�AAN MANING� SEBAGAI UPAYA PELAKSANAAN PUTUSANHAKIM SECARA SUKARELA

 

 

Dhody Hermawan

Universitas Muria Kudus, Indonesia

* Email untuk Korespondensi: [email protected]

 

Kata kunci:

Aan Maning , Pelaksanaan Putusan Hakim , Sukarela

 

 

 

 

Keywords:

Aan Maning, Implementation of Judge's Decision, Voluntary

 

ABSTRAK

 

"Aan Maning" sebagai upaya pelaksanaan putusan hakim secara sukarela dalam konteks perkara perdata. Penelitian ini menggunakan studi kasus perkara perdata Nomor 80/Pdt.G/2015/PN Jpa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana "Aan Maning" dapat meningkatkan pelaksanaan putusan hakim secara sukarela dan mengurangi dampak-dampak negatif dari eksekusi paksa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa "Aan Maning" dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi pihak yang kalah dalam menjalankan putusan hakim secara sukarela. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa keengganan pihak yang kalah dalam menjalankan putusan secara sukarela sering dipengaruhi oleh emosi dan kejengkelan, bukan oleh pertimbangan hukum.Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa "Aan Maning" merupakan strategi efektif dalam meningkatkan pelaksanaan putusan hakim secara sukarela dan mengurangi kebutuhan eksekusi paksa. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan penerapan "Aan Maning" dalam praktik hukum perdata untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelesaian perkara perdata.

"Aan Maning" as an effort to implement judge's decision voluntarily in the context of civil cases. This study uses a case study of civil case Number 80/Pdt.G/2015/PN Jpa. This study aims to determine how "Aan Maning" can improve the implementation of judge's decisions voluntarily and reduce the negative impacts of forced execution. The results of the study indicate that "Aan Maning" can increase the awareness and participation of the losing party in implementing the judge's decision voluntarily. In addition, this study also found that the reluctance of the losing party to implement the decision voluntarily is often influenced by emotion and irritation, not by legal considerations. The conclusion of this study is that "Aan Maning" is an effective strategy in improving the implementation of judge's decisions voluntarily and reducing the need for forced execution. Therefore, this study recommends the implementation of "Aan Maning" in civil law practice to improve the efficiency and effectiveness of civil case resolution.

Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA .

This is an open access article under the CC BY-SA license.

 

 

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial hidup berkelompok atau bermasyarakat, memerlukan aturan yang mengikat dan mengatur hubungan antar individu untuk menciptakan ketertiban (Arrahman & Iqbal, 2024). Aturan ini, yang dikenal sebagai hukum, berlaku dalam suatu negara dan mengikat semua warga negara serta setiap orang dalam wilayah teritorial negara tersebut (Agustina & Ponto, 2023). Hukum dijalankan oleh organ-organ negara yang memiliki wewenang berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan (Qamar & Rezah, 2023). Lembaga peradilan adalah institusi penyelesaian sengketa litigasi yang sering menjadi pilihan utama oleh para pihak yang bersengketa, seiring dengan semakin kuatnya infiltrasi hukum modern di seluruh dunia (Koeswahyono & Maharani, 2022). Dalam sistem hukum modern, lembaga peradilan bertugas menyelesaikan sengketa baik perdata maupun pidana untuk menegakkan rule of law (Rumadan, 2017). Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya jika tidak dilaksanakan (Dewanto, 2020), oleh karena itu, putusan hakim memiliki kekuatan hukum eksekutorial (Putra, 2021), yaitu kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa dengan bantuan alat-alat negara (Sugara, 2024). Kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ditandai dengan kepala putusan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa" (Jayadi, 2018).

Penelitian ini menjadi penting karena proses aanmaning sebagai salah satu metode eksekusi putusan perdata masih belum sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara efektif di Indonesia (RAHMAT, 2019). Hambatan dalam penerapan aanmaning, seperti kurangnya regulasi yang jelas mengenai prosedur pemanggilan untuk sidang aanmaning, seringkali mengakibatkan ketidakefektifan pelaksanaan putusan pengadilan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan regulasi terkait proses aanmaning dalam sistem peradilan perdata di Indonesia .

