PENEGAKAN HUKUM ATAS PEMBERIAN
FAKTA MATERIAL YANG TIDAK BENAR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI SAHAM DI PASAR MODAL
OLEH PENYIDIK POLRI
Preddy Sirait, Tatok Sudjiarto, Djernih Sitanggang
Universitas Kristen Indonesia, Indonesia
* Email untuk Korespondensi: [email protected]
Kata kunci: Penegakan hukum, fakta material, transaksi saham, pasar modal, penyidik Polri. Keywords: Law enforcement, material facts, stock transactions, capital markets,
police investigators. |
|
ABSTRAK |
|
Penelitian ini membahas mengenai penegakan hukum terhadap pemberian
fakta material yang tidak benar dalam transaksi jual beli saham di pasar
modal oleh penyidik Polri. Pasar modal sebagai bagian dari sistem keuangan
memiliki peran penting dalam perekonomian, namun juga rentan terhadap
tindakan yang merugikan, seperti manipulasi informasi material. Tindakan
memberikan fakta material yang tidak benar dalam transaksi saham dapat
menyebabkan kerugian yang signifikan bagi para investor dan mengganggu
stabilitas pasar modal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dan
tanggung jawab penyidik Polri dalam menegakkan hukum terhadap pelaku yang
memberikan informasi yang menyesatkan tersebut. Melalui pendekatan yuridis
normatif dan analisis kasus, penelitian ini mengidentifikasi kendala yang
dihadapi dalam proses penegakan hukum dan memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan efektivitas penanganan kasus-kasus semacam ini di masa
mendatang. This study discusses law enforcement against the provision
of incorrect material facts in stock buying and selling transactions in the
capital market by Police investigators. Capital markets as part of the
financial system have an important role in the economy, but they are also
vulnerable to adverse actions, such as the manipulation of material
information. The act of providing incorrect material facts in stock
transactions can cause significant losses for investors and disrupt the
stability of the capital market. This study aims to analyze the role and
responsibility of National Police investigators in enforcing the law against
perpetrators who provide misleading information. Through a normative
juridical approach and case analysis, this study identifies the obstacles
faced in the law enforcement process and provides recommendations to improve
the effectiveness of handling these kinds of cases in the future. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Dalam
konteks pasar modal dan transaksi jual beli saham, konsep "fakta
material" merujuk pada informasi penting yang dapat mempengaruhi keputusan
investasi atau nilai suatu saham (Wisnuputra, 2024). Fakta material adalah informasi yang dianggap
signifikan karena, jika diketahui oleh investor, dapat memengaruhi keputusan
mereka untuk membeli atau menjual saham (Yusuf & Purwaningsih,
2022). Contoh fakta material meliputi laporan keuangan
perusahaan yang menunjukkan perubahan besar dalam laba, pengumuman akuisisi
atau merger, masalah hukum yang signifikan, atau perubahan besar dalam
manajemen perusahaan (Zaluku, 2024). Informasi tersebut harus diungkapkan secara
transparan dan tepat waktu kepada publik untuk memastikan pasar berfungsi
secara adil dan efisien. Keterbukaan informasi ini merupakan bagian dari
prinsip transparansi dalam pasar modal yang bertujuan untuk melindungi investor
dan menjaga integritas pasar (Nianzah et al., 2024).
Fakta material yang benar sangat penting
dalam menjaga transparansi dan integritas pasar modal karena informasi yang
akurat dan jujur merupakan dasar bagi keputusan investasi yang rasional. Ketika
perusahaan mengungkapkan fakta material secara tepat waktu dan benar, investor
dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang lengkap, sehingga mengurangi
risiko misinformasi dan manipulasi pasar. Kebenaran informasi ini membantu
memastikan bahwa semua pelaku pasar memiliki akses yang sama terhadap data penting,
mencegah praktik tidak adil seperti insider trading dan manipulasi pasar (HADI, n.d.). Dengan demikian, transparansi yang dijaga melalui
pengungkapan fakta material yang benar memperkuat kepercayaan investor dan
integritas pasar, serta mendukung efisiensi pasar modal secara keseluruhan.
