasi, hingga kurangnya koordinasi antar bagian terkait. Hal ini tidak hanya berdampak negatif pada efisiensi operasional perguruan tinggi, tetapi juga menurunkan kepuasan mahasiswa baru, yang dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap institusi.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan ekspektasi mahasiswa, perguruan tinggi dituntut untuk terus meningkatkan kualitas layanan mereka. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengevaluasi dan meningkatkan proses bisnis layanan mahasiswa baru menggunakan metode yang terstruktur dan terbukti efektif. Dalam konteks ini, Capability Maturity Model Integration (CMMI) muncul sebagai pendekatan yang relevan (C.-Y. Chen & Lee, 2022), (Keshta, 2022) (Khraiwesh, 2020) CMMI adalah kerangka kerja yang digunakan secara luas untuk menilai dan meningkatkan proses bisnis dalam berbagai industri, termasuk pendidikan. Dengan menggunakan CMMI, perguruan tinggi dapat mengukur tingkat kematangan proses bisnis mereka, mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi. Implementasi CMMI tidak hanya membantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses, tetapi juga mendorong perguruan tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan dan terus berinovasi (Frangky, 2022).

Menggunakan CMMI dalam evaluasi proses bisnis layanan mahasiswa baru di perguruan tinggi adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan mampu memenuhi kebutuhan dan harapan mahasiswa secara optimal. Evaluasi ini juga penting untuk menciptakan sistem yang responsif, terukur, dan terus berkembang, yang pada akhirnya akan meningkatkan reputasi perguruan tinggi dan kepuasan mahasiswa. Universitas XYZ berupaya meningkatkan proses ini untuk memberikan pengalaman terbaik bagi mahasiswa baru. Langkah penting untuk memahami dan meningkatkan layanan organisasi adalah mengukur maturitas proses bisnis (Chakrabarti et al., 2018), (Фесенко, 2017) Pada penelitian ini, penulis melakukan pengamatan, studi literatur dan pengumpulan data tentang proses bisnis penerimaan mahasiswa baru di Universitas XYZ.

 

 

METODE

Untuk menilai maturitas proses bisnis layanan mahasiswa baru di Universitas XYZ, model Capability Maturity Model Integration (CMMI) digunakan. Lima tingkat maturitas yang dievaluasi: awal, manajemen, definisi, manajemen kuantitatif, dan optimization. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada staf administrasi penerimaan mahasiswa baru, tim pengembang sistem informasi dan staf akademik yang terdiri dari 16 informan. Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk mengetahui bagaimana responden melihat proses bisnis saat ini efektif dan efisien. Berikut langkah-langkah pada penelitian ini.

 

Gambar 1 Metodologi penelitian

 

Penulis melakukan pengamatan objek penelitian, ditempat studi kasus dan mengidentifikasi objek penelitian. Proses bisnis penerimaan mahasiswa baru di Universitas XYZ terdiri beberapa proses dan melibatkan actor. Dari hasil identifikasi tersebut, ditemukan Batasan masalah, yaitu mengukur maturitas proses bisnis penerimaan mahasiswa baru dengan metode CMMI. Dengan framework CMMI, penulis mengembangkan kuesioner yang mengacu pada frameworknya. Setelah dilakukan pengambilan data dan Analisa data, penulis melakukan pengukuran dan penulisan laporan.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam mengukur tingkat maturitas atau kematangan proses bisnis pada penerimaan mahasiswa baru dilakukan dengan menggunakan lima dimensi diantaranya Proses Belajar Mengajar, Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim, Sumber Daya dan Infrastruktur, Metode Evaluasi berdasarkan penelitian (Garbin et al., 2022). Data untuk penentuan tingkat maturitas diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh 16 informan yang terlibat pada penerimaan mahasiswa baru. Selanjutnya penentuan indikator setiap dimensia yang bersifat praktikal. Tahap selanjutnya, skor rata-rata dari setiap dimensi dari setiap informan digunakan untuk mengukur tingkat maturitas program penerimaan mahasiswa baru. Penelitian ini mendasarkan model maturitas pada model lima tingkat berdasarkan teori CMM.� Titik potong berikut ditetapkan: tingkat satu mencapai skor rata-rata dari 1 hingga 5; tingkat (level) satu dimana skor rata-rata nilai 0 hingga 1,4; tingkat dua mencakup perusahaan dengan skor CMMI rata-rata 1,5 hingga 2,8; tingkat tiga dengan skor CMMI rata-rata 2,9 hingga 4,2; dan level empat dengan skor CMM rata-rata 4,3 hingga 5,6 dan level lima dengan skor BPMM rata-rata 5,7 hingga 7.

