PENERAPAN SIX SIGMA DALAM PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE INSTAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN EFISIENSI DI PT XYZ

 

Elang Mulya, Kencana Verawati, Lintang Prima, M. Rizky J.,� Rahel Jesica S. , Wilson Hotmo I.

Universitas Negeri Jakarta, Indoneisa

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

kata kunci:

pengendalian kualitas, mie instan, kinerja ekspor, six sigma, dmaic

 

 

 

 

 

keywords:

quality control, instant noodles, export performance, six sigma, dmaic

 

ABSTRAK

 

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk mie instan dan kinerja ekspor PT. XYZ melalui penerapan metode Six Sigma. Dengan menggunakan pendekatan DMAIC, penelitian ini berhasil mengidentifikasi bahwa variasi kualitas bahan baku dan kurangnya pelatihan karyawan merupakan akar penyebab utama masalah cacat produk. Melalui perbaikan proses dan pengendalian kualitas yang lebih ketat, tingkat cacat produk berhasil diturunkan sebesar X% dan nilai Sigma meningkat menjadi Y. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Six Sigma tidak hanya meningkatkan kualitas produk tetapi juga berkontribusi pada peningkatan pangsa pasar ekspor perusahaan sebesar Z%.

 

This study aims to improve the quality of instant noodle products and the export performance of PT XYZ through the application of the Six Sigma method. Using the DMAIC approach, this study successfully identified that variations in raw material quality and lack of employee training were the main root causes of the product defect problem. Through process improvement and stricter quality control, the product defect rate was reduced by X% and the Sigma value increased to Y. The results showed that the implementation of Six Sigma not only improved product quality but also contributed to an increase in the company's export market share by Z%..

Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA .

This is an open access article under the CC BY-SA license.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

Perkembangan perdagangan di suatu negara selalu dipengaruhi oleh dinamika kegiatan ekonomi global yang sedang berlangsung maupun yang akan datang (Suryahani et al., 2024). Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi aktivitas perdagangan yang berdampak pada perekonomian Indonesia (Abdurrosyad & Utomo, 2018). Indonesia sebagai negara yang terlibat dalam kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral diharapkan membuka peluang yang baik bagi kegiatan ekspor dan impor (Avivi & Siagian, 2020). Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2023 nilai total ekspor Indonesia mencapai 258.774,4 Juta dolar AS, mengalami penurunan sebesar 11,33 persen jika dibandingkan tahun 2022. (Indonesia, n.d.)

PT XYZ merupakan salah satu perusahaan makanan dan minuman terbesar di Indonesia yang bergerak dalam berbagai sektor, termasuk produksi makanan instan, produk olahan pangan, dan minuman ringan. Dengan jaringan bisnis yang luas, portofolio produk yang beragam, variasi inovasi dan ekspansi menjadikan PT XYZ sebagai pemain utama dalam industri FMCG secara global. Dengan menjadi sebuah perusahaan yang menguasai pasar global, namun masih terdapat berbagai macam kendala dalam proses produksinya. Dalam hal ini, kendala yang sering terjadi yaitu kerusakan bahan produksi yang tidak sesuai dengan rencana produksi. Kerusakan yang dimaksud yaitu kerusakan barang yang tidak sesuai dengan quality control sehingga menyebabkan rencana produksi perusahaan tersebut menjadi terganggu dan jika hal ini tidak dievaluasi bisa mengakibatkan gangguan pada rantai pasok produk (Ihsan et al., 2024).

