ISRAILIYYAT
DALAM QASAS AL-ANBIYA� (STUDI KITAB AL-JAMI� LI AHKAM AL-QUR�AN KARYA
AL-QURTUBI)
Yusuf
Fauzi
UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Indonesia
Email:
[email protected]
Kata kunci: israiliyyat,
qasas al-anbiya�, al-jami� li ahkam al-Qur�an. Keywords: israiliyyat, qasas al-anbiya', al-jami' li ahkam
al-Qur'an. |
|
ABSTRAK |
|
Al-Qur�an diturunkan oleh Allah SWT dengan berbahasa Arab dan tidak semua orang dengan mudah memahaminya. Dari sini dibutuhkan
penafsiran. Al-Qur�an turun langsung ditafsirkan oleh Allah. Rasulullah SAW
juga diberi tugas untuk menafsirkannya. Ketika Rasulullah SAW wafat, para
sahabat mulai merujuk kepada ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah
muslim. Riwayat meraka dikenal dengan israiliyyat. Atensi mufassir sesudah
tabi�in terhadap israiliyyat semakin besar. Lambat laun pengaruh israiliyyat
ini sangat besar, hampir semua kitab tafsir memuatnya. Kisah-kisah
israiliyyat yang banyak termuat dalam kitab-kitab tafsir memberikan pengaruh
negatif terhadap akidah umat. Salah satu pengaruh negatif tersebut adalah peniadaan �ismah al-anbiya�. Oleh karena itu penulis meneliti riwayat-riwayat tersebut dalam al-jami� li ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi. Kemudian penelitian kami arahkan kepada sanad dan
penafsiran yang sesuai dengan syari�at Islam. Hal itu dengan tujuan agar kita
mengetahui riwayat-riwayat israiliyyat dalam kisah para Nabi, keadaan sanad
dan penafsiran yang sesuai dengan syari�at Islam. Metode penggalian data yang
digunakan adalah metode kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan sejarah dan kritik sanad. Sedangkan metode analisanya adalah
analisa riwayat israiliyyat baik yang menyangkut sanad dan matannya. Hasil
penelitian ini adalah bahwa terdapat riwayat-riwayat dalam kisah para Nabi
yang tampak bertentangan dengan syari�at Islam. Diantaranya kisah Nabi Adam AS, Yusuf AS, Daud AS, Sulaiman AS dan
Muhammad SAW. Riwayat-riwayat tersebut
jika dilihat dari sisi sanadnya
merupakan riwayat israiliyyat yang tidak bisa diterima. The Qur'an was revealed by Allah SWT
in Arabic and not everyone understands it easily. From here, interpretation
is needed. The Qur'an is interpreted directly by Allah. The Prophet PBUH was
also given the task of interpreting it. When the Prophet PBUH died, the
companions began to refer to the scholars of the book (Jews and Christians)
who were Muslims. The history of the people is known as israiliyyat.The�
attention of the mufassir after tabi'in towards israiliyyat is
getting greater. Gradually the influence of this israiliyyat
was very great, almost all the books of tafsir contain it. The stories� of israiliyyat that are contained in many books of tafsir
have a negative influence on the faith of the people. One of these negative
influences is the elimination of �ismah al-anbiya'. Therefore, the author examines these narrations
in al-jami' li ahkam
al-Qur'an by al-Qurtubi. Then our research is
directed to sanad and interpretation in accordance
with Islamic law. This is with the aim that we know the narrations� of israiliyyat
in the stories of the Prophets,� the
state of sanad and interpretations in accordance
with Islamic law. The data mining method used is the literature method. The
approach used is the historical approach and the criticism of sanad. While the method of analysis is the analysis of
the history� of
israiliyyat both related to sanad
and mat. The result of this research is that there are narrations in the
stories of the Prophets that seem to contradict Islamic law. Among them are
the stories of the Prophet Adam AS, Yusuf AS, David AS, Sulaiman AS and
Muhammad SAW. These narrations when viewed from the sanad
side are the narration�
of israiliyyat that cannot be
accepted. |
|
Ini adalah
artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open
access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Agama Islam, agama yang kita anut dan
dianut oleh ratusan juta umat muslim di seluruh penjuru dunia merupakan jalan
hidup yang memberikan jaminan kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di
akhirat kelak (Mohammad, 2017). Ia
mempunyai satu sendi utama yang esensial, yaitu berfungsi memberi petunjuk ke
jalan yang sebaik-baiknya. Allah SWT berfirman:
�Sesungguhnya al-Qur�an ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira
kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar.�
Al-Qur�an memberikan petunjuk dalam
persoalan-persoalan akidah (Mohammad, 2017),
syari�ah dan akhlak dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai
persoalan-persoalan tersebut dan Allah SWT menugaskan Rasulullah SAW untuk
memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu� seperti rirman Allah SWT.
�Keterangan-keterangan (mukjizat)
dan kitab-kitab. Kami turunkan kepadamu al-Qur�an, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.�
Selain sebagai petunjuk, dalam agama
Islam al-Qur�an merupakan sumber primer yang harus dijadikan pedoman oleh
penganutnya dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada (Ma�rufah, 2015).
Al-Qur�an sendiri adalah kitab Allah SWT yang lafadz dan maknanya diturunkan
kepada Nabi dan Rasul penghabisan (Drajat, 2017),
dinukilkan kepada kita secara mutawatir, tertulis dalam mushaf yang dimulai
dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas (Suharto & Anggraini, 2022).� Al-Qur�an diturunkan oleh Allah SWT dengan
berbahasa Arab yang memiliki tingkat keindahan yang luar biasa (Ondeng et al., 2024). Hal ini
sesuai dengan firman-Nya.
�Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa al-Qur�an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.�
Karena itulah tidak semua orang dengan
mudah memahaminya.� Tidak semua ayat
al-Qur�an dengan serta merta dapat dimengerti maksud dan kandungannya (Baihaki, 2017). Ada
beberapa kata yang bahkan tidak dapat dimengerti maksudnya oleh para sahabat
sekalipun (Hammam, 2021). Dari
sini dibutuhkan penjelas yang mampu memberikan kemudahan kepada setiap umat
Islam dalam memahami kitab sucinya. Muncullah sebuah disiplin ilmu yang disebut
dengan ilmu tafsir (Athief, 2019). Ilmu
Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang maksud dari firman Allah sesuai dengan
kemampuan manusia, mencakup pemahaman makna dan penjelasan dari maksud Allah
SWT (Hasanudin, 2022).
Penafsiran al-Qur�an telah dimulai
sejak al-Qur�an itu disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya (Mumtahanah, 2019). Hal ini
merupakan suatu kenyataan sejarah yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun,
termasuk oleh sejarawan barat dan timur, baik muslim maupun non muslim. Fakta
yang mendukung penafsiran al-Qur�an sangat valid dan mutawatir sehingga tidak
mungkin ditolak. Pertama kali al-Qur�an turun, ia langsung ditafsirkan oleh
Allah yang menurunkannya. Artinya, sebagian ayat yang turun itu menafsirkan
(menjelaskan) bagian yang lain sehingga pendengar atau pembaca dapat memahami
maksudnya secara baik berdasarkan penjelasan ayat yang turun itu.
Misal dari penjelasan di atas adalah ayat yang pertama
kali turun, yaitu firman Allah SWT:
�Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.�
Jika ayat tersebut dipotong, misalnya
sampai اِقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ (bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu), kita tidak akan tahu siapa Tuhanmu yang dimaksud di dalam ayat
itu. Agar tidak salah paham, Allah SWT langsung mengatakan الَّذِيْ
خَلَقَ (yang telah menciptakan). Kalimat
ini pun masih belum tegas karena sangat umum, lalu \Allah SWT memperjelas lagi
dengan mengatakan خَلَقَ الْإِنْسَانَ
(Dia telah menciptakan manusia). Dari apa manusia itu diciptakan? Masih kabur.
Oleh karena itu \Allah SWT menjelaskannya secara lebih eksplisit lagi dengan
mengatakan مِنْ عَلَقٍ
(dari segumpal darah). Jadi ungkapan مِنْ عَلَقٍ
خَلَقَ الْإِنْسَانَ
merupakan penafsiran bagi lafadz رَبِّكَ.
Seandainya tafsir itu tidak diturunkan oleh Allah \SWT, tidak mustahil para
pendengar atau pembaca, dan boleh jadi Nabi Muhammad SAW pun akan kebingungan
mempersepsikan siapa �Tuhanmu� yang dimaksud dalam ayat tersebut.
Meski demikian, tidak selamanya Allah
SWT memberikan penjelasan langsung dalam al-Qur�an. Untuk itu Rasulullah SAW
sebagai utusan-Nya bertugas untuk menjelaskan maksud dan kandungan ayat-ayat
yang sulit dipahami oleh para sahabat. Ketika para sahabat menemukan suatu ayat
yang sukar untuk dipahami, maka mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW
yang memang kapasitas beliau adalah sebagai mubayyin (penjelas). Misalnya
adalah maksud dari lafadz dzulm dalam firman Allah SWT berikut:
�Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.�
Para sahabat tidak paham dan merasa
risau dengan kata tersebut sebab menurut pemahaman mereka tidak ada di antara
mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman meskipun mereka telah beragama
Islam. Lalu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan z}ulm di
dalam ayat tersebut adalah al-shirk seraya mengutip firman Allah SWT:
�Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
Dari sini jelas bahwa Rasulullah SAW menjelaskan
makna dan maksud beberapa ayat dalam al-Qur�an yang dirasa sukar dan sulit
dimengerti oleh para sahabat. Memang tidak semua ayat ditafsiri oleh Rasulullah
SAW, namun demikian banyak penafsiran yang diberikan beliau kepada para sahabat.
Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan para sahabat dalam menafsirkan
beberapa ayat al-Qur�an.
Mulanya Rasulullah SAW merupakan referensi primer dalam hal penafsiran
ayat-ayat al-Qur�an. Setiap
para sahabat tidak memahami suatu ayat maka mereka
bersegera menghadap
Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan hal tersebut. Hal ini berbeda ketika Rasulullah SAW telah tiada, para sahabat tidak lagi
mempunyai rujukan utama dalam hal
penafsiran ayat al-Qur�an. Mereka tidak lagi bisa mendapat penjelasan
langsung dari sang mubayyin.
Pada masa ini, yaitu setelah wafatnya Rasulullah
SAW, dalam menafsirkan al-Qur�an para sahabat terlebih dahulu mencari ayat-ayat
yang merupakan penjelas dari ayat lain (Surono &
Anita, 2022). Apabila tidak menemukannya, maka mereka
mencari dalam hadith-hadith Rasul. Jika tidak juga ditemukan di dalam hadith
Nabi maka mereka menggunakan ijtihad atau pemahaman pribadi yang tentunya hanya
bisa dilakukan oleh beberapa sahabat yang memang mempunyai kompetensi dalam hal
tersebut.