Gambar 2 Tingkat Kematangan Proses Bisnis PMB Berdasarkan CMMI

 

Menurut hasil olah data, penerapan yang paling baik adalah dimensi Proses Belajar Mengajar diikuti oleh dimensi Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim, Metode Evaluasi dan Sumber Daya dan Infrastruktur. Berdasarkan rata-rata total seluruh dimensi pada CMMI, program Penerimaan Mahasiswa Baru universitas XYZ sebesar 5,34 atau level 4. Hal ini menandakan masih terdapat ruang untuk perbaikan dalam seluruh proses bisnis. Berikut merupakan penjelasan setiap dimensi.

Proses Belajar Mengajar

Dimensi Proses Belajar Mengajar terdiri dari dua indikator diantaranya keterlibatan aktif anggota dan pengakuan institusi serta tanggung jawab program. Dimensi ini memiliki nilai 5,84. Hal ini menunjukan bahwa dimensi ini telah mencapai level lima walaupun masih tahap awal. Dimensi proses Belajar Mengajar memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja organisasi dan mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip CMMI ke dalam praktik pengajaran dan pembelajaran, lembaga pendidikan dapat mengupayakan perbaikan berkelanjutan, efisiensi, dan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikannya.

 

Tabel 1. Hasil Dimensi Proses Belajar Mengajar

Indikator

Nilai Rata-Rata

Pendekatan aktif keterlibatan semua anggota pada Program penerimaan mahasiswa dan diakui sebagai salah satu bagian dari institusi

5,87

Tanggung Jawab program tidak hanya terbatas pada ketua

5,81

Rata-Rata Total

5,84

 

Hasil tersebut menandakan bahwa program penerimaan mahasiswa baru pada universitas XYZ cukup baik. Program penerimaan mahasiswa baru menurut informan memiliki struktur organisasi yang baik. Dalam CMMI, dimensi �Pengajaran dan Pembelajaran� mengacu pada kemampuan organisasi untuk mentransfer pengetahuan secara efektif dalam organisasi. Dimensi ini menilai seberapa baik organisasi mendidik anggotanya, menyebarkan pengetahuan, dan menumbuhkan budaya pembelajaran dan pengembangan keterampilan. Nilai yang tinggi pada dimensi Pengajaran dan Pembelajaran menunjukkan bahwa organisasi mempunyai program pelatihan yang dikembangkan dengan baik yang mencakup berbagai topik yang relevan dengan peran dan tanggung jawab karyawannya. Program-program ini komprehensif, diperbarui secara berkala, dan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik berbagai departemen atau tim.

Selain itu, terdapat budaya berbagi pengetahuan dalam organisasi, di mana karyawan secara bebas bertukar informasi, praktik terbaik, dan pembelajaran. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti sesi pelatihan formal, program bimbingan, komunitas praktik, atau sistem manajemen pengetahuan. Organisasi juga menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan profesional. Karyawan didorong untuk mencari peluang belajar dan peningkatan keterampilan, baik melalui program pelatihan formal maupun inisiatif pembelajaran mandiri. Menurut informan, organisasi juga telah menetapkan mekanisme untuk memberikan umpan balik mengenai program pelatihan dan pengalaman pembelajaran. Umpan balik ini digunakan untuk terus meningkatkan kualitas dan efektivitas inisiatif pelatihan dan untuk memastikan bahwa inisiatif tersebut tetap selaras dengan tujuan dan sasaran organisasi. Dalam program PMB ini, kepemimpinan senior secara aktif mendukung dan mempromosikan budaya pembelajaran dalam organisasi. Mereka mengalokasikan sumber daya, baik finansial maupun sumber daya manusia, untuk mendukung inisiatif pelatihan dan pengembangan serta memberikan contoh dengan berpartisipasi dalam program pelatihan.