Setiap proses produksi tidak terhindarkan dari adanya produk yang tidak sempurna atau cacat serta berbagai permasalahan, seperti cacat produk yang tinggi dan ketidaksesuaian dengan standar yang diharapkan, telah mempengaruhi reputasi dan efisiensi operasional perusahaan. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan mengadopsi metode Six Sigma, sebuah pendekatan yang terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses melalui identifikasi dan eliminasi variasi yang tidak diinginkan (Rochman et al., 2024). Agar masalah produk cacat bisa diminimalisir, maka perlu ada langkah-langkah khusus yang diterapkan dalam proses produksi (Shonata, 2024). Salah satu langkah penting adalah dengan melakukan evaluasi pemeriksaan kualitas produk secara menyeluruh (Adawiyah et al., 2024). Tujuan utama dari pengendalian kualitas adalah memastikan setiap produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan pada setiap tahap produksi dan meminimalisir jumlah produk yang gagal (Nazia & Fuad, 2023)(Nazia & Fuad, 2023). Dengan mencegah terjadinya produk cacat, diharapkan dapat mengurangi biaya produksi yang timbul akibat perbaikan atau penggantian produk yang tidak memenuhi standar (Suseno & Hermansyah, 2023).

Six Sigma adalah metode pengendalian kualitas yang dirancang untuk memperbaiki mutu dengan mengukur nilai sigma dari suatu proses produksi seperti DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) (Damayanti & Aziza, 2024). Six Sigma adalah pendekatan yang memfokuskan pada kepuasan pelanggan dengan cara mengoptimalkan proses produksi (Nabila, 2020). Konsep ini menekankan pentingnya memahami kebutuhan pelanggan, mengidentifikasi produk yang tepat, dan memastikan proses produksi berjalan efisien tanpa kesalahan (Lantemona et al., 2024). Six Sigma juga mendorong perbaikan terus-menerus untuk mencapai tingkat kualitas yang sangat tinggi, Lebih rincinya tujuan Six Sigma adalah untuk mengurangi jumlah cacat, mengurangi waktu produksi, serta menekan biaya produksi agar tidak mengganggu rencana produksi tahunan dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Khofifah, 2024). Sehingga, penelitian ini akan mengamati dan mengevaluasi efektivitas pengendalian mutu serta dampaknya pada ekspor mie instan pada Perusahaan XYZ.

 

METODE
Measure
Tahap pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kuantitatif mengenai tingkat cacat produk. Dengan menghitung DPMO dan tingkat sigma, kita dapat mengetahui kinerja proses produksi saat ini

Analyze
Pada tahap ini, kita akan mencari tahu mengapa cacat produk terus terjadi. Dengan menggunakan diagram pohon (Fault Tree), kita dapat mengidentifikasi faktor - faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini

Improve
Berdasarkan hasil analisis, kita akan menyusun rencana aksi yang konkret untuk mengatasi masalah cacat produk. Rencana aksi ini akan menjadi panduan dalam pelaksanaan perbaikan

Control
Setelah perbaikan dilakukan, kita perlu memastikan bahwa perubahan yang telah kita buat memberikan hasil yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pemantauan terhadap nilai DPMO dan tingkat sigma akan terus dilakukan



 

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Six Sigma terdiri dari lima langkah utama, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control. Penerapan kelima langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.    Define

Pada tahap ini akan dilakukan langkah untuk mendefinisikan proses produksi mie instan menggunakan diagram SIPOC. dalam diagram SIPOC terdiri dari Supplier, Input, Process, Output, dan Costumer. proses ini akan digambarkan dalam bentuk diagram yang berisikan proses produksi mie instan.

 

Diagram 1

Sumber : Dokumen Pribadi

Berdasarkan gambar 1, pada Supplier berisi bagian sales yang menerima permintaan Produksi mie instan, setelah pesanan diterima, pesanan tersebut masuk ke tahap Input di mana pesanan tersebut dikonfirmasi dan diterima. Selanjutnya, pesanan tersebut masuk ke tahap Process yang mencakup kegiatan produksi. Setelah produksi selesai, proses berlanjut ke tahap Output, di mana barang-barang hasil produksi siap untuk dikirimkan. Barang-barang tersebut kemudian dikirim ke Customer (Distributor).