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan eksekusi perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, termasuk kemungkinan adanya perdamaian (dading), dan kekuatan eksekutorial terhadap perkara perdata spesifik yang menjadi studi kasus, yang melibatkan proses di tingkat pengadilan negeri, banding, dan kasasi. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah kontribusinya terhadap pengembangan ilmu hukum perdata, khususnya terkait mekanisme eksekusi putusan perdata. Secara praktis, penelitian ini memberikan wawasan bagi masyarakat dan pemerintah dalam menyusun regulasi yang lebih efektif terkait pelaksanaan eksekusi perdata .

Tinjauan Pustaka

Penelitian ini berlandaskan pada teori-teori hukum perdata yang mengatur eksekusi putusan pengadilan, khususnya mengenai aanmaning, yang bertujuan untuk memberikan teguran kepada pihak yang kalah dalam sengketa perdata agar melaksanakan isi putusan secara sukarela (Nurfaizah, 2020). Beberapa penelitian terdahulu telah membahas efektivitas aanmaning dan kendala dalam implementasinya, menunjukkan bahwa kurangnya regulasi yang jelas seringkali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan eksekusi perdata serta perlunya reformasi sistem peradilan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap putusan pengadilan. Kerangka konsep penelitian ini mencakup analisis regulasi dan prosedur aanmaning, tingkat kepatuhan pihak yang kalah, efektivitas pelaksanaan putusan, dan hambatan-hambatan dalam implementasi. Dengan mengkaji hubungan antara variabel-variabel ini, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas aanmaning dan memberikan rekomendasi perbaikan regulasi serta prosedur terkait. Jika penelitian ini bersifat kuantitatif, hipotesis yang diajukan adalah bahwa regulasi dan prosedur yang jelas mengenai aanmaning akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan putusan perdata di Indonesia .

 

 

METODE

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, menggabungkan data yuridis dan empiris sebagai alat bantu (Huda & S HI, 2021). Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan data lapangan berdasarkan pengalaman nyata, yang digunakan untuk menganalisis upaya perdamaian atas putusan perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, bertujuan melukiskan dan menganalisis fakta secara sistematis. Populasi penelitian meliputi kuasa hukum termohon dan pemohon eksekusi, dengan teknik purposive sampling yang memilih subjek berdasarkan tujuan tertentu. Data dikumpulkan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan melibatkan peraturan perundang-undangan, dokumen, dan literatur terkait, sementara studi lapangan melibatkan wawancara terarah dengan hakim, panitera, kuasa hukum pemohon, dan kuasa hukum termohon. Data primer diperoleh langsung dari wawancara, sedangkan data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif, dengan bahan hukum yang dianalisis secara sistematis untuk menghasilkan kesimpulan yang menjawab masalah penelitian. Hasil analisis disajikan secara naratif, menggambarkan temuan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kasus perdata nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Jpa, pelaksanaan eksekusi merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dilaksanakan secara efektif. Kasus ini dimulai dari gugatan wanprestasi terkait dengan 20 paket pekerjaan fisik di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Kebersihan Kabupaten Jepara. Dari total paket pekerjaan, hanya tiga yang memenuhi syarat administrasi, dan setelah upaya penyelesaian seperti musyawarah, Pengadilan Negeri Jepara memutuskan mendukung penggugat, dengan putusan yang menghukum tergugat membayar sejumlah uang dan kerugian materiil serta membebankan biaya perkara pada tergugat. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dan Mahkamah Agung, yang menolak permohonan kasasi dari tergugat dan juga menghukum tergugat membayar biaya perkara kasasi.

Ketika pihak tergugat menolak menjalankan putusan secara sukarela, proses eksekusi dimulai untuk memastikan putusan tersebut dilaksanakan (Runtu, 2024). Pengadilan memiliki wewenang untuk memberikan peringatan, menetapkan sita, mengeluarkan perintah penjualan lelang, dan menyerahkan hasil lelang jika diperlukan (Luthfi & NIM, 2017). Dalam kasus ini, penggugat mengajukan permohonan eksekusi karena tergugat merasa putusan tidak adil dan menolak untuk memenuhi kewajibannya secara sukarela.

Pelaksanaan eksekusi ini mencerminkan prinsip-prinsip penting dari sistem hukum perdata, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan (Sutrisno et al., 2020). Kepastian hukum diberikan melalui putusan hakim yang memastikan hak penggugat dipulihkan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Keadilan ditegakkan dengan memberikan putusan yang adil berdasarkan bukti yang kuat dan prinsip kesetaraan di depan hukum. Kemanfaatan terlihat dari implementasi putusan yang memberikan manfaat nyata bagi pihak yang menang, membantu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, dan memastikan penegakan hukum berjalan efektif.