Selain al-Qur�an, hadith Nabi dan ijitihad para
sahabat, dalam menafsirkan al-Qur�an mereka juga merujuk kepada ahli kitab
(Yahudi dan Nasrani) yang telah memeluk agama Islam semacam Abdullah bin Salam
dan Ka�ab al-Ahbar (Surono &
Anita, 2022).� Menurut
al-Dhahabi salah satu sumber tafsir al-Qur�an pada masa sahabat adalah ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani), yang didasarkan atas fakta sejarah bahwa
tokoh-tokoh mufassir al-Qur�an masa itu ada yang bertanya dan menerima
keterangan dari tokoh-tokoh ahli kitab yang masuk Islam, untuk menafsirkan
ayat-ayat tertentu dalam al-Qur�an Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu
Abbas pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi yang telah muslim ini
tentang beberapa peristiwa masa lalu, namun terbatas pada sesuatu yang tidak
berhubungan dengan akidah dan ibadah. Ini artinya bahwa israiliyyat
(kisah yang bersumber kepada ahli kitab) merupakan salah satu rujukan dalam
menafsirkan al-Qur�an pada masa sahabat, hanya saja mereka menganggap itu
sebagai suatu kebolehan saja, bukan keharusan. Setelah Rasulullah wafat, para
sahabat tidak lagi bisa mendapatkan orang yang bisa memberi penjelasan terhadap
suatu ayat yang ingin mereka pahami, sehingga dalam hal-hal yang terkait dengan
peristiwa umat terdahulu, mereka menanyakan kepada sahabat yang dulunya ahli
kitab.
Barangkali
para sahabat yang menyampaikan berita israiliyyat ini tidak bermaksud
menyampaikan berita bohong, sebab selama mereka memeluk agama lamanya,
kisah-kisah itulah yang mereka punya. Ketika ayat al-Qur�an menyinggung kisah
yang sama, merekapun memberi komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca
dari kitab-kitab mereka sebelumnya (Miswar, 2016). Kalaupun ada kebohongan atau dusta, bukan
terletak pada sahabat itu, melainkan dusta itu sudah sejak lama ada dalam agama
mereka sebelumnya.
Rasulullah
sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang dulunya ahli kitab
sangatlah bijaksana. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua yang bersumber
dari Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya. Beliau
hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya, dengan sabdanya:
عَنْ
أَبِي
هُرَيْرَةَ ،
رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
، قَالَ كَانَ
أَهْلُ
الْكِتَابِ
يَقْرَؤُونَ
التَّوْرَاةَ
بِالْعِبْرَانِيَّةِ
وَيُفَسِّرُونَهَا
بِالْعَرَبِيَّةِ
لأَهْلِ
الإِسْلاَمِ
، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ
صلى الله عليه
وسلم : لاَ
تُصَدِّقُوا
أَهْلَ
الْكِتَابِ ،
وَلاَ
تُكَذِّبُوهُمْ
وَقُولُوا
{آمَنَّا
بِاللَّهِ
وَمَا
أُنْزِلَ}
الآيَةَ. (رواه
البخاري)
�Dinarasikan oleh Abu Hurairah RA bahwasanya ahli
kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya kepada umat Islam
dengan bahwa Arab. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: �Janganlah
kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka,
katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia turunkan kepada
kami�.
Sebenarnya
para sahabat tidak mengambil dari ahli kitab berita-berita yang terperinci
untuk menafsirkan al-Qur�an kecuali dalam jumlah sangat sedikit. Akan tetapi
ketika tiba masa tabi�in dan banyak pula ahli kitab yang memeluk Islam, maka tabi�in
banyak mengambil berita-berita dari mereka. Kemudian atensi mufassir sesudah tabi�in
terhadap israiliyyat semakin besar. Lebih-lebih pada masa tabi�in
tersebut, proses periwayatan israiliyyat ini semakin aktif
disebabkan kecendrungan masyarakat untuk mendengarkan cerita-cerita yang agak
luar biasa. Di masa ini penafsiran al-Qur�an dengan israiliyyat menjadi
sesuatu yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya ahli
kitab yang memeluk ajaran Islam dan di sisi yang lain, kecenderungan manusia
untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk tentang umat terdahulu), terpenuhi
dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini, sehingga pada masa tabi�in
ini muncul kelompok yang disebut al-qassas, yaitu para penyampai berita
yang tidak bertanggung jawab. Cerita-cerita israiliyyat pada masa tabi�in
banyak bersumber dari Wahab ibn Munabbih (Raihanah, 2015), seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam,
Muhammad ibn Sa�ib al-Kalbi, Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi
dan Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang
kemudian masuk Islam.
Lambat
laun pengaruh israiliyyat ini sangat besar dalam penafsiran al-Qur�an,
sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya (Rois, 2016). Para mufassir pada masa itu sangat
berbaik sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan
bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak akan berdusta.
Itulah sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi
dan memeriksa lagi berita-berita yang mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat israiliyyat,
sifatnya hanya menghimpun data, tanpa meneliti mana yang sahih dan yang tidak
sahih. Seperti al-Tabari yang lebih
menekankan kepada pencatatan semua hal yang berkaitan dengan suatu ayat.
Suatu hal yang cukup menarik, menurut Yusuf al-Qaradawi,
bahwa kisah-kisah yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang terdapat
dalam kitab-kitab induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah
tersebut hanya berkembang dari mulut ke mulut
di kalangan masyarakat awam Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan kepada kaum
muslimin. Menurut analisa al-Qaradawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini di samping sebagai hasil interaksi
sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum Yahudi, juga ada unsur kesengajaan
dari kalangan Yahudi untuk menyebarkannya.
Kekalahan Yahudi dalam perang Khaibar,
meninggalkan dendam pada hati kaum Yahudi,
untuk bisa mengalahkan kaum muslimin dengan cara lain. Senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin, sebab tidak memerlukan
biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai menyusupkan
berita-berita israiliyyat
agar tercampur dengan berita-berita yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya.
Kisah-kisah israiliyyat yang banyak termuat dalam kitab-kitab tafsir memberikan
pengaruh negatif terhadap kesucian ajaran agama Islam terutama akidah umat (Taufiq &
Suryana, 2020). Salah satu pengaruh negatif
tersebut adalah peniadaan �ismah al-anbiya�. Umat
Islam banyak yang terkecoh
oleh penuturan riwayat-riwayat
israiliyyat terutama
yang terkait dengan kisah-kisah para Nabi dan Rasul.
Banyak sekali kisah atau cerita yang menggambarkan seorang utusan Allah SWT dengan gambaran yang tidak pantas, mereka melakukan perbuatan keji dan mungkar dan bahkan lebih hina
dari perbuatan manusia bermoral bejat. Hal ini jelas tidak sesuai
dengan ajaran Islam itu sendiri yang di antaranya adalah terkait dengan keterjagaan para Nabi dan Rasul dari perbuatan dosa yang sudah menjadi konsensus
umat.
Yang
mengherankan, riwayat-riwayat
tersebut tertulis dalam kitab-kitab tafsir yang masyhur
seperti Tafsir al-Qur�an al-�Azim
karya Ibn Kathir, Tafsir Jami� al-Bayan fi Tafsir Ayil Qur�an karya Ibn Jarir
al-Tabari, Ruhul Ma�ani karya
Alusi, dan al-Jami� li Ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi yang kesemuanya merupakan kitab-kitab
tafsir yang sering dijadikan
rujukan kebanyakan umat Islam. Maka, sangatlah perlu ada sebuah
klarifikasi terhadap riwayat-riwayat tersebut sehingga umat Islam dapat terbebas dari stigma negatif seperti yang ditudingkan orientalis.
Berangkat dari pengalaman penulis ketika melihat dan mendengar seorang da�i berceramah
dengan menukil riwayat-riwayat israiliyyat
tanpa ada sedikitpun penjelasan mengenai keabsahan riwayat tersebut, penulis merasa terpanggil untuk melakukan penelitian terkait riwayat-riwayat israiliyyat dalam qasas al-anbiya� terutama yang termaktub dalam kitab tafsir al-Jami� li Ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi dengan harapan mampu memberikan kemudahan umat dalam memilah riwayat-riwayat
yang sesuai dengan ajaran syari�at Islam.
METODE PENELITIAN
Sumber Data
Sumber utama
penelitian ini adalah kitab al-Jami� li Ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi. Adapun sumber sekunder yang digunakan untuk lebih mempertajam pembahasan dan memperdalam analisa adalah karya-karya dan buku-buku yang berkaitan erat dengan obyek penelitian
seperti buku karya Ramzi Na�na�ah yang berjudul al-Israiliyyat wa Atharuha fi Kutub al-Tafsir. Karya Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah yang berjudul al-Israiliyyat wa al-Mauzu�at fi Kutub al-Tafsir, serta buku al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa
al-Hadith karya Muhammad Husain al-Dhahabi. Kitab-kitab tafsir karya
ulama-ulama muslim terkemuka
seperti Ibnu Kathir, al-Tabari dan lain sebagainya yang mempunyai kaitan erat dengan
materi penelitian.
Metode Penggalian Data
Karena penelitian ini berupaya untuk
menemukan riwayat-riwayat israiliyyat dalam qasas al-anbiya� yang
terdapat dalam kitab al-Jami�
li Ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi,
maka metode penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kepustakaan (library research) yaitu suatu metode
yang mengumpulkan data� dari buku-buku yang berkenaan dengan obyek penelitian
yang menjadi pembahasan. Pertama-tama penulis mempersiapkan sumber-sumber data
primer dan sekunder. Penulis
melakukan penelitian terhadap riwayat-riwayat israiliyyat dalam
kitab al-Jami� li Ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi. Untuk mendukung penelitian, maka penulis menggunakan
data-data pendukung seperti
kitab karya Ramzi Na�na�ah
yang berjudul al-Israiliyyat
wa Atharuha fi Kutub al-Tafsir. Karya Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah yang berjudul al-Israiliyyat wa al-Mauzu�at fi Kutub al-Tafsir, serta buku al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadith
karya Muhammad Husain al-Dhahabi.
Kitab-kitab tafsir karya ulama-ulama muslim terkemuka seperti Ibnu Kathir, al-Tabari dan lain sebagainya
yang mempunyai kaitan erat dengan materi
penelitian.
Metode Analisa Data
Karena obyek dari penelitian ini adalah ayat-ayat
al-Qur�an dan riwayat-riwayat israiliyyat,
maka pendekatan yang tepat adalah pendekatan
sejarah dan kritik sanad. Sedangkan metode analisanya adalah analisa riwayat israiliyyat baik yang menyangkut sanad dan matannya yaitu dengan mencoba
meneliti secara mendetail riwayat tersebut. Dalam hal ini riwayat israiliyyat
dalam tafsir al-Qurtubi akan diungkap secara
deskriptif lalu menganalisanya dengan menggunakan metode content
analysis (analisa isi) sebagai berikut:
a.
Penulis mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah-kisah para Nabi terutama kisah kisah Nabi Adam AS dalam surat al-A�raf ayat 189-190, kisah Nabi Yusuf AS dalam surat Yusuf
ayat 24, kisah Nabi Daud AS
dalam surat Sad ayat 21-25,
kisah Nabi Sulaiman AS dalam surat
Sad 34 serta kisah Nabi
Muhammad SAW dalam surat al-Ahzab ayat
37.
b.
Setelah ayat terkumpul, penulis mengambil penafsiran yang dilakukan oleh al-Qurtubi dalam kitab al-Jami� li Ahkam al-Qur�an.
c.
Sanad dan
matan dari
masing-masing riwayat yang menjadi
penafsiran terhadap ayat-ayat di atas menjadi fokus penelitian
dengan mengambil pendapat para ulama dan membandingkannya
dengan akidah umat Islam.
d.
Terakhir, penulis juga menampilkan penafsiran-penafsiran
ulama terkemuka yang berkaitan dengan ayat-ayat pembahasan pada penilitian ini.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Klarifikasi Sanad
Dan Matan Riwayat-riwayat Israiliyyat
Dalam Qasas al-anbiya�.
1.