Dampak negatif dari pemberian fakta
material yang tidak benar sangat luas dan merugikan. Pertama, bagi pasar modal,
tindakan ini mengganggu efisiensi pasar dan mengaburkan sinyal harga yang
akurat, sehingga menghambat alokasi sumber daya yang optimal. Investor yang
terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat mungkin mengalami kerugian
finansial yang signifikan, yang dapat mengurangi minat mereka untuk
berinvestasi di pasar. Selain itu, reputasi pasar modal sebagai lingkungan
investasi yang aman dan transparan bisa rusak, yang berdampak pada penurunan
kepercayaan publik dan investor institusi. Kerusakan reputasi ini dapat
mengakibatkan penurunan likuiditas pasar dan meningkatnya biaya modal bagi
perusahaan, yang pada akhirnya merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Perlindungan terhadap pemegang saham
atau investor menjadi salah satu alasan utama lahirnya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) (Irfansyah, 2023). Undang-Undang Pasar Modal di Indonesia merupakan
dasar hukum yang mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal,
termasuk penawaran umum, perdagangan efek, lembaga dan profesi penunjang pasar
modal, serta perlindungan investor (Rachmadini, 2020). Undang-undang ini bertujuan untuk menciptakan
pasar modal yang efisien, transparan, dan terpercaya, sehingga dapat menjadi
sarana pengumpulan dana yang efektif bagi perusahaan serta memberikan peluang
investasi yang aman dan menguntungkan bagi masyarakat. Dengan adanya
undang-undang ini, pemerintah berusaha memastikan bahwa semua pihak yang
terlibat dalam pasar modal menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan
prinsip-prinsip yang berlaku, sehingga dapat menghindari praktik-praktik yang
merugikan, seperti manipulasi pasar atau insider trading.
Melalui undang-undang ini, pemerintah
menetapkan aturan yang ketat mengenai proses penawaran umum, kewajiban
pelaporan emiten, serta hak-hak dan kewajiban investor (Al-Bahrayn & Zulfiani,
n.d.). Ini bertujuan untuk melindungi kepentingan investor dan
menjaga kepercayaan publik terhadap pasar modal (Wisnuputra, 2024). Secara keseluruhan, undang-undang pasar modal
merupakan fondasi hukum yang penting untuk mendorong pertumbuhan pasar modal
yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia (Gelbert et al., 2024).
Kejahatan di pasar modal mencakup
berbagai tindakan ilegal yang merusak integritas dan transparansi pasar
keuangan (Santoso et al., 2024). Beberapa jenis kejahatan ini termasuk penipuan
(fraud), manipulasi pasar (market manipulation), dan perdagangan orang dalam
(insider trading) (Ratu, 2019). Penipuan di pasar modal melibatkan penyebaran
informasi palsu atau menyesatkan untuk keuntungan pribadi atau kelompok,
sementara manipulasi pasar melibatkan upaya untuk memanipulasi harga saham atau
instrumen keuangan lainnya untuk keuntungan tidak sah (JERI, 2024). Perdagangan orang dalam terjadi ketika seseorang
dengan akses ke informasi material yang tidak dipublikasikan menggunakan
informasi tersebut untuk melakukan transaksi sebelum informasi tersebut
diumumkan ke publik. Kejahatan-kejahatan ini tidak hanya merugikan investor
individual tetapi juga dapat merusak kepercayaan umum terhadap pasar modal,
yang pada gilirannya dapat mengganggu kestabilan pasar dan menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Prinsip transparansi mengharuskan
perusahaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat kepada
pemegang saham serta publik mengenai kinerja keuangan, kewajiban, kepemilikan,
dan isu corporate governance (Wulandari, 2019). Mengenai informasi atau fakta material, Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa:
�Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dana tau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut�.
Penegakan hukum yang efektif terhadap
pelanggaran di pasar modal sangat penting untuk memastikan keadilan bagi semua
pihak yang terlibat dan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pasar (Murtadho, 2024). Ketika pelanggaran seperti pemberian fakta
material yang tidak benar diusut dan dihukum dengan tegas, hal ini menunjukkan
bahwa pasar modal berkomitmen pada prinsip transparansi dan integritas, serta
memberikan sinyal kepada pelaku pasar bahwa tindakan curang tidak akan
ditoleransi. Kegagalan dalam penegakan hukum dapat mengakibatkan erosi
kepercayaan investor, menurunnya minat investasi, dan merusak stabilitas pasar
secara keseluruhan. Konsekuensi dari kegagalan ini bisa mencakup penurunan
likuiditas pasar, meningkatnya biaya modal bagi perusahaan, dan dampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi (Setyowati & Sari, 2019). Jika pasar tidak dapat menjamin keadilan dan
transparansi, maka potensi investor akan tergerus, dan efektivitas pasar modal
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dapat terganggu, yang akhirnya merugikan
perekonomian secara luas.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis dasar hukum yang digunakan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam menanggapi laporan mengenai pemberian fakta
material yang tidak benar dalam transaksi pasar modal. Selain itu, penelitian
ini juga bertujuan untuk memahami langkah-langkah yang diambil oleh kepolisian
untuk mengubah laporan tersebut menjadi tindakan pelanggaran hukum. Diharapkan
bahwa penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis untuk dasar
penanganan perkara oleh kepolisian, serta manfaat praktis bagi peneliti dalam
memperdalam pemahaman tentang peraturan dan perkembangan pasar modal, bagi
investor dalam menambah wawasan dan opsi hukum, serta bagi dinas terkait
sebagai referensi dalam menyelesaikan masalah di pasar modal.
