HASIL LEGAL DUE DILIGENCE DAN LEGAL OPINI
SEBAGAI PENENTU HARGA AKUISISI BANK PEREKONOMIAN RAKYAT (BPR)
Aini Nurul Iman1, Yelma Nomida
Alvisalia2
Universitas Pelita Harapan, Indonesia
Email: 1[email protected], 2[email protected]
Kata
kunci: Legal due diligence (LDD),� Legal opini,
Akuisisi, BPR Keywords: Legal
due diligence (LDD), Legal opinion, Acquisition, BPR |
|
ABSTRAK |
|
Dalam dunia hukum kita
mengenal istilah Legal Due Diligence (LDD) dan
Legal Opini. Pemeriksaan
atas kepatuhan hukum atas auditee (pihak yang di audit) pada proses akuisisi
sangatlah penting karena Pihak yang mengakuisisi nantinya akan akan berdampak atas resiko jika auditee tidak mematuhi hukum, pajak, keuangan, dsb. Karena seringkali company profile, dokumen-dokumen
penawaran kepada investor
yang nantinya akan mengakuisisi
tidak sesuai dengan data asli
di lapangan. Terutama
pada Bank BPR dalam peraturan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2024 mengenai Bank Perekonomian
Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah menetapkan ketentuan tentang proses pengambilalihan,
yang umumnya dikenal
sebagai akuisisi. Maka temuan-temuan
dalam LDD maupun Legal Opini
terkadang mempengaruhi bagaimana kesepakatan harga akuisisi BPR dapat diambil alih oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP)
yang baru. LDD dan Legal opini inilah
yang perlu menyebutkan bagaimana
risiko hukum, bagaimana memastikan bahwa BPR mematuhi semua peraturan yang berlaku, termasuk persyaratan modal dan tata kelola,
menilai kesehatan keuangan
bank, termasuk aset, kewajiban, dan likuiditas, dan bagaimana struktur kepemilikan dan pengendalian sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. In the legal field, we
are familiar with the terms of Legal Due Diligence (LDD) and Legal Opinion.
The examination of legal compliance of the auditee (the party being audited)
during the acquisition process is of utmost importance, as the acquiring
party may face risks if the auditee fails to adhere to laws, taxation,
finance, etc. This concern arises particularly because company profiles and
investment proposal documents presented to potential investors may not align
with the actual data on the ground. This is especially pertinent for BPR
(Rural Banks) in light of the regulations set forth
by the Financial Services Authority of the Republic of Indonesia in
Regulation No. 7 of 2024 regarding Rural Banks and Islamic Rural Banks, which
govern acquisitions. Consequently, findings from both the LDD and the Legal
Opinion may significantly influence the negotiated acquisition price for BPR
by the new Controlling Shareholder (PSP). It is essential for the LDD and
Legal Opinion to articulate the legal risks involved, ensure that the BPR
complies with all applicable regulations, including capital requirements and
governance, assess the financial health of the bank including assets,
liabilities, and liquidity and confirm that the ownership and control
structure aligns with the prevailing regulations.. |
|
Ini adalah
artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an
open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Di Indonesia kita mengenal nama awal
yaitu Bank Perkreditan
rakyat yang kemudian diubah
dengan nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) telah berkembang dengan jumlah yang signifikan (SOEPRAJITNO & Wihara, n.d.), di mana setiap
BPR menawarkan layanan yang
beragam kepada para nasabahnya (ROSI et al., 2024). Fasilitas yang disediakan meliputi pemberian kredit kepada masyarakat, serta penyediaan pembiayaan dan pengelolaan dana selaras dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Keuangan, 2017). Di samping itu, Bank Perekonomian Rakyat
(BPR) memiliki kapasitas untuk mengalokasikan dananya dalam berbagai
instrumen finansial, termasuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (Arqam et al., 2024), deposito berjangka, sertifikat deposito, serta simpanan di lembaga perbankan lainnya (Muarief, 2024).