Israiliyyat Dalam Kisah Nabi Adam AS
Dijelaskan dalam riwayat yang ditulis oleh al-Qurtubi dalam kitabnya al-jami� li ahkam al-Qur�an bahwa Nabi Adam AS dan Hawa telah
menjadikan anak yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka sebagai sekutu. Hal ini tentu tidak sesuai
dengan akidah umat Islam dalam hal terjaganya para
Nabi dan Rasul dari dosa. Untuk
mengetahui benar atau tidaknya riwayat
tersebut, maka penulis sebutkan sanad-sanadnya sebagai berikut:
حدثنا
محمد بن بشار
قال: حدثنا
عبد الصمد
قال، حدثنا
عمر بن
إبراهيم، عن
قتادة، عن
الحسن، عن
سمرة بن جندب،
عن النبي صلى
الله عليه
وسلم قال:
كانت حوّاء لا
يعيش لها ولد،
فنذرت لئن عاش
لها ولد
لتسمينه "عبد
الحارث"،
فعاش لها ولد،
فسمته "عبد
الحارث"،
وإنما كان ذلك
عن وحي
الشيطان.
Abd al-Samad adalah
Abd al-Samad bin Abd al-Warith. Adapun Umar bin Ibra>hi>m al-�Abdi, thiqqah menurut imam Ahmad dan lainnya. Namun beliau mengatakan
bahwa ia meriwayatkan dari Qatadah beberapa hadith munkar. Abu Hatim
berkata: hadithnya boleh ditulis namun
tidak dapat dijadikan hujjah. Ibnu �Adi berkata: ia meriwayatkan
beberapa hadith dari Qatadah
yang tidak benar, khusus hadithnya yang dari Qatadah adalah hadith mudtarrib. Ibnu Hibban menganggap bahwa hadith yang ia riwayatkan tidak
bisa dijadikan hujjah. Senada dengan Ibnu Hibban, al-Daruqutni juga tidak memakai hadith yang ia riwayatkan.
Imam Ahmad juga meriwayatkan hadith di atas dengan redaksi
yang berbeda:
حدثنا
عبد الله
حدثني أبي ثنا
عبد الصمد ثنا
عمر بن
إبراهيم ثنا
قتادة عن
الحسن عن سمرة
عن النبي صلى
الله عليه و
سلم قال : لما
حملت حواء طاف
بها إبليس
وكان لا يعيش
لها ولد فقال
سميه عبد
الحارث فإنه
يعيش فسموه
عبد الحارث
فعاش وكان ذلك
من وحي
الشيطان
وأمره. (رواه
أحمد)
Dalam al-Mustadrak disebutkan riwayat tersebut sekaligus komentar yang diberikan oleh al-Ha>kim terkait dengan kedudukan sanad riwayat tersebut.
حدثنا
أحمد بن عثمان
بن يحيى
الآدمي
المقري ببغداد
ثنا أبو قلابة
ثنا عبد الصمد
بن عبد الوارث
ثنا عمر بن
إبراهيم عن
قتادة عن
الحسن عن سمرة
بن جندب : عن
النبي صلى
الله عليه و
سلم قال : كانت
حواء لا يعيش
لها ولد فنذرت
لئن عاش لها
ولد تسميه عبد
الحارث فعاش
لها ولد فسمته
عبد الحارث و
إنما كان ذلك
عن وحي
الشيطان. هذا
حديث صحيح
الإسناد و لم
يخرجاه.�
Al-Turmuzi juga mengomentari riwayat tersebut dengan mengatakan bahwa hadith tersebut merupakan hadith hasan gharib yang tidak diketahui selain dari Umar bin Ibrahim, dari Qatadah. Para pakar hadith
lain meriwayatkannya dari
Abd al-Samad mauquf tidak disandarkan kepada Nabi. Berikut redaksi komentar al-Turmuzi:
حدثنا
محمد بن
المثنى حدثنا
عبد الصمد بن
عبد الوارث
حدثنا عمر بن
إبراهيم عن
قتادة عن الحسن
عن سمرة : عن
النبي صلى
الله عليه و
سلم قال لما
حملت حواء طاف
بها إبليس
وكان لا يعيش
لها ولد فقال
سميه عبد
الحارث فسمته
عبد الحارث فعاش
ذلك وكان ذلك
من وحي
الشيطان
وأمره. قال أبو
عيسى هذا حديث
حسن غريب لا
نعرفه مرفوعا
إلا من حديث
عمر بن
إبراهيم عن
قتادة ورواه
بعضهم عن عبد
الصمد dولم
يرفعه عمر بن
إبراهيم شيخ
بصري. قال
الشيخ
الألباني :
ضعيف.
Ibnu Kathir mengatakan bahwa
hadith di atas bermasalah dari tiga sisi:
1.
Riwayat Umar bin Ibrahim tidak bisa dijadikan hujjah.
2.
Ia juga meriwayatkan
hadith dari perkataam
Samrah sendiri tanpa disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
3. Al-Hasan sendiri mempunyai penafsiran yang berbeda dengan hadith tersebut, kalau ia mendapatkan
dari Samrah secara marfu�, mengapa
ia meninggalkan riwayat tersebut. Dari sini tampak bahwa riwayat tersebut mauquf
pada diri seorang sahabat. Bisa jadi riwayat tersebut bersumber dari ahli kitab
yang telah masuk Islam seperti Ka�ab, Wahab bin Munabbih dan lainnya.
Dari
pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa penafsiran yang mengatakan
bahwa Nabi Adam AS dan Hawa telah menjadikan anaknya sebagai sekutu bagi Allah
SWT yang telah mengaruniakan anak tersebut dengan bersandar dari riwayat di
atas tidaklah bisa diterima. Hal ini dikarenakan bahwa riwayat tersebut
bersumber dari ahli kitab yang telah masuk Islam, dengan kata lain merupakan
riwayat israiliyyat yang tidak bisa diterima. Hal ini dikarenakan matan
dari riwayat tersebut tidak sesuai dengan akidah umat Islam dalam hal ismah
al-anbiya� dimana mayoritas ulama muslim sepakat bahwa para Nabi dan Rasul
terjaga dari perbuatan dosa besar maupun dosa kecil. Kalaupun bukan termasuk israiliyyat,
riwayat tersebut tetap tidak bisa dijadikan sandaran, hal ini dikarenakan dalam
sanadnya terdapat Umar bin Ibrahim yang menurut mayoritas ulama hadith riwayat
Umar bin Ibrahim tidak bisa diterima.
2.
Israiliyyat Dalam Kisah Nabi Yusuf AS
Di dalam al-jami� li ahkam al-Qur�an, al-Qurtubi menafsirkan ayat 24 dari surat Yusuf dengan menukil riwayat yang berbicara tentang hamm Nabi
Yusuf AS. Disebutkan dalam riwayat tersebut bahwa ketika istri
Azis hendak bermaksud berbuat keji, Nabi Yusufpun juga mempunyai kehendak yang sama untuk melakukan hal itu. Tentang
keabsahan ataupun kebatilan pemahaman demikian, berikut penulis tuliskan sanad riwayat-riwayat yang berkenaan dengan hal tersebut.
حدثنا
أبو كريب
وسفيان بن
وكيع ، وسهل
بن موسى
الرازي ،
قالوا: حدثنا
ابن عيينة ،
عن عثمان بن
أبي سليمان ،
عن ابن أبي
مليكة ، عن
ابن عباس ،
سئل عن همّ
يوسف ما بلغ؟
قال: حَلّ
الهِمْيان ،
وجلس منها
مجلس الخاتن.
حدثني
زياد بن عبد
الله ، قال:
حدثنا محمد بن
أبي عدي ، عن
ابن جريج ، عن
ابن أبي مليكة
، قال: سألت
ابن عباس: ما
بلغ من همّ
يوسف؟ قال:
استلقت له ،
وجلس بين
رجليها.
حدثني
المثنى ، قال:
حدثنا قبيصة
بن عقبة ، قال:
حدثنا سفيان ،
عن ابن جريج ،
عن ابن أبي
مليكة ، عن
ابن
عباس:(ولقد
همت به وهم
بها) ، ما بلغ؟
قال: استلقت
له وجلس بين
رجليها ، وحلّ
ثيابه = أو
ثيابها.
حدثنا
محمد بن عبد الأعلى
، قال: حدثنا
محمد بن ثور ،
عن معمر ، عن ابن
أبي نجيح ، عن
مجاهد:(ولقد
همت به وهم
بها) قال: جلس
منها مجلس
الرجل من
امرأته.
حدثني
الحارث ، قال:
حدثنا عبد
العزيز ، قال:
حدثنا قيس ،
عن أبي حصين ،
عن سعيد بن
جبير:(ولقد همت
به وهم بها)
قال: أطلق
تِكَّة
سراويله[1].
Riwayat-riwayat di atas merupakan riwayat lengkap dengan sanad masing-masing yang ditulis
oleh al-Tabari dalam kitab tafsirnya.
Riwayat-riwayat di atas bersumber dari tiga orang, Ibnu Abbas, Mujahid dan Sa�id bin Jabir. Semua apa yang dikandung riwayat-riwayat di atas sumber aslinya
adalah berita-berita dan kebohongan-kebohongan bani Israil yang dibuat-buat
untuk mendustakan Allah SWT
dan para rasul-Nya yang disampaikan oleh Ka�ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih dan
lain sebagainya kepada para
sahabat dan tabi�in.
Matan riwayat
di atas jelas tidak bisa diterima
secara serta merta karena bertolak
belkang dengan apa yang difirmankan Allah SWT tentang Nabi Yusuf AS setelah penyebutan hamm, yaitu firman Allah SWT:
�Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Apakah pantas pujian Allah SWT yang demikian ini
diberikan kepada Nabi Yusuf AS yang sampai membuka celana dan duduk di antara
kedua kaki istri Azis?
Riwayat-riwayat di atas
juga bertentangan dengan pengakuan istri Azis berikut:
�Berkata istri
al-Aziz: "Sekarang jelaslah
kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku). Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar."
Dengan tulus
hati ia mengakui
bahwa yang sebenarnya menggoda adalah dirinya, sedang Nabi Yusuf AS tetap bertahan untuk tidak tergoda
oleh rayuanya. Bagaimana mungkin ia mengaku
demikian jika ternyata Nabi Yusuf AS juga mempunyai
hasrat untuk melakukan hal keji
tersebut yang mana ia telah sampai membuka
baju dan duduk di antara kaki istri
Aziz?
Ketika Nabi Yusuf AS diancam
oleh istri Azis untuk dipenjarakan jika tidak melakukan apa yang ia perintah
sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah SWT:
�Wanita itu berkata:
"Itulah dia orang yang
kamu cela aku karena (tertarik)
kepadanya, sesungguhnya aku telah menggoda
dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak.
Sesungguhnya jika dia tidak mentaati
apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan
dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan
orang-orang yang hina."
Dengan mantap Nabi Yusuf
AS berkata:
�Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku. Jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu
daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan
tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh. Maka Tuhannya memperkenankan doa
Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah
yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.�
Kebebasan Nabi Yusuf AS dari tuduhan hendak
berbuat keji juga terbantahkan dalam persidangan. Hal ini dikarenakan
persaksian dari salah seorang kerabat istri Azis yang menyatakan bahwa jika
baju yang dikenakan Nabi Yusuf AS terkoyak di bagian depan, maka ia telah
berbohong dan membuat pengakuan palsu. Namun sebaliknya, jika ternyata pakaian
tersebut terkoyak di bagian belakang, maka ia tidak bersalah dan terbebas dari
tuduhan. Setelah dibuktikan ternyata pakaian Nabi Yusuf AS terkoyak di bagian
belakang. Dari sini jelaslah bahwa peristiwa yang terjadi bukanlah kehendak
Nabi Yusuf AS, melainkan istri Azis. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT:
�Yusuf berkata: "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)",� seorang saksi dari keluarga wanita itu
memberikan kesaksiannya: "Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita
itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang berdusta. Jika baju gamisnya
koyak di belakang, maka wanita itu berduta dan Yusuf termasuk orang-orang yang
benar. ketika melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia:
"Sesungguhnya (kejadian) itu adalah diantara tipu daya kamu. Sesungguhnya
tipu daya kamu adalah besar."
