PENYELESAIAN PERMASALAHAN PENEGASAN DAN PENETAPAN
BATAS DESA DI DESA CELUK, KECAMATAN SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR
I
Nyoman Rupadana, I Wayan Putu Sucana Aryana
Universitas Ngurah Rai, Indonesia
Email: [email protected]
Kata kunci: Batas Desa, Desa
Celuk, Penetapan, Penegasan Keywords: Village Boundary, Celuk Village, Determination, Affirmation |
|
ABSTRAK |
|
Terdapat ketidakjelasan terkait dengan batas desa, khususnya dalam hal
tapal batas desa di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar yang
pada akhirnya justru menimbulkan permasalahan terkait perijinan, pembangunan,
permasalahan sosial, permasalahan hak milik terkait kepemilikan tanah dan
sebagainya. Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu: (1) Pelaksanaan
penetapan dan penegasan batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar; dan (2) hambatan serta upaya penetapan dan penegasan batas Desa
Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Jenis penelitian ini adalah
penelitian yuridis empiris dengan menggunakan data primer (Field Research),
data sekunder (library research) dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan hukum tersier yang dikumpulkan dengan teknik wawancara
dan teknik studi kepustakaan. Hasil dalam penelitian ini yaitu: Pertama,
penetapan dan penegasan batas desa diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas
Desa. Terkait dengan batas desa, adanya permasalahan batas desa antara Desa
Celuk dengan Desa Singapadu yang didasari oleh pengenaan peta rujukan yang
berbeda. Selain itu juga disebabkan karena masyarakat seringkali membenturkan
antara kepentingan adat dengan kepentingan batas desa. Kedua, hambatan dalam
penetapan dan penegasan Desa Celuk disebabkan oleh: (1) aturan yang masih
menimbulkan kekaburan norma; (2) pihak Pemerintah Kabupaten Gianyar yang
terkesan lambat dalam permasalahan batas desa tersebut; (3) masyarakat yang
merasa tidak terima sehingga tidak tercapainya kesepakatan; dan (4) Masyarakat
yang masih memegang teguh penggunaan batas-batas tradisional. Upaya yang
dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan sosio-emosional kepada
masyarakat dan juga dengan upaya mediasi. There is ambiguity related to village boundaries,
especially in terms of village boundaries in Celuk Village, Sukawati
District, Gianyar Regency which in the end creates problems related to
permits, development, social problems, property rights issues related to land
ownership etc. The problems in this research are: (1) Implementation of
determination and confirmation of the boundaries of Celuk Village, Sukawati
District, Gianyar Regency; and (2) Obstacles and efforts to determine and
confirm the boundaries of Celuk Village, Sukawati District, Gianyar Regency. This
type of research is empirical juridical research using primary data (Field
Research), secondary data (library research) using primary legal materials,
secondary legal materials, tertiary legal materials collected by interview
techniques and library research techniques. The results in this research are:
First, the determination and confirmation of village boundaries is regulated
in the Minister of Home Affairs Regulation Number 45 of 2016 concerning
Guidelines for the Determination and Confirmation of Village Boundaries.
Regarding village boundaries, there is a problem with village boundaries
between Celuk Village and Singapadu Village which is based on the imposition
of different reference maps. In addition, it is also because the community
often clashes between customary interests and the interests of village
boundaries. Second, the obstacles in determining and confirming Celuk Village
are caused by: (1) rules that still lead to blurring of norms; (2) the
Gianyar Regency Government which seems slow in dealing with the village
boundary issue; (3) people who feel they don't accept it so they can't reach
an agreement; and (4) Communities who still adhere to the use of traditional
boundaries. Efforts are being made by taking a socio-emotional approach to
the community and also by mediation efforts. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Penetapan dan penegasan batas desa
menjadi program yang sangat penting
guna memberikan kepastian hukum terhadap batas desa (Suardita, 2023). Hal ini bertujuan
untuk� menentukan
batas kewenangan dan administrasi
kepala desa dalam menjalankan sistem pemerintahan otonomi daerah (ZENDRATO, 2022). Selain itu penetapan
dan penegasan batas desa memiliki tujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan dan memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas
wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis (Arisdiyoto et
al., 2024). Tanpa adanya batas desa, maka akan berdampak
pada tertundanya penyelesaian
masalah, lambatnya distribusi informasi, dan lambatnya perencanaan pembangunan (Suardita, 2023).