METODE
��������������� Metode yang diterapkan dalam studi ini memanfaatkan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan kasus (case approach) melalui analisis hasil penyidikan atas laporan polisi dan Putusan Pengadilan Nomor 200/Pid.Sus/2019/PN.JKT.SEL. Data yang dikumpulkan adalah bahan hukum primer, termasuk peraturan perundang-undangan terkait Kepolisian dan Pasar Modal, seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023. Teknik pengumpulan data menggunakan metode yuridis normatif melalui studi lapangan, studi kepustakaan, dan wawancara dengan informan terkait tersangka dan korban. Penelitian ini dilakukan di Bareskrim Polri dan Pengadilan Jakarta Selatan. Data dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan data, mengaitkannya dengan teori dan konsep, serta menjawab permasalahan yang diidentifikasi dalam penelitian ini.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Kebijakan hukum dalam kegiatan pasar
modal merupakan salah satu pilar utama yang mendukung kestabilan dan integritas
pasar keuangan. Dalam konteks pasar modal, kebijakan hukum mencakup berbagai
peraturan dan regulasi yang dirancang untuk memastikan bahwa aktivitas jual
beli saham, obligasi, dan instrumen keuangan lainnya berlangsung dengan adil
dan transparan. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi investor, mencegah
praktik-praktik curang, dan memastikan bahwa pasar berfungsi secara efisien.
Dengan adanya kerangka hukum yang jelas, pasar modal dapat menawarkan
lingkungan investasi yang aman, yang penting bagi kepercayaan investor dan
kesehatan ekonomi secara keseluruhan.
Sebagai bagian dari kebijakan hukum,
regulator pasar modal seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki wewenang
untuk menetapkan aturan yang mengatur perilaku pelaku pasar, termasuk
perusahaan publik, manajer investasi, dan pialang saham. Regulasi ini mencakup
berbagai aspek, mulai dari kewajiban pengungkapan informasi (disclosure
requirements) hingga penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti manipulasi
pasar dan insider trading. Kebijakan hukum yang efektif tidak hanya mengatur
bagaimana pasar modal harus beroperasi tetapi juga memberikan mekanisme untuk
menangani pelanggaran hukum, termasuk sanksi administratif, perdata, dan pidana
bagi pelanggar.
Salah satu pilar utama dari kebijakan
hukum ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang
menjadi dasar hukum untuk semua aktivitas dan regulasi di pasar modal.
Undang-undang ini mengatur berbagai aspek penting, termasuk penerbitan efek,
perdagangan efek, profesi dan lembaga penunjang pasar modal, serta ketentuan
mengenai keterbukaan informasi dan perlindungan investor. Sejak tahun 2013,
pengawasan transaksi di pasar modal dikendalikan oleh OJK, berdasarkan mandat
yang diamanatkan oleh Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (UUOJK). Sebagai lembaga pengawas yang independen dan kredibel, OJK berperan
dalam memastikan integritas dan stabilitas pasar modal. OJK bertugas untuk
mengawasi, mengatur, dan melindungi kepentingan investor serta menjaga
kepercayaan publik terhadap pasar modal. Dengan adanya pengawasan yang ketat
dan transparan dari OJK, industri keuangan yang memanfaatkan instrumen pasar
modal dapat berkembang secara optimal, menciptakan lingkungan investasi yang
sehat dan kondusif. Diharapkan, hal ini akan memperkuat perekonomian nasional
dan mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Pasar Modal,
Menteri Keuangan bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan terkait pasar
modal. Sementara itu, Bapepam bertugas mengatur, membina, dan mengawasi pasar
modal secara rutin. Bapepam memiliki wewenang untuk membuat peraturan
pelaksanaan pasar modal, memberikan izin, persetujuan, dan pendaftaran kepada
pelaku pasar modal, serta menangani pendaftaran untuk penawaran umum. Selain
itu, Bapepam juga berhak melakukan pemeriksaan dan penyidikan untuk menegakkan
hukum terhadap pelanggaran peraturan di pasar modal.