Dengan kesaksian tersebut jelas sudah bahwa Nabi
Yusuf AS terbebas dari tuduhan yang dilempatkanoleh istri Azis. Kalau memang ia
juga mempunyai hamm yang sama dengan hamm yang dimiliki oleh
istri Azis yang dikatakan dalam riwayat di atas yang mana ia sampai membuka
celana, baju dan bahkan telah duduk di antara kedua kaki istri Azis, tentu akan
berbeda cerita yang firmankah oleh Allah SWT dalam al-Qur�an.
Dari sini nampak jelas bahwa riwayat-riwayat di
atas merupakan kebohongan yang oleh bertentangan dengan dalil-dalil naqli dan
juga akal dimana keduanya menyatakan bahwa para Nabi ataupun Rasul mustahil
melakukan hal keji seperti yang diceritakan oleh riwayat-riwayat di atas.
3.
Israiliyyat Dalam Kisah Nabi Daud AS
Nabi Daud AS dikisahkan
dalam beberapa riwayat telah merencanakan
pembunuhan terhadap seorang tentara perangnya karena ia menghendaki untuk menikahi istri sang tentara setelah mati terbunuh
dalam medan perang. Hal tersebut dikarenakan Nabi Daud AS telah terpesona oleh keelokan perempuan yang ia lihatnya pada suatu hari ketika ia
sedang beri�tikaf di dalam mihrab. Sekilas akal seorang mukmin
memustahilkan peristiwa tersebut, karena memang seorang Nabi secara keyakinan merupakan manusia-manusia pilihan yang senantiasa dijaga oleh Allah SWT dari
dosa-dosa terlebih dosa perbuatan
keji sebagaimana dikisahkan oleh riwayat-riwayat tersebut. Untuk membuktikannya, maka penulis mencoba menganalisa dari sisi sanad riwayat-riwayat
tersebut.
حدثني
محمد بن سعد،
قال: ثني أبي،
قال: ثني عمي،
قال: ثني أبي،
عن أبيه، عن
ابن عباس،
قوله( وَهَلْ
أَتَاكَ
نَبَأُ
الْخَصْمِ
إِذْ تَسَوَّرُوا
الْمِحْرَابَ
) قال: إن داود
قال: يا رب قد
أعطيت
إبراهيم
وإسحاق
ويعقوب من
الذكر ما لوددت
أنك أعطيتني
مثله، قال
الله: إني
ابتُليتهم
بما لم أبتلك
به، فإن شئت
ابتُليتك
بمثل ما
ابتُليتهم
به، وأعطيتك
كما أعطيتهم،
قال: نعم، قال
له: فاعمل حتى
أرى بلاءك;
فكان ما شاء الله
أن يكون، وطال
ذلك عليه،
فكاد أن
ينساه; فبينا
هو في محرابه،
إذ وقعت عليه
حمامة من ذهب
فأراد أن
يأخذها، فطار
إلى كوّة
المحراب،
فذهب
ليأخذها،
فطارت، فاطلع من
الكوّة، فرأى
امرأة تغتسل،
فنزل نبي الله
صَلَّى الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم من المحراب،
فأرسل إليها
فجاءته،
فسألها عن زوجها
وعن شأنها،
فأخبرته أن
زوجها غائب،
فكتب إلى أمير
تلك السَّرية
أن يُؤَمِّره
على السرايا
ليهلك زوجها،
ففعل، فكان
يُصاب أصحابه وينجو،
وربما
نُصروا، وإن
الله عزّ وجلّ
لما رأى الذي
وقع فيه داود،
أراد أن
يستنقذه; فبينما
داود ذات يوم
في محرابه، إذ
تسوّر عليه
الخصمان من
قبل وجهه;
فلما رآهما
وهو يقرأ فزع
وسكت، وقال:
لقد استضعفت
في ملكي حتى
إن الناس يستوّرون
عليّ محرابي،
قالا له:( لا
تَخَفْ
خَصْمَانِ بَغَى
بَعْضُنَا
عَلَى بَعْضٍ
) ولم يكن لنا
بد من أن
نأتيك، فاسمع
منا; قال
أحدهما:(
إِنَّ هَذَا
أَخِي لَهُ
تِسْعٌ
وَتِسْعُونَ
نَعْجَةً )
أنثى( وَلِيَ
نَعْجَةٌ
وَاحِدَةٌ
فَقَالَ
أَكْفِلْنِيهَا
) يريد أن يتمم
بها مئة، ويتركني
ليس لي شيء(
وَعَزَّنِي
فِي
الْخِطَابِ )
قال: إن دعوت
ودعا كان
أكثر، وإن
بطشت وبطش كان
أشد مني، فذلك
قوله(
وَعَزَّنِي
فِي الْخِطَابِ
) قال له داود:
أنت كنت أحوج
إلى نعجتك
منه( لَقَدْ
ظَلَمَكَ
بِسُؤَالِ
نَعْجَتِكَ
إِلَى
نِعَاجِهِ ) ..
إلى قوله( وَقَلِيلٌ
مَا هُمْ )
ونسي نفسه
صَلَّى الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم،
فنظر الملكان
أحدهما إلى الآخر
حين قال ذلك،
فتبسم أحدهما
إلى الآخر، فرآه
داود وظن أنما
فتن(
فَاسْتَغْفَرَ
رَبَّهُ
وَخَرَّ
رَاكِعًا
وَأَنَابَ )
أربعين ليلة،
حتى نبتت
الخُضرة من
دموع عينيه،
ثم شدّد الله
له ملكه.
حدثنا
محمد بن
الحسين، قال:
ثنا أحمد بن
المفضل، قال:
ثنا أسباط، عن
السديّ، في
قوله( وَهَلْ
أَتَاكَ
نَبَأُ
الْخَصْمِ
إِذْ
تَسَوَّرُوا
الْمِحْرَابَ
) قال: كان داود
قد قسم الدهر
ثلاثة أيام:
يوم يقضي فيه
بين الناس،
ويوم يخلو فيه
لعبادة ربه،
ويوم يخلو فيه
لنسائه; وكان
له تسع وتسعون
امرأة، وكان
فيما يقرأ من
الكتب أنه كان
يجد فيه فضل
إبراهيم
وإسحاق ويعقوب;
فلما وجد ذلك
فيما يقرأ من
الكتب قال: يا
رب إن الخير
كله قد ذهب به
آبائي الذين
كانوا قبلي،
فأعطني مثل ما
أعطيتهم،
وافعل بي مثل
ما فعلت بهم،
قال: فأوحى
الله إليه: إن
آباءك
ابتُلوا
ببلايا لم
تبتل بها;
ابتُلي إبراهيم
بذبح ابنه،
وابتُلي
إسحاق بذهاب
بصره،
وابتُلي
يعقوب بحزنه
على يوسف،
وإنك لم تبتل
من ذلك بشيء،
قال: يا رب
ابتلني بمثل
ما ابتُليتهم
به، وأعطني
مثل ما
أعطيتهم; قال.
فأوحي إليه:
إنك مبتلى
فاحترس; قال:
فمكث بعد ذلك
ما شاء الله
أن يمكث، إذ
جاءه الشيطان
قد تمثّل في
صورة حمامة من
ذهب، حتى وقع
عند رجليه وهو
قائم يصلي،
فمد يده
ليأخذه،
فتنحى فتبعه،
فتباعد حتى
وقع في كوّة،
فذهب ليأخذه،
فطار من الكوّة،
فنظر أين يقع،
فيبعث في
أثره. قال:
فأبصر امرأة
تغتسل على سطح لها، فرأى
امرأة من أجمل
الناس
خَلْقا،
فحانت منها التفاتة
فأبصرته،
فألقت شعرها
فاستترت به،
قال: فزاده
ذلك فيها
رغبة، قال:
فسأل عنها،
فأخبر أن لها
زوجا، وأن
زوجها غائب
بمسلحة كذا
وكذا; قال:
فبعث إلى صاحب
المسلحة أن
يبعث أهريا إلى
عدوّ كذا
وكذا، قال:
فبعثه، ففتح
له. قال: وكتب
إليه بذلك،
قال: فكتب
إليه أيضا: أن
ابعثه إلى
عدوّ كذا
وكذا، أشد
منهم بأسا،
قال: فبعثا ففتح
له أيضا. قال:
فكتب إلى داود
بذلك، قال: فكتب
إليه أن ابعثه
إلى عدوّ كذا
وكذا، فبعثه
فقتل المرة
الثالثة، قال:
وتزوج امرأته. قال: فلما
دخلت عليه،
قال: لم تلبث
عنده إلا
يسيرا حتى بعث
الله مَلَكين
في صور إنسيين،
فطلبا أن
يدخلا عليه،
فوجداه في يوم
عبادته،
فمنعهما
الحرس أن
يدخلا
فتسوّروا عليه
المحراب،
قالا فما شعر
وهو يصلي إذ
هو بهما بين
يديه جالسين،
قال: ففزع
منهما، فقالا(
لا تَخَفْ )
إنما نحن(
خَصْمَانِ
بَغَى
بَعْضُنَا
عَلَى بَعْضٍ
فَاحْكُمْ
بَيْنَنَا
بِالْحَقِّ
وَلا
تُشْطِطْ )
يقول: لا تحف(
وَاهْدِنَا
إِلَى
سَوَاءِ
الصِّرَاطِ ) :
إلى عدل القضاء.
قال: فقال:
قصّا عليّ
قصّتكما، قال:
فقال أحدهما:(
إِنَّ هَذَا
أَخِي لَهُ
تِسْعٌ وَتِسْعُونَ
نَعْجَةً
وَلِيَ
نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ
) فهو يريد أن
يأخذ نعجتي،
فيكمل بها نعاجه
مئة. قال: فقال
للآخر: ما
تقول؟ فقال:
إن لي تسعا
وتسعين نعجة،
ولأخي هذا
نعجة واحدة،
فأنا أريد أن
آخذها منه،
فأكمل بها
نعاجي مئة، قال:
وهو كاره؟
قال: وهو
كاره، قال:
وهو كاره؟ قال:
إذن لا ندعك
وذاك، قال: ما
أنت على ذلك
بقادر، قال:
فإن ذهبت تروم
ذلك أو تريد،
ضربنا منك هذا
هذا وهذا،
وفسر أسباط
طرف الأنف،
وأصل الأنف
والجبهة; قال:
يا داود أنت
أحق أن يُضرب
منك هذا وهذا
وهذا، حيث لك
تسع وتسعون
نعجة امرأة،
ولم يكن
لأهريا إلا
امرأة واحدة،
فلم تزل به
تعرضه للقتل
حتى قتلته،
وتزوجت
امرأته. قال:
فنظر فلم ير
شيئا، فعرف ما
قد وقع فيه،
وما قد ابتُلي
به. قال: فخر
ساجدا، قال:
فبكى. قال:
فمكث يبكي
ساجدا أربعين
يوما لا يرفع رأسه إلا
لحاجة منها،
ثم يقع ساجدا
يبكي، ثم يدعو
حتى نبت العشب
من دموع
عينيه. قال:
فأوحى الله
إليه بعد
أربعين يوما:
يا داود ارفع
رأسك، فقد
غفرت لك،
فقال: يا رب
كيف أعلم أنك
قد غفرت لي
وأنت حكم عدل
لا تحيف في
القضاء، إذا
جاءك أهريا
يوم القيامة
آخذا رأسه
بيمينه أو
بشماله تشخب
أوداجه دما فى
قبل عرشك
يقول: يا رب سل هذا
فيم قتلني؟
قال: فأوحى
إليه: إذا كان
ذلك دعوت أهريا
فأستوهبك
منه، فيهبك
لي، فأثيبه
بذلك الجنة،
قال: رب الآن
علمت أنك قد
غفرت لي، قال:
فما استطاع أن
يملأ عينيه من
السماء حياء
من ربه حتى
قبض صلى الله
عليه وسلم.