Konflik perbatasan desa merupakan hal yang sering terjadi di beberapa kabupaten/kota dan juga di
wilayah desa dan biasanya
sangat rentan terjadi apabila daerah yang diperebutkan memiliki potensi sumber daya alam dan ekonomi
yang sangat memada (Rahman &
Asikin, 2020).� Daerah
memandang sangat penting perlunya penegasan batas daerah (Surbakti, 2019). Salah satu penyebabnya adalah karena daerah menjadi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya (Suprapto &
Purbowati, 2024).� Batas desa sangat diperlukan dikarenakan
berkaitan dengan teritorial dan potensi antara desa satu dengan desa lain (Kasim et al.,
2022).�
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Penetapan dan Penegasan Batas Desa (selanjutnya disebut Permendagri No. 45
tahun 2016) mengamanatkan setiap pemerintah daerah untuk melakukan penetapan
dan penegasan batas desa.�
Secara tradisional di Provinsi Bali, batas-batas
desa yang satu dengan desa yang lain ditandai dengan batas alam seperti sungai,
jurang (pangkung), dan parit (kelabah) hamparan persawahan atau ladang
(bengang) yang dalam hal ini disepakati sebagai batas desa adalah batas tanah
yang paling ujung yang dimiliki oleh warga desa bersangkutan (Suardita, 2023).�
Jika di ujung desa berdiri sebuah pura, maka dianggap sebagai batas desa
adalah batas tanah desa (laba pura) atau tanah sekitar pura (telajakan pura)
yang dipertanggungjawabkan (kaemong atau kasungsung) oleh desa yang
bersangkutan. Selain itu juga bukti nyata dari batas wilayah adalah bentuk
kegiatan (parahyangan, pawongan dan palemahan) warga desa yang tidak melampaui
batas wilayah yang disepakati.
Perihal pelaksanaan otonomi daerah, penegasan
batas wilayah menjadi semakin signifikan (Pinori, 2014). Setiap daerah berupaya menggali potensi
ekonominya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Arrobi et al.,
2023). Meskipun penetapan dan penegasan batas
desa itu sangat penting dalam pelaksanan pembangunan desa serta untuk
mensejahterakan warga desanya (RAMADHANI, 2023). Terkait penetapan batas wilayah desa
tersebut, salah satunya yaitu di wilayah Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Namun kenyataannya di wilayah Kabupaten Gianyar, keberadaan dari 64 (enam puluh empat)
desa, baru 4 (empat) desa yang memiliki batas desa secara administratif.�� Salah satu desa yang belum memiliki batas desa yang jelas adalah Desa Celuk
dan desa-desa yang bersebelahan
dengan Desa Celuk, Kecamatan
Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Terkait hal ini, sebelumnya sudah
sering terjadi permasalahan terutama dalam urusan administrasi baik itu administrasi kewilayahan, masalah administrasi kependudukan dan masalah sosial lainnya. Hal ini diakibatkan
belum adanya kesepakatan penetapan dan penegasan batas desa yang jelas (SITANGGANG,
2023). Beranjak pada lintas
sejarah, penentuan batas desa pada waktu lampau di wilayah
Kabupaten Gianyar ditentukan oleh masyarakat setempat dengan mempergunakan
batas alam dan batas buatan.� Terkadang kebiasaan inilah yang menimbulkan susahnya mendapatkan kesepakatan antara desa yang satu dengan desa yang lain terkait batas desa karena tidak mewujudkan kepastian hukum terhadap teritorial wilayah masing-masing desa
tersebut.
Ketidakjelasan batas desa dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas lagi dari sekedar potensi
konflik antar desa. Hal ini dikarenakan potensi strategis dan ekonomis suatu bagian wilayah, seperti dampak
pada kehidupan sosial dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang bahkan dapat menimbulkan dampak politis khususnya di desa-desa perbatasan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, penegasan batas desa menjadi suatu hal
yang penting untuk dilaksanakan.