Selain kewenangan tersebut, Bapepam juga
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua aktivitas di pasar modal
dilakukan dengan transparansi dan keadilan. Hal ini mencakup kewenangan untuk
menetapkan standar pelaporan yang harus dipatuhi oleh semua pelaku pasar, serta
melakukan audit dan evaluasi berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap
regulasi yang berlaku. Dalam melaksanakan pengawasan, Bapepam harus mengadopsi
pendekatan yang proaktif dan responsif terhadap perubahan dinamika pasar, serta
berupaya untuk menyelaraskan kebijakan dengan praktik terbaik internasional.
Dengan demikian, Bapepam berperan penting dalam menjaga integritas pasar modal
dan melindungi investor dari praktik yang merugikan atau tidak etis.
Untuk menangani masalah kualitas
penegakan hukum di BEI, Bapepam telah mengembangkan alat hukum yang disebut
civil remedy, sebagaimana diatur dalam dokumen rencana pasar modal Indonesia
untuk periode 2005-2009. Inti dari instrumen ini adalah memberikan sanksi
kepada pelanggar Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) dengan mewajibkan mereka
membayar kompensasi penuh kepada pihak yang dirugikan. Pendekatan ini dinilai
lebih efektif daripada sistem pidana dan telah diterima secara luas di berbagai
negara sebagai metode yang efektif untuk memberikan efek jera.
Kebijakan dan instrumen hukum yang diterapkan
oleh Bapepam, termasuk civil remedy, berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas penegakan hukum di pasar modal Indonesia. Dengan
pendekatan ini, diharapkan pelanggar hukum tidak hanya dikenai sanksi pidana,
tetapi juga bertanggung jawab secara finansial atas kerugian yang mereka
timbulkan kepada investor. Ini menciptakan insentif tambahan bagi pelaku pasar
untuk mematuhi peraturan dan menghindari praktik yang merugikan. Adopsi civil
remedy ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kepercayaan investor
dan mendorong integritas pasar dengan cara yang lebih responsif dan adaptif
terhadap dinamika pasar yang terus berkembang.
Namun, meskipun civil remedy menawarkan
solusi yang lebih langsung dalam hal kompensasi kerugian, keberhasilan
implementasinya tergantung pada efektifitas pengawasan dan penegakan hukum yang
konsisten. Bapepam perlu memastikan bahwa mekanisme ini diterapkan secara adil
dan transparan, dengan proses yang jelas untuk mengajukan klaim dan menilai
kerugian. Selain itu, integrasi dengan standar internasional, melalui
keanggotaan dalam IOSCO, menunjukkan komitmen Indonesia untuk menyelaraskan
regulasi pasar modal dengan praktik terbaik global. Hal ini tidak hanya
membantu dalam memperbaiki sistem hukum domestik tetapi juga meningkatkan
reputasi pasar modal Indonesia di kancah internasional.
Dengan demikian, potensi besar pasar
Indonesia yang luas dapat lebih optimal digarap. Demutualisasi berarti bursa
efek Indonesia akan dapat menawarkan efeknya sendiri, sehingga memudahkan
pencarian dana untuk proyek-proyek pengembangan pasar modal. Ini memberikan
bursa fleksibilitas dan sumber daya tambahan yang diperlukan untuk tumbuh dan
bersaing di kancah internasional. �
Selain itu, berbagai peraturan perlu
diperhatikan karena sering kali kurang komprehensif. Contohnya adalah
pengaturan mengenai larangan insider trading, yang tidak melarang transaksi
dilakukan kapan pun setelah pengumuman, sehingga memberi peluang bagi pelaku
pelanggaran untuk memanfaatkan celah tersebut. Kesimpulannya, penegakan hukum
di pasar modal belum efektif karena kekurangan dalam peraturan, komitmen, dan
koordinasi antar penegak hukum. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru
untuk menciptakan pasar modal yang teratur, transparan, dan dihormati oleh
semua pihak terkait. Investor perlu merasa aman dan yakin bahwa dana yang
mereka investasikan dilindungi dari praktik-praktik curang dan manipulasi
pasar.