Dua riwayat di atas meskipun redaksinya berbeda namun isinya
sama, yaitu menceritakan tipu muslihat Nabi Daud AS untuk mendapatkan perempuan cantik yang telah membuatnya terpesona. Dua riwayat tersebut mauquf kepada Ibnu Abbas
dan al-Sudi. Nampaknya mereka
berdua mendapatkan kisah tersebut dari para ahli kitab yang telah memeluk Islam. Hal ini terbukti dengan
adanya suatu riwayat yang bersumber kepada Wahab bin Munabbih, ia adalah salah satu ahli kitab yang telah memeluk agama Islam.
Riwayat tersebut sebagai berikut:
حدثنا
ابن حميد،
قال: ثنا
سلمة، عن محمد
بن إسحاق، عن
بعض أهل
العلم، عن وهب
بن منبه، أن
داود حين دخل
محرابه ذلك
اليوم، قال:
لا يدخلن عليّ
محرابي اليوم
أحد حتى
الليل، ولا
يشغلني شيء
عما خلوت له
حتى أمسي;
ودخل محرابه،
ونشر زبوره
يقرؤه وفي
المحراب كوّة
تطلعه على تلك
الجنينة،
فبينا هو جالس
يقرأ زبور، إذ
أقبلت حمامة
من ذهب حتى
وقعت في
الكوّة، فرفع
رأسه فرآها،
فأعجبته، ثم
ذكر ما كان
قال: لا يشغله
شيء عما دخل
له، فنكَّس
رأسه وأقبل
على زَبوره،
فتصوبت الحمامة
للبلاء
والاختبار من
الكوّة، فوقعت
بين يديه،
فتناولها
بيده، فاستأخرت
غير بعيد،
فاتبعها،
فنهضت إلى الكوّة،
فتناولها في
الكوّة،
فتصوبت إلى
الجنينة،
فأتبعها بصره
أين تقع، فإذا
المرأة جالسة
تغتسل بهيئة
الله أعلم بها
في الجمال
والحُسن
والخَلْق;
فيزعمون أنها
لما رأته نقضت
رأسها فوارت
به جسدها منه،
واختطفت
قلبه، ورجع إلى
زَبوره
ومجلسه، وهي
من شأنه لا
يفارق قلبه ذكرها.
وتمادى به
البلاء حتى
أغزى زوجها،
ثم أمر صاحب
جيشه فيما
يزعم أهل
الكتاب أن
يقدم زوجها
للمهالك حتى
أصابه بعض ما
أراد به من
الهلاك،
ولداود تسع
وتسعون امرأة;
فلما أصيب
زوجها خطبها
داود،
فنكحها، فبعث
الله إليه وهو
في محرابه
ملَكين
يختصمان
إليه، مثلا
يضربه له
ولصاحبه، فلم
يرع داود إلا
بهما واقفين
على رأسه في
محرابه، ففال:
ما أدخلكما
عليّ؟ قالا لا
تخف لم ندخل
لبأس ولا
لريبة(
خَصْمَانِ بَغَى
بَعْضُنَا
عَلَى بَعْضٍ
) فجئناك
لتقضي بيننا(
فَاحْكُمْ
بَيْنَنَا
بِالْحَقِّ
وَلا
تُشْطِطْ
وَاهْدِنَا
إِلَى
سَوَاءِ الصِّرَاطِ
) : أي احملنا
على الحقّ،
ولا تخالف بنا
إلى غيره; قال
الملك الذي
يتكلم عن
أوريا بن حنانيا
زوج المرأة:(
إِنَّ هَذَا
أَخِي ) أي على
ديني( لَهُ
تِسْعٌ
وَتِسْعُونَ
نَعْجَةً وَلِيَ
نَعْجَةٌ
وَاحِدَةٌ
فَقَالَ
أَكْفِلْنِيهَا
) أي احملني
عليها، ثم
عزّني في الخطاب:
أي قهرني في
الخطاب، وكان
أقوى مني هو
وأعزّ، فحاز
نعجتي إلى
نعاجه وتركني
لا شيء لي; فغضب
داود، فنظر
إلى خصمه الذي
لم يتكلم، فقال:
لئن كان صدقني
ما يقول،
لأضربن بين
عينيك بالفأس!
ثم ارعوى
داود، فعرف
أنه هو الذي
يراد بما صنع
في امرأة
أوريا، فوقع
ساجدا تائبا
منيبا باكيا،
فسجد أربعين
صباحا صائما
لا يأكل فيها
ولا يشرب، حتى
أنبت دمعه
الخضر تحت
وجهه، وحتى
أندب السجود
في لحم وجهه،
فتاب الله عليه
وقبل منه.
Dari sini dapat
disimpulkan bahwa riwayat di atas merupakan israiliyyat. Hal ini sesuai
dengan definisi israiliyyat itu sendiri bahwa setiap riwayat yang sumber
asalnya adalah ahli kitab maka ia termasuk riwayat israiliyyat.
Kesimpulan ini tidak lantas bisa menjadikan tertolaknya kisah yang ada di dalam
riwayat tersebut. Hal ini dikarenakan terdapat satu riwayat yang marfu�
kepada Nabi Muhammad SAW. Riwayat tersebut menyatakan seperti apa yang
dikisahkan riwayat-riwayat di atas.
حدثني
يونس، قال:
أخبرنا ابن
وهب، قال:
أخبرني ابن
لَهِيعة، عن
أبي صخر، عن
يزيد
الرقاشي، عن
أنس بن مالك
سمعه يقول:
سمعت رسول
الله صَلَّى
الله عَلَيْهِ
وَسَلَّم
يقول:"إنَّ
دَاوُدَ النَّبِيّ
صَلَّى الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم
حِينَ نَظَرَ
إلَى
المَرْأَةِ
فَأَهَمَّ،
قَطَعَ عَلَى
بَنِي
إسْرَائِيلَ،
فَأَوْصَى صَاحِبَ
البَعْثِ،
فَقَالَ: إذَا
حَضَرَ العَدُوُّ،
فَقَرَّبَ
فُلانًا
بَيْنَ
يَدَيِ التَّابُوتِ،
وَكَانَ
التَّابُوتُ
فِي ذَلِكَ
الزَّمانِ
يُسْتَنْصَرُ
بِهِ، وَمَنْ قُدّمَ
بَيْنَ
يَدَيِ
التَّابُوتِ
لَمْ يَرْجِعْ
حَتَّى
يُقْتَلَ أوْ
يُهْزَمَ
عَنْهُ
الجَيْشُ،
فَقُتِلَ
زُوْجُ
المَرْأَةِ وَنزلَ
المَلَكَانِ
عَلى دَاوُدَ
يَقُصَّانِ
عَلَيْهِ
قِصَّتَهُ،
فَفَطِنَ
دَاوُدُ
فَسَجَدَ،
فَمَكَثَ
أرْبَعِينَ
لَيْلَةً
سَاجِدًا
حَتَّى
نَبَتَ الزَّرْعُ
مِنْ
دُمُوعِهِ
عَلَى
رَأْسِهِ،
وَأَكَلَتِ
الأرْضُ
جَبِينَهُ
وَهُوَ
يَقُولُ فِي
سُجُودِهِ"
فَلَمْ
أُحْصِ مِنَ
الرّقاشيِّ
إلا هؤلاء
الكلمات:"رَبِّ
زَلَّ دَاوُدُ
أبْعَدُ مَا
بَيْنَ
المَشْرِقِ
وَالمَغْرِبِ،
إنْ لَمْ
تَرْحَمْ
ضَعْفَ
دَاوُدَ وَتَغْفِرْ
ذَنْبَهُ،
جَعَلْتُ
ذَنْبَهُ حَدِيثًا
فِي
الخُلُوفِ
مِنْ
بَعْدِهِ، فَجَاءَهُ
جِبْرَائِيلُ
صَلَّى الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم
مِنْ بَعْدِ
الأرْبَعِينَ
لَيْلَةً،
قَالَ: يَا
دَاوُدُ إنَّ
الله قَدْ
غَفَرَ لَكَ
الهَمَّ
الَّذِي
هَمَمْتَ بِهِ،
فَقَالَ
دَاوُدُ:
عَلِمْت أن
الرب قادر على
أن يغفر لي
الهم الذي
هممت به، وقد
عرفت أن الله
عدل لا يميل
فكيف بفلان
إذا جاء يوم القيامة
فقال: يا رب
دمي الذي
عنْدَ
دَاوُدَ، فَقالَ
جِبْرائيل
صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّم:
ما سألْتُ
رَبَّكَ عَنْ
ذلكَ، وَلَئنْ
شِئْتَ
لأفْعَلَنَّ،
فقال: نَعَمْ،
فَعَرجَ
جِبْريلُ
وَسَجَدَ
دَاوُدُ،
فَمَكَثَ ما
شاء الله،
ثُمَّ نزلَ
فَقَالَ: قَدْ
سَأَلت رَبَّكَ
عَزَّ وجَلّ
َيا دَاوُدُ
عَنِ الَّذي
أرْسَلْتَنِي
فِيهِ،
فَقَالَ: قُلْ
لِدَاوُدَ:
إنَّ الله
يَجْمَعُكُما
يَوْمَ
القِيَامَةِ
فَيَقُولُ:
هَبْ لي
دَمَكَ
الَّذِي عِنْدَ
دَاوُدَ،
فَيَقُولُ:
هُوَ لَك يا
رَبّ، فَيَقُولُ:
فإنَّ لَكَ
فِي
الجَنَّةِ ما
شِئْتَ وَما
اشْتَهَيْتَ
عِوَضًا).
Riwayat
tersebut merupakan riwayat yang dibuat-buat atas nama Nabi Muhammad SAW. Di
dalam sanadnya terdapat Ibnu Luhai�ah yang dilemahkan riwayatnya oleh para
pakar hadith. Selain itu terdapat juga Yazid bin Aban al-Raqashi yang juga
dianggap lemah riwayatnya oleh ulama ahli hadith. Imam al-Nasai dan Hakim Abu Ahmad mengatakan bahwa Yazid bin Aban
al-Raqashi matruk.
Ibnu Hibban mengomentarinya
bahwa ia adalah salah satu hamba Allah SWT
yang memiliki kelebihan,
yang senantiasa menangis dalam keheningan malam. Karena kesibukannya untuk beribadah, sampai ia banyak
lupa terhadap hafalan hadithnya sehingga sampai membalik perkataan al-Hasan menjadi dari Anas, dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu riwayat darinya
tidak dapat dijadikan hujjah ataupun dasar.