Penetapan batas desa secara fisik dan pasti di lapangan bukan
merupakan suatu hal yang mudah, meskipun penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa telah berjalan
dan berkembang dan batas-batas yuridis
telah ditetapkan dengan undang-undang pembentukan
masing-masing desa. Namun
pada kenyataannya menentukan
titik-titik batas fisik
dengan mengacu pada undang-undang
pembentukan desa itu sendiri sering menimbulkan permasalahan antar desa-desa yang bersangkutan.� Hal
ini dikarenakan masing-masing pihak
tidak dengan mudah untuk sepakat
begitu saja mengenai letak titik-titik batas fisik yang ditentukan, apalagi jika berpedoman menggunakan batas-batas tradisional.
Batas desa yang tidak jelas mengakibatkan
ketidakpastian hukum dan justru
akan menimbulkan berbagai sengketa, apalagi jika berbicara
mengenai potensi ekonomis sumber daya alam yang ada di wilayah desa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilaksanakan di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, bahwasanya terdapat masalah ketidakjelasan terkait dengan
batas desa, khususnya dalam
hal tapal batas desa. Persoalan
ini pada akhirnya justru menimbulkan permasalahan seperti permasalahan terkait
perijinan pembangunan, permasalahan sosial, permasalahan hak milik terkait
kepemilikan tanah dan lain sebagainya. Terkait dengan batas desa, maka
persoalan ini perlu untuk dikaji lebih lanjut, terlebih lagi potensi wilayah
Desa Celuk yang senantiasa menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Gianyar. Selain
itu juga kepastian hukum terhadap teritorial suatu wilayah juga sangat
diperlukan di era sekarang.� Hal ini
mengingat dampak-dampak negatif yang sering terjadi dan juga dampak-dampak yang
akan terjadi kedepan apabila hal terkait batas desa tersebut tidak diperhatikan
segera.
Terkait dengan latar belakang permasalahan dalam
kasus ini, adapun rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu sebagai berikut: 1) Bagaimanakah
pelaksanaan penetapan dan penegasan batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati,
Kabupaten Gianyar? 2) Bagaimanakah hambatan serta upaya penetapan dan penegasan
batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian
yuridis empiris yang mengkaji hukum dalam tataran norma (das solen) dengan
fakta yang terjadi di lapangan (das sein).�
Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Sedangkan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
langsung dari sumbernya (Field Reseacrh) , data sekunder yang diperoleh dari
studi/penelitian kepustakaan (library research)�
dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum
tersier. Terkait dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara dan teknik studi kepustakaan.�
Terkait dengan teknik pengolahan dan analisis data dilakukan secara
kualitatif dan disajikan secara deskriptif kualitatif dengan menganalisis,
menguraikan atau menggambarkan secara logis, sistematis dan lengkap, guna
memperoleh suatu kejelasan mengenai penyelesaian masalah yang dibahas, sehingga
diperoleh suatu kebenaran dan kesimpulan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pelaksanaan
Penetapan dan Penegasan Batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar
Penetapan dan penegasan batas desa diatur di dalam Permendagri No. 45 Tahun 2016. Permendagri No. 45 Tahun 2016 tersebut dalam hal ini tidak menghapus hak atas tanah, hak ulayat, dan hak adat serta hak lainnya yang sudah ada di masyarakat. Definisi batas desa sebagaimana termuat dalam dalam Pasal 1 Angka 9 Permendagri No. 45 Tahun 2016 adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti igir/punggung gunung/pegunungan (watershed), median sungai dan/atau unsur buatan dilapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Penetapan dan penegasan batas desa apabila beranjak pada Pasal 2 Permendagri No. 45 Tahun 2016 bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknik yuridis.
Batas desa menurut Permendagri No. 45 Tahun 2016 terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu batas alam dan batas buatan. Batas alam sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Angka 7 Permendagri No. 45 Tahun 2016 adalah unsur-unsur alami seperti gunung, sungai, pantai, danau dan sebagaimnya, yang dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas desa. Sedangkan batas buatan sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Angka 8 Permendagri No. 45 Tahun 2016 adalah unsur-unsur buatan manusia seperti pilar batas, jalan, rel kereta api, saluran irigasi dan sebagainya yang dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas desa.