Penegakan hukum yang kuat membutuhkan
sinergi antara berbagai lembaga terkait, termasuk otoritas pasar modal, lembaga
penegak hukum, dan lembaga keuangan. OJK harus memiliki independensi dan
kewenangan yang cukup untuk menjalankan tugasnya tanpa intervensi. Selain itu,
pengawasan yang ketat dan sistem sanksi yang tegas diperlukan untuk menindak
pelanggaran dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Hukum Pidana Materiil berfungsi untuk
menetapkan tindakan-tindakan yang dilarang serta sanksi pidana bagi pelanggar,
menentukan kapan dan dalam kondisi apa pidana dapat dikenakan, serta
menjelaskan cara pelaksanaan pidana dalam kasus kejahatan atau pelanggaran.
Tindak pidana di pasar modal memiliki karakteristik khusus, di antaranya adalah
bahwa objek dari tindak pidana tersebut adalah informasi, bukan barang fisik,
dan pelaku tidak hanya bergantung pada fisik tetapi juga pada kemampuannya
dalam membaca situasi pasar dan memanfaatkannya secara maksimal. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Pasal 1 angka (13), menyebutkan:
�Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.�
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal (UUPM) telah menetapkan berbagai jenis tindak pidana dalam pasar
modal, termasuk penipuan (fraud), manipulasi pasar (market manipulation), dan
perdagangan orang dalam (insider trading). Ketentuan-ketentuan ini diatur dalam
Pasal 90 hingga Pasal 99 UUPM.
Tanggung jawab pelaku pasar modal di
Indonesia diatur secara komprehensif melalui berbagai peraturan, terutama Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), serta peraturan pelaksananya yang
diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Para pelaku pasar modal,
termasuk emiten, perusahaan efek, dan manajer investasi, diwajibkan untuk
mematuhi berbagai ketentuan yang menjamin transparansi, keadilan, dan efisiensi
pasar. Emiten, misalnya, harus mengungkapkan informasi material secara benar,
lengkap, dan tepat waktu kepada publik untuk mencegah asimetri informasi.
Perusahaan efek memiliki kewajiban kepatuhan, termasuk menjaga kerahasiaan
informasi nasabah dan menghindari konflik kepentingan.
Selain itu, manajer investasi harus
bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam mengelola dana
nasabahnya. Pelaku pasar juga dilarang melakukan praktik-praktik manipulasi
pasar dan insider trading yang dapat merugikan investor dan merusak integritas
pasar. Dengan demikian, kerangka regulasi yang ada bertujuan untuk memastikan
bahwa semua pelaku pasar bertindak secara etis dan profesional, sehingga dapat
menjaga kepercayaan investor dan mendukung perkembangan pasar modal yang sehat
dan berkelanjutan.
Selain itu, pelaku pasar modal harus
menghindari praktik-praktik yang merugikan, seperti insider trading dan
manipulasi pasar. Pasal 95 dan 96 UUPM melarang perusahaan efek dan individu
dengan akses ke informasi material non-publik untuk menggunakan informasi
tersebut demi keuntungan pribadi, dan Pasal 91 hingga 92 melarang tindakan yang
dapat mempengaruhi harga efek secara tidak wajar. Transparansi informasi atau
full disclosure adalah upaya untuk memastikan bahwa semua pelaku pasar memiliki
akses yang setara terhadap informasi yang relevan guna membuat keputusan keputusan
investasi yang tepat dan mencegahnya asimetri informasi yang dapat menguntungkan
salah satupihak tertentu. Regulasi tambahan dari OJK, seperti Peraturan OJK No.
32/POJK.04/2014 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan Memberikan
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan Peraturan OJK No. 42/POJK.04/2020
tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, juga menekankan
pada perlunya transparansi dan pengungkapan informasi dalam berbagai transaksi
pasar modal. Kewajiban ini bertujuan untuk menjaga kepercayaan investor dengan
memastikan bahwa pasar modal beroperasi dengan adil dan efisien. Pelaku pasar
modal juga bertanggung jawab dalam menjaga kerahasiaan informasi nasabah,
menghindari konflik kepentingan, dan bertindak dalam kepentingan terbaik dari
pemegang saham dan nasabah mereka. Misalnya, perusahaan efek wajib menjaga
kerahasiaan informasi nasabah sesuai dengan Pasal 36 hingga 48 UUPM. Selain
itu, manajer investasi memiliki kewajiban fidusia untuk bertindak dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab dalam mengelola dana investasi kliennya,
sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UUPM.