Sehubungan dengan pembentukan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/26/PBI/2006 Tahun 2006 mengenai
Bank Perkreditan Rakyat, jumlah
modal yang harus disetorkan
untuk mendirikan BPR ditentukan paling rendah sebesar:
a. Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) untuk pendirian BPR
di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
b. Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) untuk pendirian BPR
di ibukota Provinsi di
Pulau Jawa dan Bali, serta di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi;
c. Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) untuk pendirian BPR di ibukota Provinsi di luar Pulau Jawa dan
Bali, serta di wilayah Pulau Jawa dan Bali di luar yang tercantum dalam poin a dan b;
d. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk pendirian BPR di wilayah lainnya
di luar yang disebutkan dalam poin a, b, dan c.
Modal yang disetorkan untuk BPR dengan status
badan hukum Koperasi terdiri dari iuran pokok, iuran wajib, dan pemberian
hibah, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perkoperasian.
Sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari
modal yang disetorkan tersebut harus dipergunakan untuk keperluan modal kerja
BPR.
Namun saat ini mengalami perubahan pada Pasal 13
ayat 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5 /Pojk.03/2015 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan
Rakyat menyebutkan :
�BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memenuhi modal inti minimum
sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah) paling lambat
pada tanggal 31 Desember
2024.�
Beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menghadapi kesulitan dalam memenuhi persyaratan modal inti minimum, yang timbul
sebagai dampak dari penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Kurniawan, 2017) Nomor
5/POJK.03/2015 terkait Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan
Modal Inti Minimum BPR. Menghadapi hal ini, sejumlah
BPR mengambil langkah hukum untuk menjaga
keberlangsungan usahanya,
salah satu caranya adalah dengan menempuh
proses akuisisi.
Proses akuisisi atau pengambilalihan BPR harus melalui mekanisme
yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian
Rakyat Syariah (Rantemangiling, 2022) menetapkan bahwa pengambilalihan adalah suatu langkah
hukum yang diambil oleh entitas hukum atau
individu untuk merebut kepemilikan saham di BPR atau BPR Syariah, sehingga pada akhirnya mengubah kendali atas BPR atau BPR Syariah tersebut. Tentu saja, terdapat berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) baru sebelum melakukan
akuisisi. Salah satu metode yang sering ditempuh adalah melalui Uji Tuntas Hukum (Legal
Due Diligence/LDD) dan penerbitan Opini Hukum (Legal Opinion/LO) oleh para pakar hukum (Sutantoputra & Simangunsong,
2018).
Legal Due Diligence (LDD) dan Legal Opinion (LO) adalah istilah yang merujuk pada proses verifikasi hukum yang sangat mendalam. Sesuai dengan Standar
Profesi Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Uji Tuntas
Hukum (LDD) merupakan suatu
analisis menyeluruh yang dilakukan oleh konsultan hukum terhadap entitas atau objek
transaksi tertentu. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan
informasi atau fakta material yang mampu memberikan pemahaman mengenai kondisi hukum perusahaan atau objek yang berkaitan dengan transaksi tersebut.
METODE
PENELITIAN
Didalam penyusunan jurnal ini, penulis
menerapkan metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif berorientasi pada
penelaahan norma-norma hukum yang diterapkan dalam suatu sistem hukum tertentu.
Pada penulisan ini,penulis mengkaji sumber hukum, seperti undang-undang,
peraturan, dan sumber kepustakaan lainnya untuk memberikan pemahaman dan
pembahasan yang mendalam.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Legal Due Diligence dan
Legal Opini dalam Proses Akuisisi BPR
BPR dan BPR Syariah memiliki
peran berharga untuk mencukupi berbagai finansial nasabah yang dibutuhkan, bukan sekedar dengan
memberikan akses kredit maupun pembiayaan,
tetapi menyediakan layanan keuangan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat. Dengan peran strategis ini, BPR dan BPR Syariah menjadi
penggerak utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi sektor
usaha mikro dan kecil. Undang-Undang yang berisi Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan (UU PPSK) memperkenalkan berbagai inisiatif untuk memperkuat
kelembagaan BPR dan BPR Syariah. Salah satu inisiatif tersebut adalah
memberikan peluang bagi BPR dan BPR Syariah untuk meningkatkan akses permodalan
melalui aksi korporasi berupa Pengambilalihan oleh Pemegang Saham Pengendali
(PSP). Pengambilalihan atau akuisisi BPR merupakan tindakan hukum di mana saham
BPR atau BPR Syariah diambil alih oleh entitas hukum atau perseorangan, yang
menyebabkan pengendalian atas BPR atau BPR Syariah beralih. POJK No. 7/2024
menyatakan bahwa proses pengambilalihan BPR atau BPR Syariah dapat dilaksanakan
baik atas inisiatif BPR atau BPR Syariah sendiri, maupun atas instruksi dari
OJK.