Terkait dengan penetapan dan penegasan batas desa, apabila beranjak pada Pasal 9 Permendagri No. 45 Tahun 2016 terutama di wilayah daratan berpedoman pada dokumen batas desa berupa Peta Rupa Bumi, Topograpi, Minuteplan, Staatsblad, kesepakatan dan dokumen lain yang mempunyai kekuatan hukum. Dalam hal ini, penetapan, penegasan dan pengesahan batas desa ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Terkait dengan permasalahan penetapan dan penegasan batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, hal ini merupakan persoalan penegasan batas desa. Ini dikarenakan apabila beranjak pada Lampiran Permendagri No. 45 Tahun 2016 Subbab I Penetapan Batas Desa, terkait dengan penetapan batas desa hanya berlaku untuk desa yang dibentuk setelah Peraturan Menteri ini berlaku. Sedangkan Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sudah ada sebelum peraturan menteri ini berlaku, sehingga hanya perlu melakukan penegasan terkait batas desa. Hal ini sesuai dengan Lampiran Permendagri No. 45 Tahun 2016 Subbab II Penegasan Batas Desa yang menyatakan bahwa proses penegasan batas desa berlaku untuk desa yang dibentuk setelah Peraturan Menteri ini berlaku dan juga terhadap desa yang dibentuk sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
Terkait dengan penegasan batas desa, bahwasanya menurut Pasal 15 Permendagri No. 45 Tahun 2016, untuk desa yang terbentuk sebelum ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku, dilakukan melalui tahapan: 1) Pengumpulan dan penelitian dokumen; 2) Pembuatan peta kerja; 3) Pelacakan dan penentuan posisi batas; 4) Pemasangan dan pengukuran pilar btas; 5 Pembuatan peta batas desa.
Terkait dengan perlunya penegasan batas desa di wilayah Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar diawali oleh adanya suatu permasalahan terhadap Desa Singapadu, Kabupaten Gianyar. Sebagaimana hasil wawancara terhadap narasumber Sekretaris Desa Celuk, Bapak I Nyoman Gunawan, permasalahan batas desa ini berawal dari adanya permasalahan pengurusan izin pemasangan tower provider telekomunikasi yang tinggi pada tahun 2005 silam di Desa Celuk.� Bahwasanya pemilik lahan yang dibangun tower provider telekomunikasi tersebut berasal dari Banjar Celuk, bahkan ada kontribusi dari perusahan provider telekomunikasi tersebut ke Banjar Celuk. Hal ini menyebabkan adanya komplain dan keberatan dari pihak Desa Singapadu karena lokasi lahan tersebut ada di wilayah �Subak Pejajah� yang menurut pihak Desa Singapadu merupakan wilayah teritorial Desa Singapadu. Sejak kejadian tersebut, seringkali terjadinya permasalahan, baik dalam hal kepengurusan administrasi, dalam bidang pertanahan, urusan administrasi kependudukan terutama penduduk pendatang, urusan perijinan dan lain sebagainya.
Batas Desa Celuk dan Desa Singapadu juga ada perbedaan tolak ukur atau dasar penentuan batas desa. Dalam hal ini, Desa Celuk menggunakan peta citra satelit sebagai acuan terkait batas desa dan sudah sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam aturan yang berlaku sekarang, yaitu Permendagri No. 45 Tahun 2016. Sedangkan Desa Singapadu menggunakan Peta Blok Pajak sebagai acuan batas desa. Berdasarkan hal tersebut, juga menyebabkan adanya ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum mengenai batas masing-masing desa. Hal ini dikarenakan dasar penentuan batas desa tersebut tidak sama (tidak seragam) menggunakan peta sejenis, sehingga terjadinya ketidakakuratan terkait batas Desa Celuk dan Desa Singapadu. Hal ini berimbas pada kepemilikan hak atas tanah di wilayah perbatasan antara Desa Celuk dengan Desa Singapadu yang menimbulkan masalah administratif.