Ibnu
Kathir mengatakan bahwa dalam menafsirkan ayat 21-25 surat Sad, para mufassir banyak menyebutkan kisah yang mayoritas diambil dari ahli kitab (israiliyyat) dan tidak ada satu riwayat
yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW. Terdapat satu
riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim, namun riwayat
ini menurut ulama ahli hadith merupakan hadith dza�if karena di dalam sanadnya terdapat Yazid al-Raqashi dari Anas bin Malik. Meskipun Yazid
merupakan salah satu orang shalih tetapi riwayatnya
tidak diterima.
Dari
segi matan, riwayat tersebut jelas bertentangan dengan consensus ulama muslim dalam hal ismah
al-anbiya�. Telah disepakati bahwa para Nabi dan Rasul terjaga dari dosa-dosa kecil lebih-lebih dosa besar seperti apa yang dikisahkan di atas, yaitu pembunuhan berencana yang dilakukan oleh
Nabi Daud AS. Hal tersebut mustahil
terjadi pada diri seorang Nabi utusan Allah SWT.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa riwayat yang menyatakan Nabi Daud AS
mempuat tipu daya, merencanakan pembunuhan terhadap salah satu pasukannya
karena hendak menikahi istrinya merupakan riwayat yang bersumber dari ahli
kitab yang telah memeluk Islam.
4. Israiliyyat Dalam Kisah Nabi Sulaiman AS
Riwayat tentang fitnah Nabi Sulaiman AS
merupakan israiliyyat yang perlu kita hindari dalam hal mempercayainya.
Untuk itu penulis uraikan sanad riwayat tersebut sebagai berikut:
حدثني
محمد بن سعد،
قال: ثنى أبي،
قال: ثني عمي،
قال: ثني أبي،
عن أبيه، عن ابن
عباس، قوله(
وَلَقَدْ
فَتَنَّا
سُلَيْمَانَ
وَأَلْقَيْنَا
عَلَى
كُرْسِيِّهِ جَسَدًا
ثُمَّ
أَنَابَ ) قال:
الجسد:
الشيطان الذي
كان دفع إليه
سليمان
خاتمه، فقذفه
في البحر،
وكان مُلك
سليمان في
خاتمه، وكان
اسم الجنيّ
صخرا.
حدثني
محمد بن عمرو،
قال: ثنا أبو
عاصم، قال: ثنا
عيسى; وحدثني
الحارث، قال:
ثنا الحسن،
قال: ثنا
ورقاء جميعا،
عن ابن أبي
نجيح، عن
مجاهد، قوله(
عَلَى
كُرْسِيِّهِ
جَسَدًا ) قال:
شيطانا يقال
له آصف، فقال
له سليمان:
كيف تفتنون الناس؟
قال: أرني
خاتمك أخبرك.
فلما أعطاه
إياه نبذه آصف
في البحر،
فساح سليمان
وذهب مُلكه، وقعد
آصف على
كرسيه، ومنعه
الله نساء
سليمان، فلم
يقربهنّ،
وأنكرنه; قال:
فكان سليمان
يستطعم فيقول:
أتعرفوني
أطعموني أنا
سليمان، فيكذّبونه،
حتى أعطته
امرأة يوما
حوتا يطيب بطنه،
فوجد خاتمه في
بطنه، فرجع
إليه مُلكه،
وفر آصف فدخل
البحر فارّا.
حدثنا
بشر، قال: ثنا
يزيد، قال:
ثنا سعيد، عن
قتادة، قوله(
وَلَقَدْ
فَتَنَّا
سُلَيْمَانَ
وَأَلْقَيْنَا
عَلَى
كُرْسِيِّهِ
جَسَدًا
ثُمَّ
أَنَابَ ) قال:
حدثنا قتادة
أن سلمان أمر
ببناء بيت
المقدس، فقيل
له: ابنه ولا
يسمع فيه صوت
حديد، قال:
فطلب ذلك فلم
يقدر عليه، فقيل
له: إن شيطانا
في البحر يقال
له صخر شبه المارد،
قال: فطلبه،
وكانت عين في
البحر يردها في
كلّ سبعة أيام
مرّة، فنزح
ماؤها� �وجعل
فيها خمر،
فجاء يوم
وروده فإذا هو
بالخمر، فقال:
إنك لشراب
طيب، إلا أنك
تصبين
الحليم،
وتزيدين
الجاهل جهلا
قال: ثم رجع
حتى عطش عطشا
شديدا، ثم
أتاها فقال:
إنك لشراب
طيب، إلا أنك
تصبين
الحليم،
وتزيدين
الجاهل جهلا
قال: ثم شربها
حتى غلبت على
عقله، قال:
فأري الخاتم
أو ختم به بين
كتفيه، فذلّ،
قال: فكان
مُلكه في
خاتمه، فأتى
به سليمان،
فقال: إنا قد
أمرنا ببناء
هذا البيت.
وقيل لنا: لا
يسمعنّ فيه
صوت حديد،
قال: فأتى
ببيض الهدهد،
فجعل عليه
زجاجة، فجاء
الهدهد، فدار
حولها، فجعل
يرى بيضه ولا
يقدر عليه،
فذهب فجاء
بالماس،
فوضعه عليه،
فقطعها به حتى
أفضى إلى
بيضه، فأخذ
الماس، فجعلوا
يقطعون به
الحجارة،
فكان سليمان
إذا أراد أن
يدخل الخلاء
أو الحمام لم يدخلها
بخاتمه;
فانطلق يوما
إلى الحمام،
وذلك الشيطان
صخر معه، وذلك
عند مقارفة
ذنب قارف فيه
بعض نسائه،
قال: فدخل
الحمام،
وأعطى الشيطان
خاتمه،
فألقاه في
البحر،
فالتقمته
سمكة، ونزع
مُلك سليمان
منه، وألقي
على الشيطان شبه
سليمان; قال:
فجاء فقعد على
كرسيه
وسريره، وسلِّط
على ملك
سليمان كله
غير نسائه;
قال: فجعل
يقضي بينهم،
وجعلوا
ينكرون منه
أشياء حتى قالوا:
لقد فُتِن
نبيّ الله;
وكان فيهم رجل
يشبهونه بعمر
بن الخطَّاب
في القوّة،
فقال: والله
لأجربنه; قال:
فقال له: يا
نبيّ الله،
وهو يرى إلا
أنه نبيّ
الله، أحدنا
تصيبه الجَنابة
في الليلة
الباردة،
فيدع الغسل
عمدا حتى تطلع
الشمس، أترى
عليه بأسا؟
قال: لا قال: فبينا
هو كذلك
أربعين ليلة
حتى وجد نبي
الله خاتمه في
بطن سمكة،
فأقبل فجعل لا
يستقبله جنيّ
ولا طير إلا
سجد له، حتى
انتهى إليهم(
وَأَلْقَيْنَا
عَلَى
كُرْسِيِّهِ
جَسَدًا ) قال:
هو الشيطان
صخر.
Al-Qurtubi sendiri
mengatakan bahwa kisah-kisah di atas merupakan hal yang paling buruk dikatakan
terkait seorang Nabi-nabi Allah yang suci. Semua yang beliau tuliskan di dalam
kitabnya merupakan riwayat-riwayat israiliyyat yang tidak dapat
diterima. Riwayat-riwayat tersebut diingkari oleh para ulama ahli tafsir baik
secara keseluruhan ataupun terperinci. Ibnu Kathir mengatakan bahwa
riwayat-riwayat di atas merupakan israiliyyat yang harus ditolak
terlebih kisah yang berkaitan dengan istri seorang Nabi Sulaiman AS. Ibnu Hibban
mengatakan bahwa dalam menjelaskan tentang fitnah Nabi Sulaiman AS, banyak para
mufassir yang menukil riwayat-riwayat yang seharusnya tidak pantas dikaitkan
dengan diri seorang Nabi. Riwayat-riwayat tersebut termasuk yang tidak boleh
diriwayatkan, karena riwayat tersebut bisa jadi kebohongan yang dibuat-buat
oleh orang Yahudi ataupun orang-orang zindik. Al-Alu>si mengatakan bahwa hal
yang paling buruk dalam riwayat tersebut adalah yang berkaitan dengan anggapan
bahwa shetan mampu menguasai istri Nabi Sulaiman AS bahwa sampai menjima�nya
padahal mereka dalam keadaan haid.
Muhammad Abu Shuhbah
menyatakan bahwa riwayat-riwayat di atas merupakan kebohongan yang dibuat-buat
oleh bani isra>i>l. Ibnu Abbas dan lainnya mendapatkan kisah tersebut
dari alhi kitab yang telah memeluk agama Islam. Hal ini diperkuat oleh apa yang
tulis al-Suyuti dalam al-Dur bahwa Ibnu Abbas berkata: Ada empat ayat yang saya
tidak mengerti maksudnya, sehingga saya bertanya kepada Ka�ab al-Ahbar. Diantara
empat ayat tersebut adalah ayat 34 surat Sad di atas.
Isi riwayat-riwayat di
atas tidak masuk di akal terutama umat Islam. Hal ini jelas bertentangan dengan
ismah al-anbiya�. Sangat mustahil shetan mampu menguasai dan bahkan
melakukan tipu daya dengan mengatasnamakan seorang Nabi Sulaiman AS. Lebih-lebih
shetan juga telah sampai menggauli istri Nabi Sulaiman AS. Sungguh
ironis dan sangat bertentangan
dengan akidah umat Islam.
5.
Israiliyyat Dalam Kisah Nabi Muhammad SAW
`Nabi Muhammad SAW digambarkan
dalam sebuah riwayat bahwa beliau
jatuh hati dengan Zainab binti Jahsh lantaran
beliau melihat kecantikannya tatkala angin berhembus membuka tabir kamarnya.
Hal ini bukanlah suatu yang benar. Untuk itu penulis
sebutkan sanad riwayat tersebut sebagaiberikut:
حدثني
يونس، قال:
أخبرنا ابن
وهب، قال: قال
ابن زيد: كان
النبي صَلَّى
الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم قد
زوج زيد بن
حارثة زينب
بنت جحش، ابنة
عمته، فخرج
رسول الله
صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّم
يومًا يريده
وعلى الباب
ستر من شعر، فرفعت
الريح الستر
فانكشف، وهي
في حجرتها حاسرة،
فوقع إعجابها
في قلب النبي
صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّم،
فلما وقع ذلك
كرِّهت إلى
الآخر، فجاء
فقال: يا رسول
الله إني أريد
أن أفارق
صاحبتي، قال:
ما ذاك، أرابك
منها شيء؟ "قال:
لا والله ما
رابني منها
شيء يا رسول
الله، ولا
رأيت إلا
خيرًا، فقال
له رسول الله
صَلَّى الله
عَلَيْهِ
وَسَلَّم:
أمسك عليك
زوجك واتق
الله، فذلك
قول الله
تعالى( وَإِذْ
تَقُولُ
لِلَّذِي
أَنْعَمَ
اللَّهُ
عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ
عَلَيْهِ
أَمْسِكْ
عَلَيْكَ زَوْجَكَ
وَاتَّقِ
اللَّهَ
وَتُخْفِي
فِي نَفْسِكَ
مَا اللَّهُ
مُبْدِيهِ )
تخفي في نفسك
إن فارقها
تزوجتها.
Kisah ini
merupakan kisah yang tidak benar jika
dilihat dari berbagai sisi karena
jelas bertentangan dengan ismah al-anbiya�. Tidak pantas seorang Nabi yang disucikan dan dijaga dari hal-hal keji
dan juga dosa-dosa digambarkan dengan
gambaran tersebut. Lebih-lebih yang digambarkan demikian adalah seorang Rasul yang telah dipuji oleh Allah SWT dalam
al-Qur�an dengan dikatakan bahwa beliau adalah
manusia yang mempunyai akhlak mulia.