Dalam transaksi akuisisi, baik untuk perusahaan
maupun bank, biasanya dilakukan uji tuntas yang dikenal sebagai Legal Due
Diligence (LDD). Menurut pedoman yang ditetapkan oleh Himpunan Konsultan
Hukum Pasar Modal, Uji Tuntas Hukum (LDD) dipahami sebagai suatu evaluasi hukum
yang menyeluruh, yang dilaksanakan oleh konsultan hukum terhadap suatu
perusahaan atau objek transaksi tertentu, sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam transaksi tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk
mengumpulkan informasi atau fakta signifikan yang dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi hukum dari perusahaan atau objek yang bersangkutan. LDD perlu
dilakukan dalam jangka waktu yang cukup agar dapat mengumpulkan data dan
informasi yang diperlukan untuk melihat kelayakan dan potensi keuntungan dari
transaksi tersebut.
Tujuan dari pelaksanaan Legal Due Diligence
(LDD) dan penerbitan Legal Opinion (LO) dalam proses akuisisi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) antara lain:
1) Mengassess keandalan sistem yang diterapkan
untuk melindungi dana yang dihimpun oleh BPR, termasuk deposito, giro,
tabungan, dan dana dari sumber lainnya. Selain itu, penting untuk memastikan
bahwa struktur kepemilikan dan pengendalian BPR mematuhi peraturan yang
berlaku.
2) Menganalisis sampai pada tingkat di mana tujuan
dan sasaran dari aktivitas operasional tertentu telah diraih secara
berkesinambungan dengan harapan. Ini termasuk evaluasi terhadap pertumbuhan
usaha BPR sejak pendiriannya hingga saat ini, serta identifikasi potensi
kendala yang mungkin mempengaruhinya.
3) Mengkaji sejauh mana sumber daya telah
dimanfaatkan dengan cara yang ekonomis dan efisien. Penilaian ini termasuk
penilaian terhadap efisiensi, efektivitas, dan keamanan dari aktivitas
operasional tertentu. Selain itu, sangat krusial untuk melakukan analisis atas
pemanfaatan sumber daya dan fasilitas yang belum dimanfaatkan secara optimal,
atau kegiatan yang dipandang kurang memberikan produktivitas.
4) Menginvestigasi kebenaran dan keutuhan informasi
keuangan dan operasional, termasuk pencatatan kewajiban BPR yang diaudit serta
akun administratif. Tujuan utama dari penilaian ini adalah untuk memastikan
bahwa informasi yang diperoleh akurat, dapat diandalkan, tepat waktu, lengkap,
dan bermanfaat bagi kepentingan lembaga yang terkait dengan BPR, masyarakat
yang melakukan kerjasama dengan BPR, dan membantu mengidentifikasi potensi
risiko hukum yang mungkin timbul dari transaksi akuisisi. Ini termasuk risiko
yang terkait dengan kontrak, litigasi, kepatuhan regulasi, BPR mematuhi semua peraturan yang berlaku, termasuk persyaratan modal, tata kelola, kesehatan keuangan BPR, termasuk aset, kewajiban, dan likuiditas, dan perizinan dan masalah hukum lainnya.
Menurut H.F. Abraham Amos bahwa dikatakan bahwa sangat vital bagi kelangsungan operasional persero, disamping perlu adanya� pre-asumtif yang bersifat protektif terhadap persero untuk diambil alih
(take over. Merger, acquisition,
liquidation, dan restructuration)
oleh pihak pemodal yang berminat, agar tidak terlampau bermasalah dalam hukum yang nantinya dapat mengakibatkan investor batal bertransaksi dan mengurungkan minatnya dalam bertransaksi. Temuan dalam LDD dan LO dapat mempengaruhi kesepakatan
harga akuisisi antara pihak pemodal dengan BPR.. Misalnya, jika ditemukan
risiko atau masalah tertentu, hal ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk negosiasi
harga yang lebih rendah.