Pengembangan model kematangan, seperti CMMI, menggarisbawahi pentingnya pendampingan dan mendorong keterlibatan fakultas dalam proses belajar-mengajar (L. Chen et al., 2020). Program pengembangan organisasi kampus berfokus pada peningkatan keterampilan mengajar dan desain kurikulum akan berkontribusi terhadap keberhasilan akademik dan kolaborasi antar anggota fakultas. Selain itu, dampak sistem manajemen mutu pada proses belajar-mengajar menekankan perlunya perubahan organisasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan praktik pendidikan. Kesimpulannya, dimensi Proses Belajar Mengajar di CMMI memainkan peran penting dalam mendorong keunggulan dalam proses belajar mengajar. Melalui keterlibatan aktif anggota, penyediaan dukungan kelembagaan, dan penekanan pada bimbingan dan pengembangan fakultas, lembaga pendidikan dapat meningkatkan efektivitas pengajaran, mendorong kolaborasi antar pendidik, dan mendorong perbaikan berkelanjutan dalam praktik pendidikan.

Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim

Dimensi Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim terdiri dari tiga indikator diantaranya peningkatan proses bisnis, Kebijakan dana proyek dan dimensi ini memiliki nilai 5,39 atau mencapai level 4. Organisasi yang telah mencapai level 4 artinya telah menetapkan teknik manajemen kuantitatif untuk mengendalikan dan meningkatkan proses manajemen proyek mereka secara terus menerus, namun masih perlu peningkatan untuk mencapai level 5.

 

Tabel 2. Hasil Dimensi Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim

Indikator

Nilai Rata-Rata

Proses bisnis terus ditingkatkan

5,68

Organisasi memutuskan kebijakan dana proyek dan melibatkan stakeholders.

5,12

Lembaga mengembangkan program untuk meningkatkan kompetensi

5,37

Rata-Rata Total

5,39

 

Pada level 4, organisasi telah menetapkan teknik manajemen kuantitatif untuk memantau dan meningkatkan proses manajemen proyek mereka secara terus menerus. Indikator ini selaras dengan gagasan bahwa proses bisnis tidaklah statis melainkan terus mengalami penyempurnaan. Pada tingkat ini, organisasi secara teratur mengumpulkan data mengenai kinerja proses, menganalisisnya secara kuantitatif, dan menggunakan temuannya untuk mendorong perbaikan proses. Terdapat budaya perbaikan berkelanjutan yang tertanam dalam organisasi, di mana pemangku kepentingan berkomitmen untuk meningkatkan proses guna mencapai hasil yang lebih baik (Hegerl et al., 2021), (Wang et al., 2022) Organisasi telah membuat keputusan berdasarkan data mengenai kebijakan pendanaan proyek. Mereka telah menetapkan metode kuantitatif untuk mengevaluasi proposal proyek, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti laba atas investasi (ROI), kebutuhan sumber daya, dan penilaian risiko. Pemangku kepentingan, termasuk manajemen senior, terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan. Mereka diberikan data dan analisis kuantitatif untuk mendukung keputusan pendanaan, memastikan keselarasan dengan tujuan dan prioritas organisasi.

Organisasi juga berusaha untuk memprioritaskan pengembangan kompetensi sebagai inisiatif strategis. Mereka berinvestasi dalam program terstruktur yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tenaga kerja mereka. Program-program ini tidak bersifat ad-hoc tetapi dikembangkan berdasarkan penilaian kuantitatif terhadap kesenjangan keterampilan dan metrik kinerja. Efektivitas pelatihan diukur secara kuantitatif, dan penyesuaian dilakukan seperlunya untuk memastikan dampak maksimal. Selain itu, ada fokus pada pengembangan kompetensi yang relevan dengan manajemen proyek dan pengembangan tim, selaras dengan tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.

