APLIKASI BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI UNTUK MENJERNIHKAN AIR LIMBAH INDUSTRI KIMIA TEKSTIL

 

 

Harini Agusta1, Yeti Widyawati2, Nani Kurniawati3, Tri Surawan4, Rudi Yulianto5, Ahmad Dahlan6

Fakultas Teknologi Industri, Universitas Jayabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

kata kunci:

biji asam jawa, koagulasi, flokulasi, COD, TSS

 

 

 

 

 

 

keywords:

tamarind seeds, coagulation, floculation, COD, TSS

 

ABSTRAK

 

Pencemaran air akibat limbah industri kimia tekstil merupakan masalah yang sering terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia. Industri tekstil biasanya menghasilkan limbah cair yang berwarna pekat. Beberapa tahapan metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah industri kimia tekstil adalah koagulasi-flokulasi, presipitasi, elektroflotasi, dan adsorbs. Pada proses koagulasi dibutuhkan koagulan, yaitu suatu zat yang prinsip kerjanya mendestabilisasi partilel tersuspensi dan memperbesar pembentukkan flok. Setelah koagulan dimasukkan ke dalam air, koloid dalam air berkumpul dan tumbuh lebih besar sehingga dapat mengendap di bagian bawah dan dapat dipisahkan. Koagulan pada umumnya berasal dari bahan kimia seperti Alum (Al2(SO4)3.14H2O) dan sebagainya. Dalam penelitian ini digunakan koagulan alami biji asam yang telah diketahui mengandung protein cukup tinggi. Pembuatan biokoagulan biji asam mula-mula dilakukan dengan cara maserasi dari serbuk biji asam dengan pelarut air. Koagulan serbuk biji asam dibuat dalam variasi dosis 1gr, 2gr, 3gr, 4gr, dan 5gr yang dimasukkan ke dalam 500ml air limbah industri kimia tekstil. Pengadukkan cepat dilakukan selama 3 menit 125rpm. Dan pengadukkan lambat dilakukan dengan variasi 10rpm, 20rpm, dan 30rpm. Setelah dilakukan pengendapan, hasil analisa menunjukkan dosis optimum pada penambahan koagulan 4gr dengan variasi pengadukkan cepat 30rpm selama 30 menit mampu menurunkan nilai TSS awal 920mg/l turun menjadi 250,77 mg/l dan Nilai COD awal 5223 mg/l turun menjadi 2404,4 mg/l.

Water pollution caused by textile chemical industry waste is a common issue in developing countries, including Indonesia. Textile industries typically produce dark-colored liquid waste. Several treatment methods can be used to address textile chemical industry waste, including coagulation-flocculation, precipitation, electroflotation, and adsorption. In the coagulation process, a coagulant is required, which is a substance that works by destabilizing suspended particles and enhancing floc formation. Once the coagulant is added to the water, colloids in the water aggregate and grow larger, allowing them to settle at the bottom and be separated. Common coagulants are chemicals such as alum (Al(SO).14HO), among others. In this study, a natural coagulant derived from tamarind seed, known to contain high protein levels, was used. The production of tamarind seed biocoagulant was initially done by macerating tamarind seed powder with a water solvent. In this study, tamarind seed powder coagulant was prepared in dosage variations of 1g, 2g, 3g, 4g, and 5g, which were added to 500 ml of textile chemical industry wastewater. Rapid stirring was conducted for 3 minutes at 125 rpm, followed by slow stirring with variations of 10 rpm, 20 rpm, and 30 rpm. After sedimentation, the analysis results indicated an optimal dosage of 4g with a rapid stirring variation of 30 rpm, reducing the initial TSS value from 920 mg/L to 250,77 mg/L and the initial COD from 5223mg/L to2404,4 mg/L.

Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA .

This is an open access article under the CC BY-SA license.

 

 

PENDAHULUAN

Pencemaran air akibat limbah Industri Kimia Tekstil merupakan masalah yang sering terjadi di negara negara berkembang, salah satunya Indonesia (Pangestu, 2018). Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban air� limbah industri� tekstil� terbesar (Lolo & Pambudi, 2020).� Industri� tekstil� biasanya menghasilkan� limbah cair� yang berwarna� pekat� serta� mengandung� TSS� (Total� Suspended� Solid),� COD� (chemical� oxygen demand), BOD, pH, temperatur, turbiditas, salinitas, dan bahan kimia toksik yang tinggi dan berfluktuasi. Air limbah tersebut menimbulkan dampak negatif, baik langsung maupun tidak langsung, apabila dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan (Anggorowati, 2021). Karena limbah tersebut mengandung berbagai zat berbahaya termasuk zat warna dan logam logam berat seperti krom (Cr) dan timbal (Pb) (Komarawidjaja, 2016).