Pada pemeriksaan audit LDD dan LO hal-hal yang
diperiksa pada BPR, yaitu:
1) Aspek Korporasi
a. Pendirian perusahaan harus
dilengkapi dengan akta pendirian serta Anggaran Dasar, termasuk perubahan Anggaran Dasar, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), Pasal 7 ayat 4
UUPT, dan Pasal 2 Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian
Rakyat Syariah (POJK No. 7/2024).
b. Bentuk usaha yang dapat
dijalankan mencakup
Perseroan dan Koperasi, sesuai
dengan ketentuan Pasal 29
UUPT, Pasal 4 POJK No. 7/2024, serta Pasal 12 Peraturan Menteri Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Nomor
9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Perkoperasian.
c. Maksud dan tujuan pendirian mencakup KBLI 64131
(Bank Perkreditan Rakyat), yang kini
beralih nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat,
perubahan ini sesuai dengan Undang-Undang
(UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU
PPSK).
d. Struktur permodalan harus mematuhi ketentuan
yang diatur dalam Pasal 32 Jo. Pasal 33
UUPT, Pasal 13 Peraturan OJK Nomor
5/POJK.03/2015, serta Pasal 6 POJK No. 7/2024.
e. Susunan pemegang saham harus terdiri minimal dari satu pemegang
saham yang dikenal sebagai pemegang saham pengendali (PSP) yang memiliki setidaknya 25% dari total saham BPR. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 50 UUPT dan Pasal 1 No. 17, Pasal 3, serta Pasal 5 POJK No. 7/2024.
f. Keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 Ayat 11 Anggaran
Dasar Perseroan, Pasal 75 Jo. Pasal 77 Jo. Pasal 91 UUPT, serta
Pasal 127 ayat 2 dan 3 UUPT.
g. Susunan Direksi dan Dewan Komisaris POJK 9/2024.
2) Aspek Perizinan-perizinan
a. Perizinan Umum,
b. Nomor Induk Berusaha,
c. Perizinan Operasional/Khusus
Izin OJK
3) Aspek Ketenagakerjaan
a. Hubungan Kerja diatur dalam perjanjian kerja
yang tercantum pada Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
b. Peraturan Perusahaan (PP) diatur dalam Pasal 188
UU Ketenagakerjaan.
c. Wajib Lapor Ketenagakerjaan (WLK) diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan dalam Jaringan.
d. Upah Minimum Provinsi (UMP) diatur dalam
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18/2022.
e. BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan diatur dalam
Pasal 15 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 3 PP 86/2013.
4) Aspek Kekayaan Intelektual
a. Sertifikat merek dagang untuk Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
b. Persetujuan OJK dalam RUPS terkait perubahan
logo merek perusahaan.
5) Aspek Aset
Semua dokumen yang menunjukkan kepemilikan Perseroan atas tanah, mencakup
tetapi tidak terbatas pada:
a. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)
b. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
c. Sertifikat Hak Pakai (HP)
d. Sertifikat Hak Milik (SHM), khusus untuk tanah yang belum memiliki sertifikat, yang dilengkapi dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPPTH) dan Surat Penyerahan Tanah (SPT)
e. Dokumen lain yang membuktikan kepemilikan tanah
yang terdaftar atas nama Perseroan
f. Daftar peralatan materiil yang dimiliki oleh
Perseroan
g. Dokumen yang mendukung kepemilikan Perseroan
atas Peralatan Operasional dan/atau peralatan berat
h. Dokumen yang membuktikan partisipasi saham
Perseroan dalam perusahaan lain, dan
i. Jaminan Fidusia Kreditur.