Riwayat tersebut merupakan kebohongan yang buat
oleh musuh-musuh agama. Dalam sanad
riwayat di ayat terdapat Ibnu Zaid, ia adalah Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam. Para ulama hadith menuduhnya sebagai orang yang suka berbohong, suka meriwayatkan hal yang aneh-aneh dan riwayat-riwayat maudu�ah.
Sedangkan dari sisi isi riwayat
tersebut jelas bertentangan dengan akidah umat dalam
hal terjaganya seorang Nabi ataupun Rasul dari dosa-dosa. Terlebih dalam riwayat tersebut
digamabarkan seorang Nabi termulia di sisi Allah SWt melakukan hal
yang tidak pantas.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa riwayat di atas merupakan kebohongan yang dibuat-buat oleh musuh-musuh
Islam untuk memberikan keraguan akan kesucian
Nabi Muhammad SAW kepada umat
Islam itu sendiri. Riwayat tersebut jika melihat
definisi israiliyyat
dalam arti yang lebih luas, yaitu segala
riwayat yang bersumber dari musuh Islam baik Yahudi, Narani atau lainnya maka
ia bisa digolongkan
ke dalam riwayat israiliyyat.
Penafsiran
Ulama Muslim Terhadap Ayat-ayat Terkait Riwayat Israiliyyat
1.
Kisah
Nabi Adam AS Dalam Surat al-A�raf Ayat 189-190
Al-Tabari mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa ada sebagain
mufassir yang memahami bahwa yang melakukan syirik bukanlah Nabi Adam AS dan
Hawa, melainkan orang laki-laki
dan perempuan anak cucu Nabi Adam AS yang kafir. Mereka menyekutukan
Allah SWT setelah dikaruniai anak. Hal ini diperkuat oleh riwayat berikut:
حدثنا
ابن وكيع قال:
حدثنا سهل بن
يوسف، عن عمرو،
عن
الحسن:(جعلا
له شركاء فيما
آتاهما) قال: كان
هذا في بعض
أهل الملل،
ولم يكن بآدم.
حدثنا
محمد بن عبد
الأعلى قال:
حدثنا محمد بن
ثور، عن معمر
قال. قال
الحسن: عني
بهذا ذرية
آدم، من أشرك
منهم بعده
=يعني
بقوله:(فلما
آتاهما
صالحًا جعلا
له شركاء فيما
آتاهما).
حدثنا
بشر بن معاذ
قال: حدثنا
يزيد قال:
حدثنا سعيد،
عن قتادة قال:
كان الحسن
يقول: هم
اليهود
والنصارى،
رزقهم الله
أولادًا
فهوَّدوا ونصَّروا.
Ibnu Kathir mempunyai
satu penafsiran yang sama dengan al-Hasan yang mengatakan bahwa yang menyekutukan Allah SWT bukanlah
Nabi Adam AS dan Hawa, melainkan anak
cucu Adamlah yang melakukan hal demikian.
Beliau mengatakan:
وأما
نحن فعلى مذهب
الحسن
البصري، رحمه
الله، في هذا
وأنه ليس
المراد من هذا
السياق آدم وحواء،
وإنما المراد
من ذلك
المشركون من
ذريته؛ ولهذا
قال الله: {
فَتَعَالَى
اللَّهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ }
Inilah menurut hemat penulis
penafsiran yang tepat dan sesuai dengan syari�at
Islam, dimana seorang Nabi ataupun Rasul merupakan
orang-orang pilihan yang senantiasa
dijaga oleh Allah SWT dari
dosa-dosa. Bahwa Nabi Adam AS dan Hawa tidaklah melakukan kemusyrikan, yang melakukannya adalah anak cucu
mereka. Demikian juga penafsiran al-Qurtubi, al-Zamakhshari dalam al-Kashshaf, Abu al-Sa�ud, al-Alusi dan lain sebagianya.
2.
Kisah Nabi Yusuf AS Dalam Surat Yusuf Ayat 24
Al-Qurtubi
mengatakan bahwa hamm yang disandarkan
kepada Nabi Yusuf AS bukanlah
hamm yang disertai dengan perbuatan yang tercela. Melainkan hanya sebatas kata hati yang tidaklah divoni dosa oleh Allah
SWT.
Dalam Ma�alim al-Tanzil, al-Baghawi
mengatakan bahwa ada sebagain ulama yang menafsirkan bahwa ayat tersebut
menyatakan bahwa Nabi Yusuf AS tidaklah melakukan hal keji sebagaimana yang
dikatakan dalam riwayat-riwayat israiliyyat yang mana dikatakan bahwa
beliau sampai membuka celana dan telah duduk di antara kedua kaki istri Azis.
Hal ini tidak pantas terjadi pada diri seorang Nabi. Karena ayat 24 dari surat Yusuf
telah sempurnya menceritakan keadaan istri Azis pada kata� ���ولقد
همت به dan kemudian kembali menceritakan Nabi Yusuf dalam
kata وَهَمَّ
بِهَا لَوْلا
أَنْ رَأَى
بُرْهَانَ
رَبِّه� dengan
taqdim dan ta�khir.
وزعم
بعض
المتأخرين: أن
هذا لا يليق
بحال الأنبياء
عليهم السلام
، وقال: تمَّ
الكلام عند قوله:
{ وَلَقَدْ
هَمَّتْ بِهِ
} ثم ابتدأ
الخبر عن يوسف
عليه السلام فقال:
{ وَهَمَّ
بِهَا لَوْلا
أَنْ رَأَى
بُرْهَانَ
رَبِّهِ } على
التقديم
والتأخير، أي:
لولا أن رأى
برهان ربه
لهمَّ بها،
ولكنه رأى البرهان
فلم يهم.
Dengan melihat ayat-ayat
al-Qur�an setelah ayat 24 surat Yusuf ini, maka menurut hemat penulis bahwa
penafsiran yang demikian adalah penafsiran yang seuai dengan syari�at Islam.
Tidak mungkin seorang Nabi Yusuf AS melakukan hal keji hendak melakukan
perzinaan dengn perempuan yang tidak halal baginya. Lebih-lebih beliau telah
sampai membuka baju, celana dan telah duduk di atas kedua kaki istri Azis
penguasa Mesir saat itu.
3.
Kisah
Nabi Daud AS Dalam Surat Sad Ayat 21-25
Nabi Daud AS dikisahkan
dalam beberapa riwayat israiliyyat telah merencanakan pembunuhan terhadap seorang tentara perangnya karena ia menghendaki untuk menikahi istri sang tentara setelah mati terbunuh
dalam medan perang. Hal tersebut dikarenakan Nabi Daud AS telah terpesona oleh keelokan perempuan yang ia lihatnya pada suatu hari ketika ia
sedang beri�tikaf di dalam mihrab. Kisah ini tentu tidak
bisa diterima karena memang bententangan
dengan syari�at Islam.
Adapun penafsiran yang menurut
hemat penulis sesuai dengan syari�at
Islam terkait ismah
al-anbiya� adalah penafsiran yang menjelaskan bahwa Nabi Daud AS telah membagi hari-harinya menjadi beberapa bagian. Sebagian hari beliau khususkan untuk hanya beribadah
kepada Allah SWT, sebagain
yang lain beliu jadikan untuk memberi hukum
kepada umat manusia, sebagain yang lain beliau jadikan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagian yang
lain juga beliau jadikan untuk memberikan nasehat-nasehat kepada Bani
Israil.
Saat hari yang dikhususkan untuk beribadah, saat beliau hanyut dalam
lantunan do�a-do�a dan bermunajat kepada Allah SWT di dalam mihrabnya, tiba-tiba datang dua orang yang hendak meminta hukum atas permasalahan
yang mereka hadapi. Mereka mengendap melewati pagar dan tidak melewati pintu yang lazin dilewati oleh manusia. Karena itulah beliau meraa
terkejut dan berprasangka buruk. Beliau berprasangka
bahwa mereka datang ingin membunuhnya
atau ingin berbuat kejahatan terhadap dirinya. Setelah jelas duduk permasalahannya, beliau menyadari bahwa apa yang menjadi prasangkanya tidak benar. Mereka adalah
dua orang yang hendak mengadu
dan meminta penyelesaian secara hukum atas
masalah yang sedang mereka hadapi. Setelah selesai memberikan hukum dan menjadi jelasa bahwa mereka tidak
hendak berbuat kejahatan, maka beliau bersujud kepada Allah SWT meminta ampunan kepada-Nya.
4.
Kisah Nabi Sulaiman AS Dalam Surat Sad Ayat 34.
Dalam uraian di atas, penulis telah
menyimpulkan bahwa riwayat-riwayat yang menceritakan
kemampuan syetan menguasai kerajaan Nabi Sulaiman
AS dan bahwa sampai mengagauli istrinya dalam keadaan haid
merupakan riwayat israiliyyat yang tidak
sesuai dengan syari�at Islam.
Imam al-Bukha>ri meriwayatkan
sebuah hadith:
عَنْ
عَبْدِ
الرَّحْمَنِ
بْنِ
هُرْمُزَ قَالَ
: سَمِعْتُ
أَبَا
هُرَيْرَةَ ،
رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ ، عَنْ
رَسُولِ
اللهِ صلى
الله عليه
وسلم قَالَ :
قَالَ سُلَيْمَانُ
بْنُ دَاوُدَ
- عَلَيْهِمَا
السَّلاَمُ -
لأَطُوفَنَّ
اللَّيْلَةَ
عَلَى مِئَةِ
امْرَأَةٍ ،
أَوْ تِسْعٍ
وَتِسْعِينَ -
كُلُّهُنَّ
يَأْتِي
بِفَارِسٍ
يُجَاهِدُ
فِي سَبِيلِ
اللهِ
فَقَالَ لَهُ
صَاحِبُهُ
إِنْ شَاءَ
اللَّهُ
فَلَمْ
يَقُلْ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ
فَلَمْ
يَحْمِلْ
مِنْهُنَّ إِلاَّ
امْرَأَةٌ
وَاحِدَةٌ
جَاءَتْ
بِشِقِّ
رَجُلٍ
وَالَّذِي
نَفْسُ
مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ
لَوْ قَالَ
إِنْ شَاءَ
اللَّهُ
لَجَاهَدُوا
فِي سَبِيلِ
اللهِ
فُرْسَانًا
أَجْمَعُونَ.
(رواه
البخاري)
�Dari Abd al-Rahma>n bin Hurmuz berkata:
Saya mendengar Abu Hurairah RA dari
Rasulullah SAW bersabda: Sulaiman bin Daud AS berkata: Aku akan mendatangi seratus atau sembilan puluh
sembilan istriku dan setiap istriku akan melahirkan satu anak yang akan berjihad di jalan Allah. Malaikat Jibril berkata: Insya>Allah. Nabi Sulaiman tidak mengucapkan
Insya>Allah. Maka tidaklah mengandung istri-istri beliau kecuali satu orang
saja yang dikaruniai anak oleh Allah dalam keadaan terbelah dadanya. Demi Dzat
dimana jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau seandainya ia mengatakan
insya>Allah, niscaya akan terlahir anak-anak yang ahli berkuda dan berjihad
di jalan Allah SWT.� (HR. al-Bukha>ri)
Inilah penafsiran
yang sesuai dengan syari�at Islam. Bahwa Nabi
Sulaiman hanya terlupa mengucapkan kalimat insya>Allah hingga
beliau mendapatkan fitnah tidak sebagaiman dikisahkan dalam riwayat-riwayat israiliyyat.
5.