Permasalahan antara Desa Celuk dan Desa Singapadu masih berlanjut. Terlebih lagi di Bulan Maret 2022 terjadi pemasangan plang batas dari pihak Desa Singapadu di sebelah utara jalan dan sebelah barat aliran sungai Tukad Nangka, Desa Celuk, sehingga memicu terjadinya konflik antara Desa Celuk dengan Desa Singapadu. Terkait dengan pemasangan plang batas tersebut, terlebih lagi belum adanya kesepakatan antar Desa Singapadu dengan Desa Celuk, menurut Bapak I Nyoman Gunawan adanya pelaporan dari pihak Desa Celuk bahwa ada pemasangan plang batas desa di tempat tersebut. Pelaporan ini dilakukan agar tidak terjadi tindakan anarkis yang dilakukan oleh pihak pihak yang merasa di rugikan. Hal ini di laporkan kepada �Tri Pika� Kecamatan Sukawati yaitu Camat Sukawati, Kapolsek Sukawati dan Danramil Sukawati. Kedua Kepala Desa di panggil ke Kantor Camat Sukawati dan di hari selanjutnya masing masing tokoh di undang di waktu yang berbeda.
Pada saat itu, pihak kepala desa dimintai keterangan masing masing, dan setelah itu keterangan kedua belah pihak kepala desa dipadukan dengan menghadirkan dari pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar. Dari pertemuan tersebut, juga belum adanya kesepakatan antara kedua desa sehingga dari pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar menindaklanjuti untuk dimohonkan anggaran ke Kabupaten Gianyar untuk program Penetapan dan Penegasan Batas Desa di Kabupaten Gianyar Tahun 2022. Permohonan program tersebut menurut Bapak I Nyoman Gunawan pada akhirnya disetujui oleh Bupati Gianyar dan program tersebut dapat dilaksanakan dengan Desa Celuk sebagai centernya perbatasan, seperti perbatasan Desa Celuk dengan Desa Batuan, Desa Celuk dengan Desa Sukawati, Desa Celuk dengan Desa Guwang, Desa Celuk dengan Desa Batubulan Kangin, Desa Celuk dengan desa Batubulan dan Desa Celuk dengan Desa Singapadu.
Dari enam desa tersebut, masih ada beberapa desa yang belum menyatakan kesepakatan. Hal ini menurut Bapak I Nyoman Gunawan masih dalam proses dan masih� diberikan jangka waktu. Jika nanti belum juga menemukan titik terang, maka adanya tindak lanjut yaitu yang dapat menentukan penetapan dan penegasan batas desa adalah Bupati Gianyar yang memiliki kewenangan sebagai Ketua Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Kabupaten Gianyar sebagaimana termuat di dalam Pasal 7 ayat (1) Permendagri No. 45 Tahun 2016.
Terkait dengan permasalahan batas Desa Celuk ini, menurut Bapak I Nyoman Gunawan, Pemerintahan Desa Celuk sudah berupaya sebaik mungkin dalam hal penegasan batas Desa Celuk dengan desa lain yang bersebelahan, seperti contohnya dengan Desa Singapadu dan sedapat mungkin sejalan dengan apa yang diatur di dalam Permendagri No. 45 Tahun 2016. Pemerintah Kabupaten Gianyar melakukan beberapa cara dalam upaya penyelesaian konflik tapal batas yang terjadi antara Desa Celuk dengan desa bersebelahan. Adapun upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Celuk dan Pemerintah Kabupaten Gianyar adalah: (1) negosiasi; (2) fasilitasi; (3) mediasi sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abritrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 1999). Hal ini dilakukan dengan cara mempertemukan pihak Pemerintah Desa Celuk dengan pihak Pemerintah Desa Singapadu terkait permasalahan batas desa tersebut dan dimediasi serta dilakukannya negosiasi sehingga senantiasa terwujudnya kepastian hukum, keadilan dan juga kemanfaatan terkait dengan penetapan dan penegasan batas desa tersebut.
Hambatan Serta
Upaya Penetapan dan Penegasan Batas Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar
Proses penetapan dan penegasan batas desa di Desa Celuk, juga mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan utama dalam permasalahan penetapan dan penegasan batas Desa Celuk diakibatkan oleh: (1) faktor aturan hukum; (2) faktor aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Gianyar; (3) faktor masyarakat; dan (4) faktor kebudayaan.