6) Aspek Asuransi
Bahwa barang-barang yang dijaminkan
pada Kreditur/ BPR sebagai jaminan kredit atas utang-piutang disarankan untuk mengasuransikan dengan tujuan meminimalisir resiko hilang, dampak kerugian, dan melindungi aset yang dijaminkan seperti hal kebakaran, terkena dampak alam, dialihkan tanpa sepengetahuan pemilik, dan sebagainya. Tentu, segala aspek ini harus mematuhi ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Adapun hal-hal yang perlu diperiksa terkait dengan asuransi meliputi:
a. Pihak penanggung
b. Klasifikasi asuransi
c. Risiko yang dilindungi
d. Barang atau objek yang diasuransikan
e. Jumlah perlindungan
f. Durasi polis asuransi
g. Klausula bank, bila ada.
7) Aspek Pemeriksaan keuangan/ audit secara
finansial
Pada aspek ini
perlu mengevaluasi efektivitas pengendalian internal BPR dalam memitigasi
risiko dan menjaga aset.
8) Aspek Pelaporan dokumen-dokumen ke OJK
a. Persetujuan prinsip berdasarkan
POJK 7/2024
b. Izin Usaha dari OJK berdasarkan POJK 7/2024
9) Aspek Perjanjian-perjanjian
a. Perjanjian sewa,
b. Perjanjian debitur dan kreditur
(diaktakan/tidak),
c. Perjanjian lainnya yang relevan
10) Aspek Perkara-perkara
a. Litigasi yang tertunda
b. Potensi litigasi
c. Pemeriksaan pengadilan
LO merupakan hasil dari proses LDD yang
memberikan pandangan hukum tentang status kepatuhan dan risiko hukum yang
dihadapi oleh perusahaan. LO harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip
keterbukaan dan materialitas, serta harus memberikan analisis yang objektif dan
komprehensif mengenai isu-isu hukum yang relevan. Dengan demikian, LO tidak
hanya berfungsi sebagai dokumen pendukung dalam transaksi, tetapi juga sebagai
alat untuk melindungi kepentingan investor dengan memberikan jaminan bahwa
semua aspek hukum telah dievaluasi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan
investasi. Secara keseluruhan, kombinasi antara LDD dan LO sangat penting dalam
mengurangi risiko hukum dalam transaksi bisnis. Proses ini membantu memastikan
bahwa semua informasi material telah diperiksa dan bahwa perusahaan mematuhi
semua regulasi yang berlaku. Dengan demikian, pihak-pihak yang terlibat dalam
akuisisi dapat membuat keputusan yang lebih informasional dan strategis, serta
meminimalkan kemungkinan terjadinya masalah hukum di masa depan.
Pengaruh Hasil Legal Due Diligence terhadap Transaksi Akuisisi BPR
Menurut Angwin dalam Jurnal Slandana Savovic dan
Dragana Pokrajcic, LDD merupakan analisis mendalam terhadap operasional
perusahaan target, kekuatan, dan kelemahannya, serta posisi strategis dan
kompetitifnya dalam industri. Proses ini mencakup pengumpulan dan verifikasi
informasi yang bertujuan untuk mendukung penilaian terhadap BPR, termasuk
sumber daya dan kewajiban yang dimilikinya. Dalam tahap ini, seluruh aspek yang
berkaitan dengan BPR diperiksa secara menyeluruh, seperti teknologi, pemasaran,
keuangan, kerangka regulasi, sampai dengan sumber daya manusia. Dengan cara
ini, pihak yang melakukan akuisisi dapat mengakses dan memastikan keakuratan
informasi baik dari sumber publik maupun privat terkait BPR. Dengan memperoleh
informasi yang akurat melalui proses LDD, pihak yang melakukan akuisisi akan
lebih mampu mengidentifikasi dan menilai aset serta kewajiban dari BPR yang
akan diakuisisi secara efektif.