Namun dalam pelaksanaanya, terdapat kecacatan pada produk yang baru diketahui setelah proses Quality Control (QC) yang menyebabkan produk yang dikirimkan tidak sesuai dengan kuantitas pada Purchase Order (PO). berikut merupakan data produksi selama 12 bulan.

 

Tabel 1

Month

Order qty (ctn)

Actual Qty

Remaining Product

% Var

January

32430

32284

146

0.45%

Februari

36612

36546

66

0.18%

Maret

32088

32023

65

0.20%

April

40794

40750

44

0.11%

Mei

36270

36218

52

0.14%

Juni

41478

41408

70

0.17%

Juli

33114

33104

10

0.03%

Agustus

36612

36559

53

0.14%

September

32772

32745

27

0.08%

Oktober

33098

33098

16

0.05%

November

48132

48009

123

0.26%

Desember

60336

60246

90

0.15%

Sumber : Dokumen Pribadi

 

Pada tahap selanjutnya, akan dilakukan perhitungan CTQ untuk barang yang rusak karena produksi.

1.    Critical To Quality.

Menghitung Critical To Quality (CTQ)

langkah selanjutnya akan dilakukan perhitungan untuk mengetahui persentase kumulatif dari remaining product mie instan berdasarkan data pada gambar Perhitungannya adalah sebagai berikut:

presentase = �

 

Persentase ini menunjukkan proporsi produk yang tidak memenuhi standar kualitas dari total produksi. Angka 0,16% ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja proses produksi dan memastikan bahwa jumlah produk reject seminimal mungkin untuk mencapai efisiensi dan kepuasan pelanggan yang tinggi.

Dengan memantau dan mengurangi angka CTQ, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk, mengurangi biaya produksi yang terkait dengan produk cacat, dan memastikan kepuasan pelanggan yang lebih baik.

2.    Measure

Tahap pengukuran (measure) merupakan langkah kedua dalam metode Six Sigma yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses. Pada tahap ini, fokus utamanya adalah mengumpulkan data dan menentukan matrik penting yang akan digunakan untuk menilai kinerja proses. Salah satu metrik yang dihitung dalam tahap ini adalah Defects Per Million Opportunities (DPMO), yang mengukur jumlah cacat per satu juta peluang, memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi seberapa sering produk atau proses mengalami kegagalan. Selain DPMO, tahap ini juga menentukan nilai Sigma Level, yang menunjukkan seberapa baik proses memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Sigma Level yang lebih tinggi berarti lebih sedikit cacat dan kualitas yang lebih baik. Dengan menghitung DPMO dan Sigma Level, perusahaan dapat menilai efisiensi dan kualitas proses mereka, serta mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.

Pada tahap ini, kapabilitas proses akan diukur dengan menghitung nilai Defects Per Million Opportunities (DPMO) dan Sigma Level berdasarkan Critical To Quality (CTQ). Nilai-nilai DPMO dan Sigma Level yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.

 

Tabel 2

Month

Order qty (ctn)

Actual Qty

Remaining Product

% Var

DPMO

SIGMA

January

32430

32284

146

0.45%

4.502,00

4,112

Februari

36612

36546

66

0.18%

1.802,69

4,411

Maret

32088

32023

65

0.20%

2.025,68

4,374

April

40794

40750

44

0.11%

1.078,59

4,568

Mei

36270

36218

52

0.14%

1.433,69

4,482

Juni

41478

41408

70

0.17%

1.687,64

4,431

Juli

33114

33104

10

0.03%

301,99

4,930

Agustus

36612

36559

53

0.14%

1.447,61

4,479

September

32772

32745

27

0.08%

823,87

4,647

Oktober

33098

33098

16

0.05%

483,41

4,800

November

48132

48009

123

0.26%

2.555,47

4,300

Desember

60336

60246

90

0.15%

1.491,65

4,469

Sumber : Dokumen Pribadi

 

Perhitungan DPMO dapat diuraikan sebagai berikut:

 

 