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah Industri Kimia Tekstil adalah koagulasi-flokulasi, presipitasi, elektroflotasi dan adsorbsi. Metode koagulasi-flokulasi adalah metode pengolahan limbah cair yang bertujuan untuk mengurangi zat pencemar dan partikel koloid dalam suatu limbah cair. Terdapat tiga tahap pembentukan flok dalam proses koagulasi-flokulasi, mencakup tahap destabilisasi, tahap pembentukan mikrofilik, serta tahap pembentukan makrofilik (Riadi et al., 2014). Koagulasi merupakan proses penurunan kekeruhan dan material pada air berupa partikel�partikel koloidal (berukuran 1-200 milimikron) seperti alga, bakteri, zat organik anorganik dan partikel lempung. Pengertian lain dari koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan pencemar� dalam� bentuk� koloid� dengan� penambahan� koagulan� dan� pengadukan� yang� cepat. Proses ini bertujuan untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada partikel. Koagulasi partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk mikroflok. Gumpalan kecil yang telah terbentuk akan saling bergabung menjadi partikel flokulan (makroflok) dengan pengadukan yang lambat, proses ini disebut flokulasi (Mayasari & Hastarina, 2018).�

Pada proses koagulasi dibutuhkan koagulan, yaitu suatu zat yang prinsip kerjanya mendestabilisasi partikel tersuspensi (koloid) (Elpani et al., 2019) dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap (Kristijarti et al., 2013). Koagulan pada umumnya berasal dari bahan kimia, yang sering disebut sebagai koagulan kimiawi misalnya, alum (Al2(SO4)3.14H2O), garam besi ferric chloride (FeCl3.6H2O), ferric sulfate (Fe2(SO4)3.9H2O), ferrous sulfate (FeSO4.7H2O), poly aluminum chloride (PAC) (Aln(OH)mCl3n-m), Sodium Aluminate (NaAlO2) (Yargeau, 2012). Namun demikian terdapat kelemahan dalam penggunaan koagulan kimiawi ini karena ion aluminium yang terdapat dalam koagulan kimiawi ini� jika masuk ke dalam tubuh manusia melebihi nilai ambang batas (NAB) dapat menyebabkan beberapa efek samping khususnya bagi kesehatan manusia antara lain sembelit usus, kehilangan ingatan, kejang perut, kehilangan energi dan kesulitan konsentrasi (Saravanan et al., 2017). Oleh sebab itu saat ini dikembangkan� koagulan yang bersifat alami dan mudah ditemukan.

Koagulan alami yang berasal dari tanaman mengandung bahan aktif berupa polifenol, polisakarida, dan protein. Bahan aktif berupa protein paling banyak digunakan karena hanya membutuhkan perlakuan yang sederhana (Islam et al., 2023). Dalam penelitian ini digunakan serbuk biji asam jawa sebagai koagulan, karena biji asam mengandung protein yang cukup tinggi. Kandungan protein gugus NH3+ pada biji asam jawa mampu menyatukan molekul koloid agar molekul tersebut tidak stabil kemudian memperoleh diameter yang lebih besar dan dapat mengendap (Kristianto et al., 2018).

Tahap awal dari penelitian ini adalah mempersiapkan serbuk biji asam jawa sebagai koagulan dengan� proses maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang paling umum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat pada suhu kamar. Akan tetapi, ada pula kerugian utama dari metode maserasi ini, yaitu dapat memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja akan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat juga menghindari resiko rusaknya senyawa-senyawa dalam tanaman yang bersifat termolabil (Hendrawati et al., 2013).

Selanjutnya dilakukan proses koagulasi dan flokulasi untuk sampel air limbah industri tekstil. Dengan variasi dosis koagulan yang dipakai dalam penelitian ini adalah 1g, 2g, 3g, 4g, dan 5g dengan ukuran partikel 100 mesh pada 500 ml sample air limbah. Sampel diaduk cepat selama 3 menit (125 rpm) dan pengadukan lambat selama 30 menit dengan variasi 10, 20, 30 rpm. Setelah pengadukan, sampel diendapkan selama 120 menit. Kemudian hasil diambil dan dilakukan pengukuran COD dan TSS (Royani et al., 2021).