Selain manajer investasi, Emiten
merupakan entitas pasar modal yang sering dijumpai. Tanggung jawab emiten dalam
pasar modal berdasarkan UUPM meliputi beberapa aspek yang penting untuk
memastikan bahwa emiten bertindak secara transparan dan bertanggung jawab
terhadap para pemegang saham dan pasar modal secara umum. Hal ini mencakup
laporan keuangan tahunan, laporan triwulanan, dan informasi material lainnya
yang dapat mempengaruhi keputusan investasi para pemegang saham.
.Menurut Undang-Undang Pasar Modal maka
yang berkewajiban untuk memberikan perlindungan kepda investor adalah Bapepam
sebagaimana telah dijelaskan pada pasal 3 dan 4 Undang-Undang Pasar Modal.
Melalui kewenangan yang ada pada pasal 5, maka dapat disimpulkan bahwa Bapepam
dapat memberikan perlindungan secara preventif dan represif. Secara preventif
Bapepam memiliki kewenangan untuk memberikan perizinan serta membuat atau
menetapkan regulasi-regulasi yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan dalam
praktek pasar modal di Indonesia. Kewenangan Bapepam dalam membuat regulasi
merupakan kewenangan dari bapepam untuk membuat beberapa aturan-aturan yang
berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas di pasar modal di Indonesia untuk
melindungi kepentingan semua pihak yang berdada dalam ruang lingkup pasar modal
itu sendiri. Dalam upaya perlindungan investor secara represif maka berdasarkan
UUPM yang menimbulkan kerugian maka menurut pasal 101 ayat (1) Bapepam memiliki
wewenang untuk memutuskan kapan penyidikan dimulai. Pejabat tertentu di Bapepam
juga diberikan hak khusus sebagai penyidik untuk menjalankan penyidikan. Dalam
menetapkan awal penyidikan, Bapepam berwenang untuk mempertimbangkan dampak
dari pelanggaran yang terjadi dan memutuskan apakah kasus tersebut layak
diteruskan ke tahap penyidikan. Bapepam juga harus menilai apakah penyidikan
tersebut mungkin mengganggu kegiatan penawaran atau perdagangan efek secara
keseluruhan.
Sejalan dengan kewenangan penyidikan,
maka Bapepam memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terkati
pelanggaran ketentuan dalam UU pasar modal yang diatur pada pasal 100 UUPM,
yaitu sebagai berikut :
(1)
�Bapepam
berhak melakukan pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan/atau peraturan
pelaksanaannya.
(2)
Untuk
melaksanakan pemeriksaan yang dimaksud dalam ayat (1), Bapepam memiliki
wewenang untuk:
a. meminta keterangan dan/atau konfirmasi dari pihak
yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang
ini dan/atau peraturan pelaksanaannya, atau dari pihak lain jika dianggap perlu;
b.
mewajibkan
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya untuk melaksanakan atau
menghentikan kegiatan tertentu;
c.
memeriksa
dan/atau membuat salinan dari catatan, pembukuan, dan/atau dokumen lain, baik
yang dimiliki oleh pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran undang-undang
ini dan/atau peraturan pelaksanaannya maupun oleh pihak lain jika dianggap
perlu; dan/atau
d.
menetapkan
syarat dan/atau memberikan izin kepada pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan/atau peraturan
pelaksanaannya untuk mengambil tindakan tertentu yang diperlukan guna
menyelesaikan kerugian yang timbul.
(3)
Tata cara
pemeriksaan yang dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Pemerintah.