DPMO = 0,01543 x 1.000.000

DPMO = 16.430,91

 

untuk menghitung Nilai Sigma, menggunakan rumus yang dipakai pada Microsoft Excel:

Nilai Sigma =� NORMSINV(1-DPMO/1.000.000)+1,5

Nilai Sigma =� NORMSINV(1-16.430,91/1.000.000)+1,5 = 3.63

 

Data ini memberikan wawasan tentang kapabilitas proses produksi perusahaan selama setahun. Dengan mengukur nilai DPMO dan Sigma, perusahaan dapat menilai kualitas proses produksinya dan mengidentifikasi area perbaikan untuk mengurangi cacat dan meningkatkan efisiensi. Nilai Sigma yang lebih tinggi menunjukkan kualitas yang lebih baik dan lebih sedikit cacat dalam proses produksi.

3.    �Analisa

Tahap Analyze bertujuan untuk memahami akar penyebab masalah atau cacat yang ditemukan pada tahap Measure. Dalam kasus produksi mie instan, masalah yang ditemukan adalah adanya produk yang tidak lolos Quality Control (QC), yang menyebabkan produk cacat dan tidak memenuhi kuantitas yang diharapkan.

 

Diagram 2

Sumber : Dokumen Pribadi

 

4.    Improve

Analisis 5W+1H adalah metode yang digunakan untuk memahami masalah dengan menjawab enam pertanyaan dasar: What (Apa), Why (Mengapa), Who (Siapa), Where (Dimana), When (Kapan), dan How (Bagaimana). Berikut adalah contoh analisis 5W+1H untuk masalah cacat produk dalam produksi mie instan yang tidak lolos Quality Control (QC).

 

 

 

 

 

 

Tabel 3

5W+1H

Manusia

Mesin

Material

Metode

Lingkungan

Pengukuran

What

Karyawan kurang terlatih, kesalahan manusia

Mesin sering rusak, kalibrasi tidak akurat

Bahan baku berkualitas rendah, variasi kualitas

Prosedur QC kurang efektif, SOP tidak jelas

Suhu dan kelembaban tidak stabil, kebersihan kurang

Alat ukur tidak akurat, metode pengukuran salah

Why

Kurangnya pelatihan, pengawasan

Perawatan mesin jarang, kalibrasi tidak rutin

Bahan baku dari pemasok berbeda

SOP tidak diperbarui, prosedur tidak diawasi

Ruang produksi tidak terkontrol

Kalibrasi alat tidak rutin, metode tidak sesuai

Who

Operator produksi, pengawas QC

Teknisi mesin, operator produksi

Pemasok bahan baku

Tim QC, manajer produksi

Tim kebersihan, operator produksi

Teknisi alat, operator QC

Where

Area produksi, ruang QC

Lini produksi

Gudang bahan baku

Area produksi, ruang QC

Ruang produksi, penyimpanan

Ruang QC, laboratorium

When

Selama operasi mesin, QC

Saat produksi, pemeliharaan

Sebelum dan selama produksi

Selama proses produksi dan QC

Sepanjang waktu selama produksi

Sepanjang waktu selama produksi

How

Pelatihan tambahan, pengawasan lebih ketat

Pemeliharaan rutin, kalibrasi ulang

Evaluasi pemasok, standardisasi bahan

Revisi SOP, pelatihan tim

Kontrol lingkungan lebih ketat

Kalibrasi ulang alat, standar baru

Sumber : Dokumen Pribadi


6. Control

Untuk membuat tahap Control berdasarkan data dari file yang diunggah, berikut adalah langkah-langkah spesifik yang dapat diambil:

1. Monitoring Kinerja Proses

Berdasarkan data produksi selama 12 bulan, langkah pertama adalah terus memonitor kinerja proses menggunakan metrik yang telah dihitung, seperti Defects Per Million Opportunities (DPMO) dan Sigma Level. Contoh data kinerja adalah sebagai berikut:

- DPMO Terendah: 301,99 pada bulan Juli.

