Keselarasan Iringan dan Gerak Tari Tapel Telu Sanggar Gedeng Kedaton Lendang Nangka Lombok
Timur
Action Research Literate, Vol. 6 No. 2, Juli 2022 5
Secara etimologi nama tari ini terinspirasi dari
karakteristik religius suku Sasak, yakni perihal
tiga alam manusia. Tiga alam manusia ini
menjadi perjalanan penting manusia untuk
menjadi manusia utuh. Karakteristik religius
suku Sasak ini secara turun-temurun diajarkan ke
generasi melalui sastra lisan. Dengan ini,
pendahulu suku Sasak mempunyai cerita lama
mengenai tiga alam kehidupan manusia tersebut
yang disebarkan dengan bercerita atau berkisah.
Dalam berbagai sumber karakteristik religius
orang Sasak ini tidak pernah tertulis dalam
bentuk menuskrip.
Tari Tapel Telu ditarikan oleh tiga orang
perempuan. Tiga perempuan ini melambangkan
kecantikan dan keindahan yang bisa dipandang
dengan kasat mata di atas dunia. Tiga perempuan
ini akan menentukan tiga adegan atau bagian-
bagian gerakan tari yang akan memunculkan ide,
gagasan pencipta, dan maksud dari semua
gerakan tari tersebut. Tiga adegan itu adalah
babak pertama (Pada babak ini tata tari diatur
dengan berbagai bentuk gerakan yang
menggambarkan perjalanan ruh dalam alam
semesta. Hal ini digambarkan dengan gerakan-
gerakan yang didominasi oleh gerakan
melayang: nengkelep, nedung nembung, polak
engkeng, angin sayong, dan kebah songkep.
Bagian ini belum memakai topeng), bagian
kedua (Diawali dengan pemasangan topeng oleh
ketiga penari. Tahap ini menggambarkan tentang
perwujudan kehidupan di atas dunia. Gerakan
dalam adegan ini memvisualisasikan bentuk dan
sikap manusia melalui gerakan bekeleokan,
narung di adengan ini gerakkannya
menggambarkan kesombongan), dan bagian
ketiga (Babak ini menggambarkan akhir
kehidupan manusia yang ditandai dengan
pelepasan topeng dan hiasan-hiasan yang
menempel pada penari yang mengartikan bahwa
ketika manusia mati tidak membawa harta benda
melainkan hanya satu helai kain kapan dan amal
ibadah, melalui gerakan nangkep dan nengkelep
kemudian kedua penari tersebut keluar dari
panggung dan yang hanya ada satu penari di
dalam panggung. Tahap ini menunjukkan bentuk
gerakan yang terlihat cemas, ketakutan, dan
kebingungan seperti tidak ingin menghilang
begitu saja dan menujukkan makna perihal sifat
manusia yang begitu naïf, tidak ingin
meninggalkan hartanya, dan harus dibawa mati).
Menurut Malik selaku pemilik sanggar,
pesan dan makna dalam seni tari bisa
tersampaikan ke penonton bila tari dan
iringannya selaras. Iringan akan mengikuti gerak,
sebab tumpu makna dari seluruh tari adalah
gerak sementara iringan tercipta tergantung
gerak tari itu sendiri. Hal ini senada dengan yang
dikatakan Muttaqin (2008) “Musik adalah
ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan
lewat komposisi jalinan nada atau melodi, baik
dalam bentuk karya vocal maupun instrumental”.
Iringan tari adalah musik yang mengiring
atau mengikuti, menyertai gerak-gerak yang ada
dalam sebuah tarian (Suharta, 2019). Dengan
kata lain, keseluruhan visual seni tari akan
lengkap memunculkan maknanya jika iringan
dapat mengikuti maksud gerak yang terkadung
dalam tari tersebut, bukan iringan yang
memunculkan gerak itu (Susanty, 2021). Ada
dua bentuk iringan tari yaitu iringan internal dan
iringan eksternal (Rustiyanti, 2015). Iringan
internal artinya iringan atau bunyi yang berasal
dari penari itu sendiri seperti teriakan atau tepuk
tangan, dan hentakan kaki. Sedangkan iringan
eksternal bunyi yang berasal dari pengiring atau
pemain alat musik tarian tersebut (Rustiyanti,
2019). Seperti hal dengan iringan tari Tapel Telu
yang diiringi oleh musik gamelan.
Keselarasan adalah kesamaan,
keseimbangan, dan kesetaraan (Padri & Ramli,
2021). Oleh sebab itu, wujud keselarasan tari
ditentukan oleh bagaimana seimbangnya iringan
dengan makna gerak tari (Purnamasari, 2019).
Begitu juga dalam tari kreasi tradisional, sebab
kesempurnaan nilai seni tari ditentukan oleh
selarasnya gerak tari dengan iringan yang berupa
musik, tempo, dan ritme. Maka dari itu, peneliti
mengangkat tema keselarasan iringan dan gerak
tari kreasi Tapel Telu.