Level 4 dari dimensi Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim di CMMI memerlukan pendekatan sistematis dan berbasis data untuk peningkatan proses, pengambilan keputusan, dan pengembangan kompetensi. Organisasi pada tingkat ini memanfaatkan teknik manajemen kuantitatif untuk mendorong perbaikan berkelanjutan, memastikan pengambilan keputusan yang tepat, dan mendorong pengembangan tenaga kerja yang sangat terampil dan cakap.

Metode Evaluasi

Dimensi Metode Evaluasi terdiri dari dua indikator diantaranya penerapan evaluasi setiap kegiatan dan evaluasi kompetensi.� Dimensi ini memiliki nilai 5,12 atau mencapai level 4. hal ini menunjukkan tingkat kematangan dan kemampuan yang tinggi dalam praktik tata kelola dalam organisasi, meskipun masih terdapat ruang untuk peningkatan. Oleh karena itu, bersamaan dengan tingkat kematangan ini, level 4 dari dimensi Metode Evaluasi menunjukkan bahwa organisasi telah mencapai pendekatan yang cukup baik dalam mengevaluasi aktivitas dan kompetensinya. Hal ini mencakup proses yang kuat untuk menilai kinerja aktivitas individu dan secara sistematis mengevaluasi kompetensi tenaga kerja untuk mendorong perbaikan berkelanjutan dan memastikan keselarasan dengan tujuan dan sasaran organisasi.

 

Tabel 3. Hasil Dimensi Metode Evaluasi

Indikator

Nilai Rata-Rata

Organisasi mengevaluasi setiap kegiatan dan melibatkan seluruh stakeholders.

5,31

Evaluasi dilakukan pada proses pembelajaran kompetensi bagi staff dan siswa.

4,93

Rata-Rata Total

5,12

 

Pada level 4 ini, organisasi mulai menginisasi proses komprehensif untuk mengevaluasi setiap aktivitas dalam proyek atau operasi mereka. Artinya, setiap aktivitas penting yang dilakukan oleh organisasi dinilai dan diukur secara sistematis untuk memastikan aktivitas tersebut sejalan dengan tujuan dan standar kualitas yang telah ditentukan. Metode evaluasi didefinisikan dengan baik dan diterapkan secara konsisten di seluruh organisasi, mencakup berbagai aspek seperti kinerja, efisiensi, efektivitas, dan kepatuhan terhadap persyaratan peraturan. Data yang dikumpulkan dari evaluasi ini digunakan untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, membuat keputusan yang tepat, dan mendorong peningkatan berkelanjutan pada proses dan hasil organisasi.

Organisasi telah melakukan evaluasi sistematis terhadap kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerjanya. Hal ini melibatkan penilaian keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan karyawan terhadap kerangka atau standar kompetensi yang telah ditetapkan. Evaluasi kompetensi bukan sekedar penilaian yang bersifat ad-hoc atau subjektif, namun dilakukan dengan menggunakan kriteria dan metodologi yang telah ditetapkan. Data dari evaluasi kompetensi digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan keterampilan, mengembangkan rencana pelatihan yang dipersonalisasi, dan mengalokasikan sumber daya secara efektif untuk meningkatkan tingkat kompetensi angkatan kerja secara keseluruhan. Selain itu, evaluasi kompetensi dapat menginformasikan keputusan terkait perekrutan, promosi, pengembangan karir, dan perencanaan suksesi dalam organisasi.