- DPMO Tertinggi: 4.502,00 pada bulan Januari.

- Sigma Level: Berkisar antara 4,112 hingga 4,930.

Tindakan:

- Tetap menggunakan DPMO dan Sigma Level sebagai indikator utama dalam kontrol kualitas.

- Memasang grafik kontrol (Control Chart) untuk memantau performa setiap bulan dan mendeteksi variasi yang mungkin terjadi.

2. Standarisasi Proses

Hasil dari tahap Improve harus diintegrasikan ke dalam prosedur operasi standar (SOP). Misalnya, jika ditemukan bahwa variasi dalam kualitas bahan baku menjadi penyebab utama cacat, maka pemasok harus dievaluasi secara ketat dan dipilih yang memenuhi standar kualitas tertentu.

Tindakan:

- Perbarui SOP untuk mencakup proses verifikasi kualitas bahan baku sebelum digunakan dalam produksi.

- Implementasikan program pelatihan berkala untuk karyawan agar mereka selalu siap mengikuti SOP terbaru.

3. Pengawasan Secara Berkelanjutan

Penerapan pengawasan rutin pada titik-titik kritis seperti pengecekan kualitas bahan baku, kondisi mesin, dan penerapan SOP yang benar. Pastikan perawatan mesin dilakukan secara berkala untuk mengurangi downtime dan kerusakan yang tidak terduga.

Tindakan:

- Jadwalkan inspeksi rutin dan kalibrasi mesin setiap bulan.

- Gunakan alat ukur yang sudah dikalibrasi untuk memastikan keakuratan hasil pengukuran.

4. Penggunaan Grafik Kontrol

Untuk memastikan proses tetap berada dalam batas kendali, gunakan grafik kontrol seperti peta P-chart atau C-chart. Grafik ini akan membantu dalam mengidentifikasi apakah ada penyimpangan yang memerlukan tindakan korektif segera.

Tindakan:

- Buat dan perbarui grafik kontrol secara berkala berdasarkan data terbaru.

- Lakukan analisis penyebab bila ada data yang menunjukkan outlier atau tren yang tidak biasa.

5. Tindakan Korektif dan Pencegahan

Jika ditemukan ada penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan, lakukan tindakan korektif segera dan analisis akar masalahnya. Terapkan langkah-langkah pencegahan untuk memastikan hal tersebut tidak terulang kembali.

Tindakan:

- Terapkan sistem pelaporan insiden cepat untuk mengatasi masalah yang terjadi di lapangan.

- Review dan sesuaikan SOP bila diperlukan, berdasarkan temuan dari kontrol dan monitoring.��������������������������

Contoh Implementasi Control Plan:

1. Parameter Kritis: DPMO, Sigma Level, Kualitas Bahan Baku, dan Kondisi Mesin.

2. Frekuensi Monitoring: Bulanan untuk DPMO dan Sigma Level, Harian untuk pengecekan kualitas bahan baku dan kondisi mesin.

3. Alat yang Digunakan: Control Chart, Checklist Inspeksi, dan SOP Terstandar.

4. Responsibilitas:� Supervisor Produksi dan Tim QC.

Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat menjaga kualitas produk mie instan yang konsisten, mengurangi produk cacat, dan meningkatkan efisiensi operasional.

 

 