Landasan hukum pelaksanaan Uji Tuntas atau Legal
Due Diligence (LDD) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UU PT), yang menekankan esensi transparansi dan
akuntabilitas dalam setiap transaksi perusahaan. Pasal 102 UU PT menetapkan
bahwa setiap penjualan aset yang melebihi 50% dari total aset bersih harus
memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketentuan ini
mengindikasikan bahwa hasil LDD tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengevaluasi
risiko, melainkan juga sebagai dokumen legal yang wajib diperhatikan ketika
pengambilan suara/putusan dengan para pemegang saham sedang diproses. Dengan
demikian, LDD berperan krusial dalam memastikan bahwa semua aspek hukum
terpenuhi sebelum akuisisi dilakukan. Selain itu, hasil LDD juga dapat
mempengaruhi kinerja keuangan pasca-akuisisi. Akuisisi yang didasarkan pada
hasil LDD yang komprehensif cenderung menghasilkan kinerja keuangan yang lebih
baik dibandingkan dengan akuisisi yang tidak melibatkan proses due diligence
secara mendalam. Hal ini karena LDD membantu mengidentifikasi dan mengatasi
masalah potensial sebelum transaksi berlangsung, sehingga mengurangi risiko
kerugian di masa depan. Dengan demikian, perusahaan yang melakukan akuisisi BPR
perlu memastikan bahwa proses LDD dilakukan secara menyeluruh dan profesional
untuk mendukung keberhasilan transaksi dan meningkatkan nilai pemegang saham.
Temuan-temuan dalam LDD dan LO memiliki dampak
signifikan terhadap proses akuisisi BPR, terutama dalam menentukan kesepakatan
harga yang diambil alih oleh PSP yang baru. LDD dan LO berfungsi sebagai alat
evaluasi yang mendalam mengenai kondisi hukum dan kepatuhan BPR terhadap
peraturan yang berlaku. Dalam konteks ini, penting untuk menilai risiko hukum
yang mungkin muncul akibat akuisisi, serta memastikan bahwa BPR mematuhi semua
regulasi yang ditetapkan oleh OJK. Salah satu dasar hukum yang relevan adalah Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9 Tahun 2024 mengatur implementasi tata kelola
bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) serta Bank Perekonomian Rakyat Syariah.
Dalam regulasi ini, BPR diharuskan untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik, yang mencakup elemen-elemen seperti keterbukaan, tanggung jawab, dan
keadilan. Hal ini bertujuan untuk melindungi pemangku kepentingan dan
meningkatkan kinerja bank. Dalam hal ini, LDD dan LO harus mencakup penilaian
terhadap kesehatan keuangan BPR, termasuk analisis aset, kewajiban, dan
likuiditas bank tersebut.
Selain itu, peraturan juga mengharuskan BPR untuk
merancang rencana bisnis yang mencakup strategi jangka panjang dan tahunan.
Rencana bisnis ini wajib mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai batas
maksimum dalam pemberian kredit dan pengelolaan risiko. Oleh karena itu, dalam
LDD dan LO, penting untuk mengevaluasi apakah struktur kepemilikan dan
pengendalian BPR sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk kepatuhan
terhadap persyaratan modal inti. Dalam praktiknya, jika LDD dan LO menemukan
adanya pelanggaran atau risiko hukum yang signifikan, hal ini dapat
mempengaruhi kesepakatan harga akuisisi. Misalnya, jika ditemukan bahwa BPR
tidak memenuhi persyaratan modal atau terdapat masalah dalam tata kelola yang
dapat merugikan pemegang saham baru, maka PSP mungkin akan menuntut penyesuaian
harga akuisisi. Dengan demikian, LDD dan LO bukan juga digunakan untuk alat
evaluasi melainkan juga untuk instrumen strategis dalam negosiasi akuisisi BPR.
Berikut adalah beberapa cara bagaimana hasil LDD dapat mempengaruhi harga
akuisisi BPR:
LDD mencakup analisis menyeluruh terhadap kesehatan keuangan BPR, termasuk rasio-rasio penting seperti Non Performing Loan
(NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR),
dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Temuan dari analisis ini dapat mengindikasikan apakah
bank tersebut dalam kondisi yang stabil atau sebaliknya. Misalnya, jika LDD
menunjukkan NPL yang tinggi, hal ini dapat menurunkan nilai akuisisi karena
risiko kredit yang lebih besar. Sebaliknya, jika rasio-rasio tersebut
menunjukkan kinerja yang baik, nilai akuisisi dapat meningkat.