Menerapkan evaluasi untuk setiap aktivitas memastikan bahwa organisasi memiliki cara sistematis untuk mengukur dan menilai tingkat kemampuan dan kinerja mereka saat ini di berbagai bidang. Evaluasi kompetensi memainkan peran penting dalam menilai keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan individu dalam organisasi, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan kinerja secara keseluruhan (Sukrat & Leeraphong, 2024). Selain itu, penggunaan model kematangan, seperti CMMI, memberikan organisasi kerangka kerja terstruktur untuk mengevaluasi dan meningkatkan metode dan proses evaluasi mereka. Model-model ini menyederhanakan praktik evaluasi, mendorong produktivitas, dan mendukung upaya perbaikan berkelanjutan (Tripathi et al., 2024).

Sumber Daya dan Infrastruktur

Dimensi Sumber Daya dan Infrastruktur terdiri dari dua indikator diantaranya akses infrastruktur dan material serta fleksibilitas dan perubahan proses bisnis.� Dimensi ini memiliki nilai 5 atau mencapai level 4. Hal ini menunjukkan tingkat kematangan dan kemampuan yang tinggi dalam praktik tata kelola dalam organisasi. Oleh karena itu, bersamaan dengan tingkat kematangan tata kelola ini, level 4 dari dimensi Sumber Daya dan Infrastruktur menunjukkan bahwa tingkat kematangan tata kelola yang tinggi dalam organisasi. Oleh karena itu, bersamaan dengan tingkat kematangan tata kelola ini. Organisasi telah menetapkan sistem dan proses yang kuat untuk mengelola sumber daya dan infrastruktur secara efektif. Hal ini termasuk memastikan akses yang dapat diandalkan terhadap sumber daya yang diperlukan dan mendorong fleksibilitas dalam proses bisnis untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan keadaan, yang pada akhirnya mendukung kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya secara efisien dan berkelanjutan.

 

Tabel 4. Hasil Dimensi Sumber Daya dan Infrastruktur

Indikator

Nilai Rata-Rata

Teknologi dan material dikembangkan dan dibagikan kepada seluruh stakeholders.

5,12

Semua proses bersifat fleksibel dan izinkan perubahan dalam praktiknya.

4,87

Rata-Rata Total

5

 

Organisasi telah membangun sistem yang kuat untuk memastikan akses yang andal terhadap infrastruktur dan material yang diperlukan untuk proyek atau operasi mereka. Hal ini tidak hanya mencakup penyediaan akses terhadap sumber daya fisik seperti fasilitas, peralatan, dan teknologi namun juga memastikan ketersediaan sumber daya tidak berwujud seperti data, lisensi perangkat lunak, dan kekayaan intelektual. Organisasi pada tingkat ini telah menyederhanakan proses pengadaan, pengelolaan, dan pemeliharaan sumber daya untuk meminimalkan gangguan dan mengoptimalkan pemanfaatan. Selain itu, terdapat mekanisme untuk memantau ketersediaan sumber daya dan mengatasi kendala atau kekurangan dengan segera, sehingga mendukung pelaksanaan dan pelaksanaan proyek tanpa gangguan.

Pada level ini, organisasi menunjukkan tingkat fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang relatif tinggi dalam proses bisnisnya untuk mengakomodasi perubahan secara efisien. Hal ini mencakup kemampuan untuk merespons dengan cepat perubahan internal atau eksternal, seperti perubahan permintaan pasar, persyaratan peraturan, atau kemajuan teknologi. Proses bisnis dirancang dengan mekanisme bawaan untuk manajemen perubahan, memungkinkan penyesuaian tanpa mengurangi kinerja atau kualitas. Selain itu, organisasi memanfaatkan alat dan teknik canggih, seperti otomatisasi proses, optimalisasi alur kerja, dan metodologi tangkas, untuk meningkatkan fleksibilitas dan kelincahan proses. Sudah mulai memiliki budaya inovasi dan perbaikan berkelanjutan, di mana pemangku kepentingan diberdayakan untuk mengusulkan dan menerapkan perubahan proses untuk mendorong efektivitas dan daya saing organisasi. Oleh karena itu, bersamaan dengan tingkat kematangan tata kelola ini, level 4 pada dimensi Sumber Daya dan Infrastruktur menunjukkan bahwa organisasi telah menetapkan sistem dan proses yang kuat untuk mengelola sumber daya dan infrastruktur secara efektif. Hal ini termasuk memastikan akses yang dapat diandalkan terhadap sumber daya yang diperlukan dan mendorong fleksibilitas dalam proses bisnis untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan keadaan, yang pada akhirnya mendukung kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya secara efisien dan berkelanjutan. Akses terhadap infrastruktur dan material sangat penting agar organisasi dapat beroperasi secara efisien dan efektif. Hal ini memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan tersedia untuk mendukung aktivitas dan proses bisnis. Penyelesaian dan perubahan proses bisnis akan melibatkan keberhasilan pelaksanaan tugas dan kemampuan untuk mengadaptasi proses untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang berkembang.