COD adalah kebutuhan oksigen kimia untuk mengurai seluruh bahan organik yang terdapat dalam limbah cair. Apabila kandungan senyawa organik maupun anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air menjadi nol, sehingga ikan-ikan, tumbuhan air dan hewan air lainnya yang� membutuhkan oksigen� tidak� memungkinkan hidup� pada� perairan� tersebut (Tetti, 2014).

 

 

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Alat������� :

Blender, Alat pengaduk magnetic, pH meter, Spektrofotometri, Oven, Ayakan 100 mesh, Neraca analitik, Kertas saring, dan Beaker glass.

Bahan��� :

Biji Asam Jawa, n-Heksana, Akuades, dan Sampel air limbah kimia tekstil

 

Diagram Alir Penelitian

Tahap preparasi Biokoagulan

Pemisahan cangkang dan daging

Dicuci dan dijemur

Dihancurkan

Maserasi 5 hari

n-Heksana

Oven 60�C

Ayak 100mesh

Serbuk biji asam

Saring

Endapan

Filtrat

Buah Asam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tahap Penelitian

Sampel 500ml

(biokoagulan 1gr, 2gr, 3gr, 4gr, 5gr)

Analisa Hasil

(TSS dan COD)

 

Ukur pH (7-8)

Pengadukkan lambat

(10rpm, 20rpm, 30rpm; t=30 menit)

Pengendapan

(120 menit)

 

Pengadukkan cepat

(125rpm; t=3 menit)

Biokoagulan

Serbuk biji asam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Tabel 1. Perbandingan Variasi Dosis Koagulan terhadap Nilai TSS

Pengadukan (rpm)

Variasi Dosis (gram)

Nilai TSS (mg/L)

Rata-rata

Sample

Sample

Sample

I

II

III

10

1

737.39

783.962

807.248

776.2

2

623.2

662.56

682.24

656

3

401.66

427.028

439.712

422.8

4

275.785

293.203

301.912

290.3

5

285.855

303.909

312.936

300.9

20

1

680.2

723.16

744.64

716

2

570.57

606.606

624.624

600.6

3

391.97

416.726

429.104

412.6

4

238.2315

253.2777

260.8008

250.77

5

269.135

286.133

294.632

283.3

30

1

652.27

693.466

714.064

686.6

2

464.36

493.688

508.352

488.8

3

285.57

303.606

312.624

300.6

4

260.11

276.538

284.752

273.8

5

294.69

313.302

322.608

310.2

 

Gambar 1. Variasi Dosis Koagulan vs Nilai TSS

 

Dari grafik 1 terlihat dengan pengadukan lambat 20 rpm selama 30 menit dengan variasi dosis biokoagulan 4 gram dapat menurunkan nilai TSS dari awal 920 mg/l menjadi 250,77 mg/l. Hal ini membuktikan bahwa gugus protein biokoagulan asam dapat menyatukan koloid menjadi gumpalan besar yang dapat mengendap. Pengadukan yang lebih cepat (30 rpm) diperoleh hasil TSS yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan gumpalan yang terbentuk dapat terganggu atau larut kembali sehingga hasilnya tidak maksimal.��

 

Tabel 2. Perbandingan Variasi Dosis Koagulan terhadap Nilai COD������

Pengadukan

Variasi Dosis (gram)

Nilai COD (mg/L)

Rata-rata

Sample

Sample

Sample

I

II

III

10

1

3360.516

3569.46

3517.224

3482.4

2

3045.54

3234.9

3187.56

3156

3

2666.102

2831.87

2790.428

2762.8

4

2468.084

2621.54

2583.176

2557.6

5

2512.86

2669.1

2630.04

2604

20

1

3135.285

3330.225

3281.49

3249

2

2852.54

3029.9

2985.56

2956

3

2575.006

2735.11

2695.084

2668.4

4

2320.246

2464.51

2428.444

2404.4

5

2472.909

2626.665

2588.226

2562.6

30

1

3417.065

3629.525

3576.41

3541

2

3161.34

3357.9

3308.76

3276

3

3038.206

3227.11

3179.884

3148.4

4

2613.992

2776.52

2735.888

2708.8

5

2743.109

2913.665

2871.026

2842.6

 

Gambar 2. Variasi Dosis Koagulan vs Nilai COD

 

Dari grafik 2 diperoleh Nilai COD terendah pada kondisi variasi dosis 4 gram dan kecepatan pengadukan 30 rpm mampu menurunkan Nilai COD awal 5223 mg/l menjadi 2404,4 mg/l. Hal ini membuktikan bahwa asam amino pada kandungan protein yang terdapat pada serbuk biji asam mampu berperan sebagai polielektrolit yang dapat mengikat partikel koloid organik dan anorganik menjadi gumpalan yang lebih besar sehingga dapat diendapkan. Pengadukan dengan kecepatan lebih tinggi menjadi tidak efektif karena terganggunya proses penggumpalan.