Hasil LDD juga berfungsi
sebagai dasar untuk mengestimasi nilai wajar saham
BPR. Metode seperti Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan Price to Book Value (P/BV) digunakan untuk menentukan nilai yang lebih objektif dibandingkan dengan hanya mengandalkan
kesepakatan antara pemilik dan pengurus BPR. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa nilai wajar per lembar saham BPR dapat berbeda signifikan
dari harga pasar yang ditawarkan, sehingga memberikan informasi yang krusial bagi calon
investor untuk menentukan harga akuisisi yang adil.
LDD juga membantu dalam mengidentifikasi risiko hukum yang mungkin ada, seperti
kepatuhan terhadap regulasi OJK dan potensi litigasi. Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum atau risiko
litigasi yang signifikan, hal ini dapat mempengaruhi keputusan akuisisi dan
harga yang ditawarkan. Calon pembeli mungkin akan meminta diskon pada harga
akuisisi untuk mengkompensasi risiko-risiko tersebut.
Temuan dari LDD menjadi alat negosiasi penting
antara pihak penjual dan pembeli. Jika hasil LDD menunjukkan masalah serius
dalam kesehatan keuangan atau kepatuhan hukum, pembeli dapat memanfaatkan
informasi tersebut untuk bernegosiasi demi mendapatkan harga yang lebih murah.
Sebaliknya, jika hasilnya positif, penjual dapat berargumen untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan harga akuisisi.
Secara keseluruhan, hasil LDD tidak hanya
memberikan gambaran tentang nilai wajar BPR tetapi juga mempengaruhi strategi
negosiasi dan keputusan akhir terkait harga akuisisi. Melalui analisis mendalam
ini, para pemangku kepentingan dapat membuat keputusan investasi yang lebih
informasional dan strategis.
KESIMPULAN
Legal Due Diligence (LDD) dan Legal opini (LO) memiliki
peran penting ketika proses akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR
Syariah. Untuk konteks tersebut, LDD dan LO berfungsi untuk mengidentifikasi
risiko hukum yang mungkin muncul, memastikan kepatuhan terhadap regulasi, dan
menilai kesehatan keuangan BPR. Proses ini mencakup pemeriksaan menyeluruh
terkait aspek korporasi, perizinan, ketenagakerjaan, kekayaan intelektual,
aset, asuransi, audit keuangan, serta dokumentasi yang wajib dilaporkan kepada
OJK. Dengan dilakukannya LDD dan LO, pihak yang terlibat dalam akuisisi dapat
membuat keputusan yang lebih informasional dan strategis. Temuan dari LDD dapat
mempengaruhi kesepakatan harga akuisisi, memungkinkan negosiasi yang lebih baik
jika terdapat risiko atau masalah tertentu. Secara keseluruhan, LDD dan LO
tidak hanya melindungi pihak pembeli, tetapi juga mendukung transparansi dan
keberlanjutan operasional BPR, yang berkontribusi pada stabilitas sektor
keuangan dan pertumbuhan ekonomi. LDD dan LO memainkan peran penting dalam
memastikan bahwa proses akuisisi berjalan lancar serta sesuai dengan regulasi
hukum yang berlaku. Dengan demikian, temuan-temuan dalam LDD maupun LO
terkadang mempengaruhi bagaimana kesepakatan harga akuisisi BPR dapat diambil
alih oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) yang baru. LDD dan LO inilah yang
perlu menyebutkan bagaimana risiko hukum, bagaimana memastikan bahwa BPR
mematuhi semua peraturan yang berlaku, termasuk persyaratan modal dan tata
kelola, menilai kesehatan keuangan bank, termasuk aset, kewajiban, dan likuiditas,
dan bagaimana struktur kepemilikan dan pengendalian sejalan dengan persyaratan
yang diberlakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arqam, M., Saputra, M. A., Rifaldi, A., Kahfi, A. A.,
& Syarif, M. (2024). Bank
dan Lembaga Keuangan. Nas Media Pustaka.
Keuangan, O. J. (2017). Otoritas Jasa
Keuangan. Salinan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor, 65.
Kurniawan, A. (2017). Peran Otoritas
Jasa Keuangan Dan Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Penanganan Dan
Penyelesaian Bank Perkreditan Rakyat Bermasalah.