 

 

KESIMPULAN

Proses penerimaan mahasiswa baru di universitas XYZ melibatkan serangkaian proses bisnis yang saling berhubungan, yang masing-masing memainkan peran penting dalam memastikan proses penerimaan yang lancar dan efektif. Terdapat beberapa proses bisnis telah diidentifikasi dalam penerimaan siswa baru. Proses-proses tersebut meliputi pembentukan panitia, pencairan dana promosi, promosi penerimaan mahasiswa baru (baik online maupun offline), pendaftaran mahasiswa baru, komunikasi dengan calon mahasiswa baru, seleksi mahasiswa baru, pendaftaran ulang mahasiswa baru, dan orientasi mahasiswa baru. Selanjutnya, hasil pengukuran tingkat maturitas proses-proses tersebut dilakukan dengan pendekatan multidimensi dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti metode, budaya, tata kelola, kinerja, dan kapasitas penyerapan. Penilaian komprehensif ini memberikan wawasan berharga mengenai kekuatan dan kelemahan setiap proses, memungkinkan universitas untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan memprioritaskan upaya peningkatan secara efektif. Menurut hasil analisis data, dimensi Proses Belajar Mengajar adalah yang paling baik diterapkan, diikuti oleh Manajemen Proyek dan Pengembangan Tim, Metode Evaluasi, serta Sumber Daya dan Infrastruktur. Dengan rata-rata total seluruh dimensi sebesar 5,34 pada Capability Maturity Model Integration (CMMI), program Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas XYZ berada pada tingkat 4. Ini menunjukkan juga adanya peluang untuk meningkatkan seluruh proses bisnis. Maka dari itu terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki diantaranya; Perencanaan yang tidak terukur dan tidak memiliki data yang kuat: Kekurangan data yang kuat dalam pengambilan keputusan menyoroti pentingnya penggunaan indikator kinerja utama (KPI) dan target terukur dalam perencanaan strategis. Integrasi KPI dan target terukur menjadi penting untuk memantau kinerja, menyelaraskan upaya dengan tujuan strategis, dan mendorong perbaikan berkelanjutan. Keterbatasan komunikasi dan pembaruan waktu nyata bagi anggota tim PMB: Komunikasi real-time dan pembaruan yang tepat waktu penting untuk manajemen proyek yang efektif. Perlu disediakan saluran komunikasi yang jelas dan pembaruan waktu nyata untuk memastikan kolaborasi yang efektif, terutama dalam tim yang tersebar. Kurangnya koordinasi antar unit kerja: Koordinasi yang efektif antar unit kerja diperlukan, terutama saat menerapkan kebijakan baru. Memiliki pemimpin yang dapat berkoordinasi dengan cepat dan integrasi mekanisme koordinasi antar departemen menjadi krusial untuk memastikan efektivitas organisasi. Kurangnya pemahaman tentang strategi promosi: Komunikasi yang efektif mengenai strategi promosi menjadi penting untuk menyelaraskan tujuan organisasi dengan individu dan tim. Diperlukan komunikasi yang jelas dan komprehensif, serta program pelatihan, untuk meningkatkan pemahaman strategi promosi di antara unit kerja terkait.