 

KESIMPULAN

Kondisi optimum penurunan Nilai TSS diperoleh pada pengadukan cepat 125 rpm selama 3 menit dan penambahan biokoagulan serbuk biji asam� 4gram dengan� pengadukan lambat 30 rpm selama 30 menit dan lama pengendapan 120 menit , diperoleh penurunan Nilai TSS dari 920 mg/l menjadi 250,77 mg/l , tingkat efektifitas 72,74%. Kondisi optimum penurunan Nilai COD pada pengadukan cepat 125 rpm selama 3 menit dan penambahan biokoagulan serbuk biji asam 4 gram dengan� pengadukan lambat 30 rpm selama 30 menit dan lama pengendapan 120 menit, diperoleh Nilai penurunan COD dari 5223 mg/l menjadi 2404,4mg/l,� tingkat efektifitas 53,96%.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anggorowati, A. A. (2021). Serbuk biji buah semangka dan pepaya sebagai koagulan alami dalam penjernihan air. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry 9.

Elpani, S. E., Gunawan, M. J., Aviventi, E., & Sabila, R. A. (2019). Utilization of Natural Coagulant Substance (Tamarind and Winged Bean Seed) on the Quality of Tofu Wastewater in Muntilan, Magelang. Indonesian Journal of Chemistry and Environment, 2(1), 25�32.

Hendrawati, H., Syamsumarsih, D., & Nurhasni, N. (2013). Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Sebagai Koagulan Alami Dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah. Jurnal Kimia VALENSI, 3, 108081.

Islam, M. A., Omi, S. M. A., & Bari, M. N. (2023). Effect of Natural Coagulants on the Treatment of Municipal Wastewater. American Journal of Environmental Science and Engineering, 7(2), 41�50.

Komarawidjaja, W. (2016). Sebaran limbah cair industri tekstil dan dampaknya di beberapa Desa Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung. Jurnal Teknologi Lingkungan BPPT, 17(2), 118�125.

Kristianto, H., Kurniawan, M. A., & Soetedjo, J. N. M. (2018). Utilization of papaya seeds as natural coagulant for synthetic textile coloring agent wastewater treatment. Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf. Technol, 8, 2071�2077.

Kristijarti, A. P., Suharto, I., & Marieanna, M. (2013). Penentuan jenis koagulan dan dosis optimum untuk meningkatkan efisiensi sedimentasi dalam instalasi pengolahan air limbah pabrik jamu X. Research Report-Engineering Science, 2.

Lolo, E. U., & Pambudi, Y. S. (2020). Penurunan Parameter Pencemar Limbah Cair Industri Tekstil Secara Koagulasi Flokulasi (Studi Kasus: IPAL Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia). Jurnal Serambi Engineering, 5(3).

Mayasari, R., & Hastarina, M. (2018). Optimalisasi dosis koagulan aluminium sulfat dan poli aluminium klorida (Pac)(studi kasus pdam Tirta Musi Palembang). Integrasi: Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 3(2), 28�36.

Pangestu, I. A. (2018). Dampak pencemaran lingkungan akibat limbah industri (studi kasus kawasan industri perusahaan tekstil milik asing di Sungai Citarum)(Undergraduate paper, Universitas Padjajaran, Bandung).

Riadi, L., Ferydhiwati, W., & Loeman, L. D. S. (2014). Pengolahan Primer Limbah Tekstil Dengan Elektrokoagulasi. Reaktor, 15(2), 73�78.

Royani, S., Fitriana, A. S., Enarga, A. B. P., & Bagaskara, H. Z. (2021). Kajian COD dan BOD dalam air di lingkungan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah Kaliori Kabupaten Banyumas. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 13(1), 40�49.

Saravanan, J., Priyadharshini, D., Soundammal, A., Sudha, G., & Suriyakala, K. (2017). Wastewater treatment using natural coagulants. SSRG International Journal of Civil Engineering, 4(3), 40�42.

Tetti, M. (2014). Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2).

Yargeau, V. (2012). Water and wastewater treatment: chemical processes. In Metropolitan Sustainability (pp. 390�405). Elsevier.