Kisah
Nabi Muhammad SAW Dalam Surat al-Ahzab Ayat 37
Adapun penafsiran yang sesuai dengan syari�at Islam terkait kisah pernikahan
Nabi Muhammad SAW dengan Zainab binta
Jahsh adalah bahwa di kalangan orang Arab terdapat sebuah adat, yaitu
mengangkat anak asuh. Anak angkat tersebut layaknya anak kandung yang mendapatkan hak-hak waris, larangan menikahi mantan istrinya dan lain sebagainya.
Adat ini tertanam dalam jiwa mereka
secara sangat dalam. Sebagaimana sudah menjadi hal yang lumrah bahwa orang kaya nan terpandang harus menikah dengan orang yang sepadan. Tidak boleh menikah dengan budak ataupun bekas
budak. Ketika Islam datang,
salah satu ajarannya adalah menghilangkan kesenjangan sosial yang ada dalam masyarakat.
Manusia semuanya sama dalam pandangan
Islam. Islam juga hendak menghapus
keharaman menikahi mantan istri anak
angkat. Allah SWT telah menghendaki bahwa seorang mantan budak pertama dalam
sejarah Arab yang menikah dengan wanita terhormat
adalah Zaid bin Ha>rithah.
Orang pertama yang menghapus
hukum keharaman menikah dengan mantan istri anak
angkat adalah Rasulullah
SAW.
Rasulullah SAW melamar Zainab binti Jahsh untuk
Zaid bin ha>rithah. Ia
dan beberapa anggota keluarganya menolak pinangan Rasulullah SAW. Bahkan
Rasulullah SAW mengulangi pinangan
tersebut beberapa kali hingga Allah SWT menurunkan firman-Nya:
�Tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya aka sungguhlah dia telah
sesat, sesat yang nyata.�
Tiada pilihan lain bagi
Zainab dan keluargnya kecuali patuh dan taat serta memerima pinangan Rasulullah
SAW. Tetapi di tengah perjalanan rumah tangga yang dibina, Zaid mendapatkan
keterpaksaan Zainab dalam menerimanya menjadi suami sehingga ia berkehendak
untuk menceraikannya. Karena hal itu, maka Zaid meminta saran dan nasehat dari
Rasulullah SAW terkait permasalahan rumah tangganya dengan Zainab binti Jahsh.
Rasulullah SAW memerintah Zaid untuk tidak menceraikannya padahal malaikat
Jibril telah memberi tahunya bahwa Zainb binti Jahsh kelak akan menjadi istri
beliau. Namun hal itu sangatlah berat, beliau memerintah Zaid untuk menceraikan
istrinya, kemudian beliau sendiri yang menikahinya. Beliau merasa khawatir
kalau kelak akan menjadi bahan ejekan dan omongan musuh-musuh beliau. Inilah
yang ditegur oleh Allah SWT, beliau menyembunyikan apa yang telah Allah SWT
berikan karena merasa takut akan ejekan musuh-musuh Islam. Allah SWT telah
menjelaskan sebab Dia memerintahkan Rasul-Nya melakukan hal itu:
�Supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)
istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi.�
Inilah penafsiran yang
tepat dan sesuai dengan syari�at Islam terutama dalam hal akidah terkait ismah
al-anbiya�. Sangat tidak mungkin manusia terbaik dan termulia seperti Nabi
Muhammad SAW melakukan hal keji sebagaiman digambarkan oleh riwayat-riwayat israiliyyat
di atas.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, di antara riwayat israiliyyat dalam
kitab al-jami� li ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi adalah kisah Nabi Adam AS
dalam surat al-A�raf ayat 189-190. Dalam riwayat tersebut digambarkan bahwa
Nabi Adam AS dan Hawa melakukan syirik kepada Allah SWT. Selain itu juga terdapat dalam kisah Nabi Yusuf AS dalam surat Yusuf ayat 24. Dalam riwayat tersebut Nabi Yusuf AS digambarkan
mempunyai kehendak untuk melakukan perbuatan hina dan keji. Dalam kisah Nabi Daud AS dalam surat Sad ayat 21-25 dikisahkan telah merencanakan pembunuhan terhadap seorang tentara perangnya karena ia menghendaki untuk menikahi istri sang tentara setelah mati terbunuh
dalam medan perang. Kisah Nabi Sulaiman AS dalam surat Sad ayat 34, dalam riwayat dikatakan bahwa shetan telah
mampu menguasai kerajaan Nabi Sulaiman AS setelah
mendapatkan cincinnya. Lebih dari itu
shetan juga telah menggauli istri beliau dalam keadaan
haid. Dalam surat al-Ahzab ayat 37, Nabi Muhammad SAW dalam satu riwayat dikatakan
bahwa beliau jatuh hati dengan
Zainab binti Jahsh lantaran beliau
melihat kecantikannya tatkala angin berhembus
membuka tabir kamarnya. Dari segi sanad, semua riwayat
yang mengisahkan para Nabi
di atas bersumber dari para ahli kitab yang telah memeluk agama Islam. Kalaupun tidak, riwayat-riwayat tersebut bermasalah dalam sanadnya. Dari segi matan, semua riwayat
israiliyyat yang berkaitan dengan kisah para
Nabi tersebut bertentangan
dengan akidah umat Islam dalam hal ismah al-anbiya�.
Adapun penafsiran yang sesuai
dengan syari�at Islam terkait kisah para
Nabi tersebut adalah
bahwa bahwa yang melakukan syirik bukanlah Nabi Adam AS dan Hawa, melainkan
orang laki-laki dan perempuan
anak cucu Nabi Adam AS yang
kafir. Mereka menyekutukan
Allah SWT setelah dikaruniai
anak. Terkait hamm yang disandarkan kepada Nabi Yusuf AS, al-Qurtubi mengatakan bahwa hamm tersebut bukanlah
hamm yang disertai dengan perbuatan yang tercela. Melainkan hanya sebatas kata hati yang tidaklah divoni dosa oleh Allah
SWT. Dalam Ma�a>lim al-Tanzi>l, al-Baghawi mengatakan bahwa ada sebagain
ulama. Adapun penafsiran yang sesuai dengan syari�at Islam terkait kisah Nabi
Daud AS adalah bahwa beliau berprasangka buruk pada dua orang yang hendak
meminta hukum. Adapun penafsiran yang sesuai dengan syari�at Islam terkait
fitnah yang diterima Nabi Sulaiman AS adalah sebagaimana diriwayatkan oleh
al-Bukha>ri bahwasanya beliau terlupa untuk mengucapkan insya>Allah
ketika mengucapkan bahwa beliau hendak menggauli seratus atau sembilan puluh
sembilan istrinya dan akan terlahir dari tiap mereka anak-anak yang akan
berjihad di jalan Allah SWT. Sedangkan penafsiran yang sesuai dengan syari�at
Islam terkait kisah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Zainab binti Jahsh
adalah bahwa di kalangan orang Arab terdapat sebuah adat, yaitu mengangkat anak
asuh. Anak angkat tersebut layaknya anak kandung yang mendapatkan hak-hak
waris, larangan menikahi mantan istrinya dan lain sebagainya. Islam hendak
menghapus keharaman menikahi mantan istri anak angkat. Orang pertama yang
menghapus hukum keharaman menikah dengan mantan istri anak angkat adalah
Rasulullah SAW. Tetapi di tengah perjalanan rumah tangga yang dibina, Zaid
mendapatkan keterpaksaan Zainab dalam menerimanya menjadi suami sehingga ia
berkehendak untuk menceraikannya. Karena hal itu, maka Zaid meminta saran dan
nasehat dari Rasulullah SAW terkait permasalahan rumah tangganya dengan Zainab
binti Jahsh. Rasulullah SAW memerintah Zaid untuk tidak menceraikannya padahal
malaikat Jibril telah memberi tahunya bahwa Zainb binti Jahsh kelak akan
menjadi istri beliau. Namun hal itu sangatlah berat, beliau memerintah Zaid
untuk menceraikan istrinya, kemudian beliau sendiri yang menikahinya. Beliau
merasa khawatir kalau kelak akan menjadi bahan ejekan dan omongan musuh-musuh
beliau. Inilah yang ditegur oleh Allah SWT, beliau menyembunyikan apa yang
telah Allah SWT berikan karena merasa takut akan ejekan musuh-musuh Islam.
Semua riwayat dalam kisah kelima Nabi di atas yang tersebut dalam kitab al-jami�
li ahkam al-Qur�an karya al-Qurtubi merupakan riwayat israiliyyat yang tidak
bisa diterima karena bertentangan dengan akidah umat Islam terlebih dalam hal ismah
al-anbiya�.
DAFTAR PUSTAKA
Athief, F. H. N. (2019). Sejarah
Munculnya Disiplin Ilmu Dalam Islam. Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman,
19(02), 1�15.
Baihaki, E. S. (2017). Penerjemahan Al-Qur�an:
Proses Penerjemahan Al-Qur�an Di Indonesia. Jurnal Ushuluddin, 25(1), 44�55.
Drajat, H. A. (2017). Ulumul Qur�an: Pengantar
Ilmu-Ilmu Al-Qur�an. Prenada Media.
Hammam, H. (2021). ANALISIS
KATA-KATA GHORIB DALAM AL-QURAN PERSPEKTIF AHLI TAFSIR. Prosiding Konferensi
Nasional Bahasa Arab, 7, 690�701.
Hasanudin, A. S.
(2022). Tafsir Al-Qur�an Dengan Bahasa Arab. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 2(4),
611�618.
Ma�rufah, Y. (2015). Manfaat Shalat
Terhadap Kesehatan Mental Dalam Al-Qur�an. Skripsi�Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Miswar, A. (2016). Perkembangan Tafsir
Al-Qur�an Pada Masa Sahabat. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, 4(2),
145�161.
Mohammad, S. (2017). Nilai-Nilai Sosial
Dalam Al-Qur�an Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam (Kajian QS. Al-Hujurat/49:
11-13). IAIN Ponorogo.
Mumtahanah, N. (2019). Tafsir Ayat Al
Qur�an Tentang Qalb (Kajian Tafsir Maudhu�i). Akademika, 13(01).
Ondeng, S., Hamzah, A. A., & Sam, Z.
(2024). Peran Al-Qur�an (Pengaruh Al-Qur�an Dalam Membentuk Bahasa Arab Dan Sastra).
AL-QIBLAH: Jurnal Studi Islam Dan Bahasa Arab, 3(1), 84�98.
Raihanah, R. (2015). ISRAILIYYAT DAN
PENGARUHNYA TERHADAP TAFSIR ALQURAN. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Agama Islam, 5(1).
Rois, A. (2016). AHSANUL Qoṣoṣi
DALAM AL-QUR�AN (STUDI ANALISIS PENAFSIRAN AL-QURTUBI TERHADAP SURAH YUSUF AYAT
3 DALAM TAFSIR AL-JAMI�LI AHKAM AL-QUR�AN). STAIN Kudus.
Suharto, T., & Anggraini, T. (2022).
Konsep Al-Qur�an Sebagai Sumber Utama Dalam Hukum Islam. Jurnal Multidisiplin
Madani, 2(2), 955�976.
Surono, Y., & Anita, A. (2022). Ijtihad
Ra�yu Sahabat Dalam Tafsir Al-Qur�an. Ar-Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam,
1(1), 40�56.
Taufiq, W., & Suryana, A. (2020). Penafsiran
Ayat-Ayat Israiliyyat Dalam Al-Qur�an Dan Tafsirnya. Prodi S2 Studi Agama-Agama
UIN Sunan Gunung Djati Bandung.