(4)
Setiap pegawai
Bapepam yang ditugaskan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam untuk
melakukan pemeriksaan dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi yang
diperoleh berdasarkan undang-undang ini untuk kepentingan pribadi atau kepada
pihak lain, kecuali jika diperlukan untuk mencapai tujuan Bapepam atau jika
diharuskan oleh undang-undang lain.�
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHAP pengertian Penyidik adalah sebagai berikut:
�Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan�
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud �penyidikan adalah merujuk pada serangkaian langkah yang diambil oleh penyidik sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang yang berlaku. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk�� mengumpulkan bukti guna mengungkap tindak pidana yang terjadi dan untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Penyidik di sisi lain, adalah petugas dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atau pejabat yang memiliki kewenangan khusus untuk melakukan proses penyidikan.�
Berdasarkan isi dari pasal 49 UU OJK
serta isi dari pasal 1 angka 1 dan 2 KUHAP maka peran utama kepolisian RI dalam
menangani perkara di bidang pasar modal menjadi penyidik namun berdasarkan UU
P2SK maka kewenangan kepolisian dalam melakukan penyidikan ini kemudian
dicabut. Hal ini berdasarkan isi dari pasal 49 ayat (5) UU OJK:
�Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan.�
Berdasarkan pasal tersebut maka OJK
merupakan satu-satunya lembaga yang berkewenangan untuk melakukan penyidikan
atas tindak pidana di sektor keuangan. Hal ini kemudian menjadi problematika
pada prakteknya dikarenakan banyaknya jumlah kejahatan dibidan sektor jasa
keuangan yang mengakibatkan terhambatnya proses penanganan kasus-kasus tertentu
yang kemudian mengakibatkan para penyidik OJK ini kewalahan.Oleh sebab itu
pasal tersebut kemudian diubah oleh putusan MK Nomor 59/PUU- XXI/2023. Dalam
putusan MK tersebut, hakim menyatakan bahwa frasa yang menyebutkan "hanya
dapat dilakukan oleh penyidik otoritas jasa keuangan" bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum jika tidak dimaknai sebagai
"dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan". Oleh karena
itu, Polri dapat kembali melakukan tindakan penyidikan terkait kejahatan di
pasar modal.
KESIMPULAN
Penegakan hukum di pasar modal Indonesia dilakukan melalui langkah-langkah preventif dan represif. Tujuan dari penegakan hukum ini adalah untuk menangani dan mencegah kejahatan di pasar modal serta memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku pasar, baik berupa sanksi administratif, sanksi perdata, maupun sanksi pidana. Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun ada upaya untuk mengatasi pelanggaran, terdapat tantangan signifikan dalam implementasi penegakan hukum yang efektif, seperti kurangnya koordinasi antar lembaga dan keterbatasan dalam mekanisme penegakan hukum. Untuk meningkatkan efektivitas, perlu adanya perbaikan dalam prosedur investigasi dan penegakan hukum, serta peningkatan kolaborasi antara lembaga pengawas pasar modal dan aparat penegak hukum. Penegakan hukum yang konsisten dan adil akan memperkuat kepercayaan investor dan mendukung keberlanjutan pasar modal, sekaligus mencegah kerugian yang disebabkan oleh informasi yang tidak akurat.
REFERENSI
Al-Bahrayn, P. M.,
& Zulfiani, A. (n.d.). ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG
PASAR MODAL KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR.
Gelbert, G., Tjia,
D., & Sianturi, M. A. P. (2024). PERKEMBANGAN HUKUM PASAR MODAL DI
INDONESIA. Causa: Jurnal Hukum Dan Kewarganegaraan, 3(2), 21�30.
HADI, M. N. R.
(n.d.). PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PRAKTIK INSIDER TRADING DALAM PASAR MODAL
INDONESIA PT JOUSKA FINANSIAL INDONESIA. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Irfansyah, G. A.
(2023). PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DALAM MEMBERIKAN REFERENSI
PERENCANAAN INVESTASI SAHAM SEBAGAI BAGIAN DARI PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR
DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA ALTERNATIF (LAPS) SEKTOR JASA KEU. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia,
3(12), 1224�1240.
JERI, W. (2024).
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR RETAIL DALAM PRAKTIK MANIPULASI PASAR DI PASAR
MODAL.
Murtadho, N. A.
(2024). Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Insider Trading di Pasar
Modal Dalam Perspektif Undang-Undang Pasar Modal. Recital Review, 6(1), 74�99.
Nianzah, R. P.,
Maryano, M., & Widodo, G. H. T. (2024). TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP
PEMEGANG SAHAM ATAS PELANGGARAN PRINSIP KETERBUKAAN INFORMASI DI PASAR MODAL.
SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah, 3(2), 667�676.
Rachmadini, V. N.
(2020). Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal Menurut
Undang-Undang Pasar Modal Dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Pena
Justisia: Media Komunikasi Dan Kajian Hukum, 18(2).
Ratu, F. H. I.