Muarief, R. (2024). Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya: Fondasi Sistem Keuangan. Asadel Liamsindo Teknologi.
Rantemangiling, Y. (2022). Analisis
Yuridis Mengenai Merger Bank Syariah Mandiri, Bri Syariah, Dan Bni Syariah
Menjadi Bank Syariah Indonesia (Bsi). Lex Crimen, 11(5).
ROSI, M., Rosi, B., & Rukmana, D. H.
(2024). Strategi Pemasaran Dan Pelayanan BPR Nusamba Dalam Meningkatkan
Nasabah. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Digital, 1(3), 609�614.
SOEPRAJITNO, E. D. Y. D., & Wihara, D. S. (n.d.).
Preferensi Nasabah pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Sutantoputra, M. W., & Simangunsong,
S. (2018). Pedoman Lengkap legal Due Diligence (LDD) dan Legal Opinion
(LO) Dalam Rangka Initial Public Offering (IPO). Penerbit Andi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Bank Perekonomian Rakyat Dan Bank
Perekonomian Rakyat Syariah
Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/26/PBI/2006 Tahun 2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 5 /Pojk.03/2015 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dan
Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat
UU 40 tahun 2007 tentang
Perseroan terbatas
Peraturan Menteri
Koperasi, dan UKM No. 9/2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan
Perkoperasian
Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2024 Tentang Penerapan Tata Kelola
Bagi Bank Perekonomian Rakyat Dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah
Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan dalam Jaringan
Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022
Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi
Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang Selain Pemberi Kerja Pekerja
Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Undang-undang Nomor 42
tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia
Josua Tarigan, Merger
dan Akuisisi: Dari Perspektif Strategis dan Kondisi Indonesia (Pendekatan
Konsep dan Studi Kasus), Ekuilibria, Yogyakarta, 2016
Hamzah Halim, Cara
praktis memahami dan menyusun Legal Audit dan Legal Opinion, Prenadamedia
Group, Jakarta, 2015
H.F. Abraham, Amos,
legal opinion aktualisasi teorotis dan empiris dengan ekstra suplemen legal
audit dan legal reasoning, Rajagrafindo Persada, 2007
Raden Rita Diana,
Tinjauan Yuridis terhadap Akuisisi Aset Perseroan Terbatas, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok: UI, 2008)
Desnia Dewi Anggraini, dkk, Analisis Nilai Wajar Saham
BPR Dalam Pelaksanaan Akuisisi
Untuk Keputusan Investasi,� Prosiding Conference on
Economic and Business Innovation, Vol. 2 No.
1 (2022)
Ayu Amalia R. N., Eddy Junarsin,
M.B.A., Ph.D, Estimasi Nilai Wajar dalam Rangka
Akuisisi BPR: Studi pada BPR X, Magister Ekonomika Pembangunan (Yogyakarta: UGM, 2021)
KSP LEGAL https://www.ksplaw.co.id/Publication/KSP-LEGAL-ALERT/aspek-penting-yang-wajib-dicantumkan-dalam-legal-due-diligence.html, diakses tanggal 3 Oktober 2024
Rah legal expert, https://rahlegalexperts.com/insights/legal-due-diligence-dalam-proses-akuisisi-suatu-perusahaan/, diakses tanggal 3 Oktober 2024
Yuni Afifah, Keterkaitan
Legal Opinion dan Legal Due Diligence Dalam Konteks
Hukum Bisnis, https://fh.unair.ac.id/keterkaitan-legal-opinion-dan-legal-due-diligence-dalam-konteks-hukum-bisnis/, diakses tanggal 18 Oktober 2024
AGUS RIYANTO dan RAHMA CHRISTABEL A., SELUK
BELUK LEGAL DUE DILIGENCE, https://business-law.binus.ac.id/2021/06/29/seluk-beluk-legal-due-diligence/, diakses tanggal 18 Oktober 2024
Savovic S. Uji tuntas sebagai faktor kunci keberhasilan merger dan akuisisi / S. Savovic, D. Pokrajcic
// Masalah aktual perekonomian. - 2013 . - Nomor 6. - Hal.424-434. - Mode akses:
http://nbuv.gov.ua/UJRN/ ape _ 2013 _6_47