Faktor Aturan
Hukum
Pasal 9 Permendagri No. 45 Tahun 2016 tersebut, justru menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan tidak ada patokan yang pasti menjadi acuan resmi dalam penentuan batas desa. Apabila diinterpretasikan, adanya frasa �� dan dokumen lain yang mempunyai kekuatan hukum� justru menimbulkan konflik antar desa. Hal ini dikarenakan masing-masing desa memiliki rujukan/patokan yang tidak sama terkait teritorial dan batas desa, dan sudah pasti masing-masing desa akan mempertahankan apa yang menjadi dasar rujukan teritorialnya selama ini. Hal ini secara realita terbukti meskipun sudah adanya penentuan oleh tim konsultan batas desa dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) untuk menggunakan peta Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai dasar penentuan batas desa antara kedua desa, namun Desa Singapadu tidak menyepakati acuan dari tim konsultan batas desa dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar yaitu dengan menggunakan peta Badan Informasi Geospasial (BIG) yang dianggap lebih akurat.
Faktor Aparat
Penegak Hukum (Pemerintah Kabupaten Gianyar)
Bahwasanya sengketa masalah batas desa sudah diupayakan dalam penyelesaiannya, akan tetapi kurang tegasnya pemerintahan dalam mengambil keputusan sehingga seolah-olah penyelesaian tersebut terkesan lamban dan terbengkalai. Terlebih lagi dikarenakan konflik batas desa tersebut sudah terjadi dari tahun 2006 dan sampai sekarang belum ada putusan yang jelas sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang dirugikan.
Faktor
Masyarakat
Menurut hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Gede Subayasa, selaku Kepala Bidang Pemerintahan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gianyar, mengatakan bahwa masyarakat pada banyak yang mendesak agar permasalahan yang dihadapi ini cepat terselesaikan.� Salah satu masyarakat Desa Celuk, Bapak Made Surantha� mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam beberapa kali mediasi selalu dilibatkan dan diundang dalam proses mediasi tersebut.� Akan tetapi dalam mediasi tersebut belum menemukan kesepakatan dikarenakan ada sebagian masyarakat merasa tidak puas dengan hasil mediasi tersebut. Hal ini dikarenakan mereka tidak sepakat dengan patok-patok perbatasan desa. Hal ini senada dengan hasil wawancara terhadap masyarkat Desa Celuk, Bapak Wayan Mudiana yang mengatakan bahwa dalam setiap mediasi yang dilakukan, masyarakat selalu dilibatkan dan diikutsertakan. Akan tetapi tidak pernah muncul kesepakatan masalah peta desa yang dipergunakan. Pihak masyarakat desa lain merasa tidak terima dikarenakan mereka merasa batas desa tersebut masih termasuk dikawasan desa mereka. Sehingga pada saat proses mediasi tersebut, menghasilkan kesimpulan bahwa pihak desa akan menyerahkan permasalahan ini ke Pemerintah Kabupaten Gianyar yang akan mengambil sikap untuk penetapan dan penegasan batas desa.�
Faktor
Kebudayaan
Belum adanya kesepakatan penetapan dan penegasan batas desa yang jelas. Beranjak pada lintas sejarah, penentuan batas desa pada waktu lampau di wilayah Kabupaten Gianyar ditentukan oleh masyarakat setempat dengan mempergunakan batas alam dan batas buatan.� Terkadang kebiasaan inilah yang menimbulkan susahnya mendapatkan kesepakatan antara desa yang satu dengan desa yang lain terkait batas desa karena tidak mewujudkan kepastian hukum terhadap teritorial wilayah masing-masing desa tersebut. Selain itu juga disebabkan seringkali membenturkan kepentingan adat dengan kepentingan batas desa sehingga menyebabkan terhambatnya proses penetapan dan penegasan batas desa di Desa Celuk.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam proses penyelesaian sengketa tapal batas antara Desa Celuk dan desa bersebelahan, maka model upaya atau pola alternaitve sebagai upaya penyelesaian sengketa batas desa yang efektif adalah upaya preventif. Upaya preventif merupakan upaya pencegahan suatu permasalahan yang dilakukan agar jangan sampai konflik atau permasalahan tersebut terjadi. adapun dalam hal ini upaya preventif untuk mengatasi hambatan dalam penetapan dan penegasan batas Desa Celuk dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu sebagai berikut:
Pendekatan
Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional merupakan pendekatan yaitu dengan cara melakukan pendekatan secara emosional terhadap masyarakat. Pendekatan secara emosional di kehidupan masyarakat sebagai representasi kultural sangat penting sebagai penunjang dan penegakan nilai-nilai budaya, adat istiadat serta norma-norma hukum.� Hal ini perlu untuk dilakukan mengingat pendekatan yuridis dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah tidak selamanya mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi pada masyarakat, khususnya di desa.� Berdasarkan hal tersebut, pendekatan sosio emosional tersebut akan merujuk pada sinergi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah.� Sinergi tersebut akan menciptakan harmonisasi kehidupan bermasyarakat yang damai dan tentram serta dapat menciptakan solusi pada setiap masalah yang ada di masyarakat.