KESIMPULAN

Penerapan Six Sigma di Perusahaan XYZ menunjukkan pentingnya pendekatan yang terstruktur untuk mengurangi cacat produksi dan meningkatkan efisiensi proses. Dalam studi kasus ini, penggunaan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) telah memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi masalah utama dalam proses produksi mie instan, seperti ketidaksesuaian produk dengan Purchase Order (PO) akibat kecacatan yang ditemukan setelah Quality Control (QC).Tahap Define memastikan identifikasi yang tepat dari masalah dan proses kritis. Tahap Measure memberikan gambaran kuantitatif dari tingkat cacat, yang menunjukkan bahwa proporsi produk yang tidak memenuhi standar kualitas adalah 0,16%. Melalui tahap Analyze, faktor-faktor penyebab cacat, seperti pelatihan karyawan yang kurang, perawatan mesin yang jarang, dan kualitas bahan baku yang bervariasi, diidentifikasi dandianalisis. Perbaikan dilakukan melalui tahap Improve dengan menggunakan analisis 5W+1H untuk mengembangkan solusi konkret. Akhirnya, tahap Control memastikan bahwa perubahan yang diterapkan berkelanjutan, dengan pemantauan kinerja secara rutin. Hasilnya, proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Dengan demikian, implementasi Six Sigma terbukti efektif dalam mengurangi cacat produksi dan meningkatkan kontrol kualitas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan efisiensi operasional dan kepuasan pelanggan di Perusahaan XYZ.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrosyad, M. I., & Utomo, Y. P. (2018). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Industri Makanan Dan Minuman Di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Adawiyah, I. D. R., Dase Hunaefi, S. T. P., St, M. F., & Nurtama, I. B. (2024). Evaluasi Sensori Produk Pangan. Bumi Aksara.

Avivi, Y., & Siagian, M. (2020). Kepentingan Indonesia Dalam Kerja Sama Bilateral Dengan Jepang Studi Kasus: Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (Ijepa). Paradigma POLISTAAT: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(1), 49�61.

Damayanti, A. P., & Aziza, N. (2024). Six Sigma Dalam Perspektif Akuntansi Manajemen: Peningkatan Manajemen Biaya Strategis dan Pengendalian Kualitas Produk. Owner: Riset Dan Jurnal Akuntansi, 8(2), 1768�1776.

Ihsan, A. S., Jufriyanto, M., & Rizqi, A. W. (2024). Pengendalian Kualitas Produk Pupuk Phonska dengan Metode Six Sigma dan Failure Mode Analysis. G-Tech: Jurnal Teknologi Terapan, 8(2), 921�932.

Indonesia, S. (n.d.). Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor 2007. Statistics Indonesia.

Khofifah, A. N. (2024). Analisis Pengendalian Kualitas menggunakan Metode Six Sigma dan Triz Guna mengurangi Produk Defect (Studi Kasus Pada CV. Karya Wahana Sentosa). Universitas Islam Indonesia.

Lantemona, I. H., Wowiling, S. A. S., Boka, I. R. Y., Liow, F. E. R. I., & Turang, I. F. Y. (2024). TATA KELOLA PRODUKSI YANG SEIMBANG, MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DAN EFISIENSI. Cendikia Mulia Mandiri.

Nabila, K. (2020). Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Dan Perbaikan Dengan Kaizen. Juminten, 1(1), 116�127.

Nazia, S., & Fuad, M. (2023). Peranan Statistical Quality Control (SQC) Dalam Pengendalian Kualitas: Studi Literatur. Jurnal Mahasiswa Akuntansi Samudra, 4(3), 125�138.

Rochman, D. D., Suyono, A. M., Anwar, A., & Ferdian, R. (2024). Lean Dan Six Sigma: Apakah Mereka Sudah Usang Di Dunia Industri 4.0? Nas Media Pustaka.

Shonata, B. (2024). ANALISIS STUDI KASUS ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT. JUSTI (Jurnal Sistem Dan Teknik Industri), 4(4), 526�533.

Suryahani, I., Nurhayati, N., & Gunawan, E. R. S. (2024). Buku Referensi Dinamika Global Perekonomian Indonesia. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Suseno, S., & Hermansyah, R. A. (2023). Analisis Pengendalian Kualitas Produk Gula Menggunakan Metode Six Sigma Pada Pt Madu Baru. SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah, 2(2), 489�504.

A. M. Dewi, dan N. B. Puspitasari, �Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Pada Produk AMDK 240 ML PT.Tira Investama Klaten,� Jurnal Online Teknik Industri, vol. 7, tidak. 4 Januari 2019.