(2019). Tindak Pidana Penipuan, Manipulasi Pasar, Perdagangan Orang Dalam,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Lex Crimen, 8(8).
Santoso, A. W.,
Tarigan, B. R., & Saragih, J. F. M. (2024). PERAN PENYIDIKAN DAN
PENYELESAIAN PELANGGARAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN PASAR MODAL. Causa: Jurnal
Hukum Dan Kewarganegaraan, 2(11), 110�120.
Setyowati, W., &
Sari, N. R. N. (2019). Pengaruh Likuiditas, Operating Capacity, Ukuran
Perusahaan Danpertumbuhan Penjualan Terhadap Financial Distress (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2016-2017). Magisma: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 7(2), 73�84.
Wisnuputra, V. A.
(2024). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR DALAM MANIPULASI HARGA SAHAM DI PASAR
MODAL. Dinamika, 30(2), 10407�10421.
Wulandari, R. A.
(2019). Tata Kelola Perusahaan Oleh Direksi PT BPR Dharma Nagari Menerapakan
Prinsip Good Corporate Governance. Soumatera Law Review, 2(2), 221�234.
Yusuf, C., &
Purwaningsih, E. (2022). Pengawasan Terhadap Informasi Asimetri Dalam Laporan
Keuangan Yang Mempengaruhi Transaksi Saham Di Pasar Modal. Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM, 29(2), 283�304.
Zaluku, N. F.
(2024). Dampak Perbedaan Pengumuman Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi
Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Go Publik Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Politeknik Negeri Bengkalis.
Andi Hamzah, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamud M. Balfas dan Saleh M. Balfas, Beberapa Catatan Atas Pelaksanaan UUPM. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 16, Nopember 2001, YPHB, Jakarta, 2001, hlm. 41.
I Putu Gede Ary Suta, 2000, Menuju Pasar Modal Modern, Sad Satria Bhakti, Yogyakarta.
Indra Safitri, 2006, Penegakan Hukum Katalisator Perkembangan Pasar Modal Indonesia. Jurnal Hukum & Pasar Modal, Volume II/Edisi 3 April-Juli 2006.
Jusuf Anwar, 2012, Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Seri Pasar Modal II, PT Alumni, Bandung.
Koesnadi Hardjasoemantri, 2000, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rapai Hukum Pidana Perspektif Teoritis dan Praktik, PT. Alumni Bandung.
M. Husein Harun, 1991, Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana, Jakarta: PT Rineka Cipta.
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta.
M. Yahya Harahap, 2014, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni.
Munir Fuady, 2004, Bisnis Kotor: Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Bandung: Citra Adytia Bakti.
Najib A. Gisymar, 2002, Insider Trading dalam Transaksi Efek, Citra Aditiya Bakti, Bandung.
Nisa A. Adlina, 2023, Kewenangan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan, Al� Adl: Jurnal Hukum, Vol. 15, No. 2, 2023.
OK. Saidin dan Yessi Serena Rangkuti, 2019, Hukum Investasi dan Pasar Modal Sebuah Kajian Kritis Terhadap Kemudahan Untuk Berusaha, Prenadamedia Group, Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengntar Ilmu Hukum
Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group.
Radhiyan Khairil Anwar dan Ade Hari Siswanto, 2015Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pada Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Pasar Modal, Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 2,
Rafael La Porta, 1999, Investor Protection and Cororate Governance, Journal of Financial Economics No. 58.
Robinson Simbolon, 2003, Pentingnya Perubahan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2003, YPHB, Jakarta.
Salman Luthan, 2014, Kebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan, Yogyakarta: FH UII Press.
Satjipro Rahardjo, 2003, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas.
��������������� , 2004, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya.
Setiono, 2004, Rule of Law, Surakarta: Disertasi S2
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.
Shanty Dellyana, 1988, Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty. Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: PT. Sinar Grafika.
Sofyan A. Djalil, 1995, Perlindungan Investor di Pasar Modal. Makalah disampaikan dalam Diskusi Investment Law, Kerjasama Fakultas Hukum UGM & ELIPS Project.
Suwardi Sagama, 2016, Analisis Konsep Keadlian, Kepastian hukum dan kemanfaatan dalam pengelolaan lingkungan, Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.XV, No.1 2016.
Tata Wijayanta, 2006, �Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan,� Jurnal Ilmu Hukum, vol. 7, no.1, Hlm. 217.
Yusuf Anwar, 2005, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Alumni, Bandung.