Pendekatan
Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai mediator, yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai hasil kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak (win-win solution).� Adapun cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator, hal tersebut juga ditempuh sebagai upaya dalam mencapai sebuah perdamaian.�
Penyelesaian permasalahan batas desa yang dilakukan dengan baik, maka secara otomatis dapat mewujudkan tertib hukum dan sejalan dengan tujuan dari hukum itu sendiri yaitu untuk menciptakan rasa keadilan (Gerechtigkeit) antar masyarakat Desa Celuk dengan desa yang berbatasan langsung atau dengan kata lain desa yang berkonflik, mewujudkan kepastian hukum (Rechtssicherheit) terkait penetapan dan penegasan batas desa, dan juga memiliki kemanfaatan (Zweckmabigkeit) dalam kehidupan masyarakat, khususnya di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.� Baik kemanfaatan dalam proses pelayanan administrasi, maupun juga terkait pengelolaan sumber daya yang dimiliki di Desa Celuk.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut, adapun simpulan yang diperoleh yaitu sebagai berikut: Penetapan dan penegasan batas desa diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Terkait dengan batas desa, adanya permasalahan batas desa antara Desa Celuk dengan Desa Singapadu yang didasari oleh pengenaan peta rujukan yang berbeda. Selain itu juga disebabkan karena masyarakat seringkali membenturkan antara kepentingan yang bersifat adat dengan kepentingan batas desa. Kedua desa yang bersengketa dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar sudah melakukan upaya-upaya negosiasi dan mediasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku agar adanya kesepakatan mengenai batas desa Celuk dengan Desa Singapadu. Hambatan dalam penetapan dan penegasan Desa Celuk disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) Aturan yang masih menimbulkan kekaburan norma; (2) Pihak Pemerintah Kabupaten Gianyar yang terkesan lambat dalam permasalahan batas desa tersebut; (3) Masyarakat yang merasa tidak terima sehingga tidak tercapainya kesepakatan; dan (4) Faktor kebudayaan masyarakat yang masih memegang teguh penggunaan batas-batas tradisional. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan sosio-emosional kepada masyarakat dan juga dengan upaya mediasi.
REFERENSI
Arisdiyoto, I.,
Aviani, N., Handayani, D. N., Afhiani, S. N., & Apriyani, E. (2024).
Edukasi Masyarakat Terkait Batas Wilayah melalui Sosialisasi Tertib
Administrasi Batas Wilayah di Lingkungan Rukun Warga Kelurahan Sungai Jawi Kota
Pontianak. Yumary: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(4), 529�539.
Arrobi, J.,
Ramadhan, M. I. P., Nuryanah, E., & Marzuki, I. (2023). Upaya Mahasiswa KKN
Dalam Membantu Meningkatkan Potensi Ekonomi Masyarakat Desa Cikembang Melalui
Seminar dan Jejaring Sosial. Easta Journal of Innovative Community Services,
2(01), 35�47.
Kasim, M. R.,
Burhanuddin, M. A., Arifin, F. A., Nurana, S., Padhila, N. I., Gaffar, A. W.
M., & Bakhri, S. (2022). Pendampingan Pemetaan Potensi Desa Di Desa
Paddinging Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar. Panrita Abdi-Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, 6(2), 428�436.
Pinori, J. J.