Dengan demikian, meskipun terdapat penolakan dari pihak tergugat, mekanisme eksekusi yang diatur oleh undang-undang menjamin bahwa putusan hakim tetap dapat dilaksanakan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran hakim dalam proses hukum perdata untuk mencapai kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi semua pihak yang terlibat.

 

 

KESIMPULAN

Pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Jepara, menyoroti pentingnya kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan dalam penegakan hukum. Proses eksekusi dilakukan ketika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, melibatkan Ketua Pengadilan, panitera, dan juru sita, serta dapat berupa pembayaran uang atau pengosongan benda tetap. Contoh kasus yang diangkat adalah perkara nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Jpa, di mana penggugat memenangkan gugatan wanprestasi, namun tergugat tidak melaksanakan putusan, sehingga penggugat mengajukan permohonan eksekusi. Mediasi diwajibkan dalam proses hukum, dan kesepakatan perdamaian yang dicapai tidak membatalkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, terdapat penjelasan mengenai sita eksekusi yang bertujuan untuk menjamin pelaksanaan putusan dengan membekukan harta debitur, diikuti dengan proses lelang untuk memenuhi putusan hakim. Budaya hukum di Indonesia masih perlu diperbaiki, terlihat dari rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjalankan putusan hakim secara sukarela.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, A., & Ponto, R. T. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap Warga Negara Asing Dalam Perspektif Hukum Internasional. Al-Manhaj: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, 5(2), 1779�1788.

Arrahman, S., & Iqbal, M. (2024). Penanaman Nilai Norma Sosial Dalam Menghadapi Westernisasi Di Kehidupan Modern. Al-Balagh: Jurnal Komunikasi Islam, 7(2), 1�12.

Dewanto, P. (2020). Rekonstruksi Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Sengketa Perdata Berbasis Nilai Keadilan. Jurnal Ius Constituendum, 5(2), 303�324.

Huda, M. C., & S Hi, M. H. (2021). Metode Penelitian Hukum (Pendekatan Yuridis Sosiologis). The Mahfud Ridwan Institute.

Jayadi, A. (2018). Beberapa Catatan Tentang Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 5(1), 1�26.

Koeswahyono, I., & Maharani, D. P. (2022). Rasionalisasi Pengadilan Agraria Di Indonesia Sebagai Solusi Penyelesaian Sengketa Agraria Berkeadilan. Arena Hukum, 15(1), 1�19.

Luthfi, A. H., & Nim, S. H. I. (2017). Akibat Hukum Terhadap Eksekusi Lelang Pada Sengketa Ekonomi Syariah Dengan Tanpa Adanya Putusan Pengadilan (Studi Di Pengadilan Agama Semarang). Universitas Diponegoro.

Nurfaizah, R. (2020). Kekuatan Akad Pada Sertifikat Hak Tanggungan (Sht) Dalam Praktek Permohonan Sita Eksekusi (Studi Kasus Perkara No. 1/Pdt. Eks/2019) Pengadilan Agama Tangerang. Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Putra, F. A. S. (2021). Problem Eksekutorial Putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Justisi, 7(1), 66�75.

Qamar, N., & Rezah, F. S. (2023). Wewenang Sebagai Instrumen Penyelenggararaan Pemerintahan Dalam Sistem Negara Hukum. Asas Wa Tandhim: Jurnal Hukum, Pendidikan Dan Sosial Keagamaan, 2(2), 201�222.

Rahmat, A. A. (2019). Permaslahan Barang Milik Negara Sebagai Objek Eksekusi Riil Putusan Perdata (Studi Kasus Putusan No. 349 Pk/Pdt/2017).

Rumadan, I. (2017). Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 6(1), 69�87.

Runtu, G. M. C. (2024). Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata. Lex Administratum, 12(4).

Sugara, C. (2024). Analisis Yuridis Tidak Dapat Dilaksanakannya Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata Yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (Inkracht). Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara.

Sutrisno, S., Puluhulawa, F., & Tijow, L. M. (2020). Penerapan Asas Keadilan, Kepastian Hukum Dan Kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi. Gorontalo Law Review, 3(2), 168�187.