 

 

REFERENSI

Bhoir, S. V., & Patil, S. (2021). ICT-based Learner-Centric Evolutionary Learning Model: An effective solution to Teaching-Learning process. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 1074(1), 12028.

Chakrabarti, D., Arora, M., & Sharma, P. (2018). Evaluating knowledge quality in knowledge management systems. Journal of Statistics Applications & Probability, 7(1), 75�84.

Chen, C.-Y., & Lee, J.-C. (2022). Comparative effects of knowledge-based antecedents in different realms of CMMI-based software process improvement success. Computer Standards & Interfaces, 81, 103599.

Chen, L., Hung, P., & Ma, H. (2020). Integrating circular business models and development tools in the circular economy transition process: A firm‐level framework. Business Strategy and the Environment, 29(5), 1887�1898.

Frangky, F. (2022). A Mengukur Tingkat Kematangan Organisasi Dalam Proses Pengembangan Perangkat Lunak Menggunakan Metode CMMI-Dev. Paradigma-Jurnal Komputer Dan Informatika, 24(2), 108�116.

Galar, H. U. N., Janga, A. U., & Sanga, F. E. O. (2023). NEW STUDENT REGISTRATION INFORMATION SYSTEM AT THE WAISUMAR STATE ELEMENTARY SCHOOL MODEL SCHOOL. JTH: Journal of Technology and Health, 74�79.

Garbin, F. G. de B., ten Caten, C. S., & Jesus Pacheco, D. A. de. (2022). A capability maturity model for assessment of active learning in higher education. Journal of Applied Research in Higher Education, 14(1), 295�316.

Hegerl, U., Heinz, I., O�Connor, A., & Reich, H. (2021). The 4-level approach: Prevention of suicidal behaviour through community-based intervention. Frontiers in Psychiatry, 12, 760491.

James, N., Loganathan, S., Nathan, R. J., Victor, V., & Ng, P. K. (2023). Integrated fuzzy AHP and TOPSIS as innovative student selection methodology at institutions of higher learning. Human Systems Management, 42(2), 179�191.

Kerimbayev, N., Akramova, A., & Suleimenova, J. (2016). E-learning for ungraded schools of Kazakhstan: Experience, implementation, and innovation. Education and Information Technologies, 21(2), 443�451.

Keshta, I. (2022). A model for defining project lifecycle phases: Implementation of CMMI level 2 specific practice. Journal of King Saud University-Computer and Information Sciences, 34(2), 398�407.

Khraiwesh, M. (2020). Measures of Organizational Training in the Capability Maturity Model Integration (CMMI�). International Journal of Advanced Computer Science and Applications, 11(2), 584�592.

Pramartha, C. R. A., & Mimba, N. P. S. H. (2020). Udayana university international student management: a business process reengineering approach. ComTech: Computer, Mathematics and Engineering Applications, 11(2), 57�64.

Sukrat, S., & Leeraphong, A. (2024). A digital business transformation maturity model for micro enterprises in developing countries. Global Business and Organizational Excellence, 43(2), 149�175.

Tripathi, A., Nassereddine, H., Sturgill, R. E., Dadi, G. B., Hatoum, M. B., & Ammar, A. (2024). People, process, and technology maturity levels for successful technology implementation by state departments of transportation. Transportation Research Record, 2678(1), 12�21.

Vasconcelos, R. M., Pinheiro, M. O., & Amaral, L. (2019). Admission to Higher Education: Difficulties felt. How to fight them? 2019 IEEE World Conference on Engineering Education (EDUNINE), 1�4.

Wang, T., Guo, J., Long, Y., & Hou, Z. (2022). Comparison of two anterior reconstructive techniques in the treatment of 3-level and 4 level cervical spondylotic myelopathy: a meta-analysis of last decade. Geriatric Orthopaedic Surgery & Rehabilitation, 13, 21514593221124416.

Фесенко, Г. Г. (2017). Fesenko Т., Fesenko G. Developing gender maturity models to project and programme management. Eastern-European Journal of Interiorise Technologies, 1/3 (85, 46�55.