(2014). DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP KONFLIK BATAS WILAYAH KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI SULAWESI UTARA. LEX ADMINISTRATUM, 2(2).
Rahman, M. F., &
Asikin, Z. (2020). Pola penyelesaian konflik batas wilayah antar desa pasca
program pendaftaran tanah sistematis lengkap (ptsl) tahun 2019 di kabupaten
lombok timur. Jurnal Education and Development, 8(2), 344.
RAMADHANI, S. R. I.
(2023). PENYELESAIAN KONFLIK TAPAL BATAS ANTARA KEPENGHULUAN MUMUGO DENGAN
KEPENGHULUAN RANTAU BAIS OLEH PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN
DAN PENEGASAN BATAS DESA. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU.
SITANGGANG, I. T. A.
J. (2023). PENYELESAIAN KONFLIK DALAM PENEGASAN BATAS WILAYAH ANTAR DESA PADANG
MAHONDANG DENGAN DESA SEI PAHAM.
Suardita, I. K.
(2023). Urgensi Penetapan Dan Penegasan Batas Desa Dalam Perspektif Otonomi
Desa. Jurnal Yustitia, 17(2), 19�27.
Suprapto, S., &
Purbowati, R. (2024). Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli
Daerah Yang Sah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jurnal Akuntansi Neraca,
2(1).
Surbakti, S. N. K.
(2019). Implementasi Permendagri 141 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penegasan Batas
Daerah dalam Penegasan Batas Daerah antara Kabupaten Karo dengan Kabupaten
Dairi.
ZENDRATO, J. S.
(2022). EVALUASI KINERJA KEPALA DESA DALAM MENJALANKAN FUNGSI DAN PERANNYA DI
ERA OTONOMI DAERAH (Studi Di Desa Mudik Kecamatan Gunungsitoli Kota
Gunungsitoli).
Kusnardi, Moh. dan Bintang R. Saraggih, 2000, Ilmu Negara Edisi Revisi, Cet. 4, Gaya Media Pratama, Jakarta.
Muryanti, 2022, Masyarakat Transisi: Meleburnya Batas-Batas Desa Kota, Cet. 1, Adipura Books Centre, Yogyakarta.
Nugroho, Riant, 2004, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Cet. 3, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif Cet. 2, Rajawali, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2013, Hukum Adat, Cet. 13, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sudikni, Setyo Yuwono, 1983, Pengantar Karya Ilmiah Cet. III, Aneka Ilmu, Jakarta.
Dwipyana, I Kadek, I Nyoman Gede Sugiartha, dan Diah Gayatri Sudibya, Penyelesaian Sengketa Tapal Batas Antara Desa Jasri dengan Desa Perasi Melalui Upaya Mediasi,� Jurnal Preferensi Hukum, Volume 3 No. 1, Februari 2022.
Hasudungan, Tangkas Marisi, Evaluasi Kebijakan Penetapan Batas Desa, Jurnal Administrasi Pembangunan, Volume 1 No. 01, November 2012.
Nulhaqim, Soni Ahmad, Eva Nuriyah Hidayat, dan Muhammad Fedryansyah, Upaya Preventif Konflik Penggusuran Lahan, Share: Social Work Journal, Volume 10 No. 1, Januari 2020.
Rahmah, Dian Maris, Optimalisasi Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi di Pengadilan, Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 4 No. 1, September 2019.
Rahman, Moh Fauzi dan Zainal Asikin, Pola Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Antar Desa Pasca Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSLl) Tahun 2019 Di Kabupaten Lombok Timur, Jurnal Education and Development, Volume 8 No. 2, Mei 2020.
Shaifudin, Arif, Pendekatan Sosio-Emosional dalam Pembelajaran, EL WAHDAH, Volume 1 No. 1, Juni 2020.
Trinaya Dewi, AA Mas Adi, Penyelesaian Sengketa Adat Mengenai Tapal Batas Antara Desa Pakraman Penatih Puri dan Desa Pakraman Peguyangan, Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), Volume 7 No. 1, Februari 2021.
Utomo, Yuli, Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Desa Dinas Studi Kasus Sengketa Batas Wilayah antara Desa Dinas Tulikup dengan Desa Dinas Sidan di Kabupaten Gianyar, Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 No. 1, Mei 2015.