MENDESAIN ULANG KEUNGGULAN
KOMPETITIF ORGANISASI DI ERA DIGITAL: PERAN STRATEGIS RETENSI PENGETAHUAN,
KEMAMPUAN DINAMIS, DAN BISNIS ANALITIK
Dian Alanudin, Riznandira Andriawan
Institut Teknologi dan Bisnis Jakarta, Indonesia
�Email: [email protected], [email protected]
Kata kunci: Bisnis analitik,
keunggulan kompetitif, kapabilitas dinamis, retensi pengetahuan, faktor
organisasi Keywords: Business analytics, competitive advantage, dynamic capabilities,
knowledge retention, organizational factors |
|
ABSTRAK |
|
Revolusi industri keempat ditandai dengan integrasi teknologi digital
canggih seperti analisis big data, Internet of Things
(IoT), kecerdasan buatan (AI), dan robotika ke dalam proses desain organisasi tradisional.
Transformasi ini memicu lonjakan dalam penggunaan internet serta inovasi baru
yang secara mendalam memengaruhi cara hidup dan bekerja kita. Untuk tetap
bersaing dalam era digital yang berkembang pesat ini, perusahaan perlu
mengadopsi desain dan strategi yang lebih mutakhir. Ini mencakup pemanfaatan
alat dan platform digital untuk mengoptimalkan operasi, menekan biaya, dan
meningkatkan efisiensi. Dengan merombak strategi kompetitif mereka,
perusahaan dapat merespons perubahan pasar dengan lebih cepat dan akurat,
mendapatkan wawasan lebih dalam tentang perilaku dan preferensi pelanggan,
serta mendorong pertumbuhan dan profitabilitas. Dalam konteks bisnis yang
serba cepat ini, memperbarui struktur dan proses untuk mencapai kinerja yang
lebih baik bukan lagi opsi, melainkan suatu keharusan bagi perusahaan yang
ingin maju dalam era digital. Melalui analisis data yang dikumpulkan dari 327
perusahaan e-commerce, studi ini mengusulkan model yang memberikan wawasan
praktis dan memperdalam pemahaman tentang faktor-faktor kunci untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif. Penelitian ini menekankan pentingnya
retensi pengetahuan, kapabilitas dinamis, dan adopsi analitik bisnis sebagai
elemen strategis dalam mencapai keunggulan di pasar. The fourth industrial revolution is characterized by the
integration of advanced digital technologies such as big data analytics, the
Internet of Things (IoT), artificial intelligence (AI), and robotics into
traditional organizational design processes. This transformation sparked a
surge in internet usage as well as new innovations that profoundly impacted
the way we live and work. To stay competitive in this rapidly evolving
digital era, companies need to adopt more cutting-edge designs and
strategies. This includes the utilization of digital tools and platforms to
optimize operations, reduce costs, and improve efficiency. By overhauling
their competitive strategies, companies can respond to market changes more
quickly and accurately, gain deeper insights into customer behavior and
preferences, and drive growth and profitability. In this fast-paced business
context, updating structures and processes to achieve better performance is
no longer an option, but rather a necessity for companies that want to advance
in the digital age. Through the analysis of data collected from 327
e-commerce companies, the study proposes a model that provides practical
insights and deepens understanding of key factors to improve competitive
advantage. This research emphasizes the importance of knowledge retention,
dynamic capabilities, and the adoption of business analytics as strategic
elements in achieving market advantage. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Munculnya Revolusi Industri Keempat telah membawa transformasi
besar dalam cara hidup manusia.
Khususnya, kebangkitan kecerdasan buatan tidak hanya mendorong
inovasi tetapi juga telah memperkenalkan realitas yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memiliki implikasi besar bagi masa depan umat manusia, seperti
yang dicatat oleh (T. Davenport et al., 2020). Untuk
mencapai tujuan ini, dunia melahirkan inisiatif ekonomi dan masyarakat baru bagi organisasi publik dan swasta untuk memajukan studi mengenai keunggulan kompetitif melalui ilmu data, membentuk model dan standar baru, dan mendorong tindakan terukur untuk perubahan sistemik guna memperdalam
pemahaman tentang masa depan baru kita.
Berdasarkan temuan inisiatif ini, perusahaan di seluruh dunia harus mulai mengubah
cara mereka memandang dunia saat ini untuk mendorong
keunggulan kompetitif di
masa depan (Reeves & Deimler, 2012). Dalam lanskap digital yang terus berkembang, yang ditandai dengan perubahan cepat dalam preferensi
konsumen dan kemajuan teknologi, upaya mengejar keunggulan kompetitif telah menjadi prioritas mendasar bagi dunia bisnis. Inti dari upaya ini terletak
pada interaksi dinamis antara diferensiasi produk dan pasar, sebuah aspek penting yang seringkali sulit dipahami oleh perusahaan yang tidak memiliki keahlian dan wawasan strategis. Di bidang strategi bisnis, pencarian keunggulan kompetitif sering kali mendorong perusahaan untuk mempelajari domain kemampuan dinamis dan retensi pengetahuan. Signifikansi ini digarisbawahi oleh (Nayak et al., 2022) yang menekankan pentingnya peran kapabilitas dinamis dalam mencapai keunggulan kompetitif (D. Teece & Pisano, 2003). Kapabilitas
dinamis, sebagaimana dijelaskan oleh (Winter, 2003),memiliki kapasitas untuk meningkatkan 'kemampuan biasa' perusahaan ke 'tingkat yang lebih tinggi', sehingga memungkinkan perusahaan beradaptasi dengan lanskap bisnis yang selalu berubah. Dalam pasar yang sangat kompetitif
dan bergejolak saat ini, konsep seperti
kapabilitas adaptif, kapabilitas absorptif, dan kapabilitas inovatif (Ambrosini et al., 2009) semakin
menonjol, mencerminkan kebutuhan dunia bisnis untuk terus berkembang
dan merespons tantangan bisnis modern.
Lebih lanjut (Nayak et al., 2022) juga menekankan pentingnya peran retensi
pengetahuan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Mendukung upaya ini, studi
dari (Obitade, 2019) menyoroti kebutuhan analisis big data
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan manajemen pengetahuan. Untuk
menciptakan strategi digital di era big data, bisnis analitik perlu
diterjemahkan ke dalam pengetahuan dan wawasan perusahaan untuk mengambil
keputusan dan mengatasi masalah bisnis. Studi ini menekankan perlunya
menerjemahkan bisnis analitik menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti yang
dapat membantu organisasi mengambil keputusan lebih baik dan mengatasi masalah
bisnis secara efektif. Dengan mengembangkan kemampuan manajemen pengetahuan
yang kuat dan memanfaatkan bisnis analitik, organisasi dapat menciptakan
strategi digital yang berbasis data, tangkas, dan responsif terhadap perubahan
di lingkungan mereka. Hal ini dapat membantu organisasi mencapai keunggulan
kompetitif di era digital dan mendorong pertumbuhan dan inovasi. Melalui
kecerdasan bisnis, studi tentang berbagi pengetahuan, kecerdasan bisnis, dan
inovasi mendapatkan keunggulan kompetitif perusahaan (Eidizadeh et al., 2017). Pengetahuan sebagai sumber daya tidak
berwujud merupakan sumber keunggulan kompetitif (Knowledge, 2004) .Sumber daya ini perlu dipertahankan untuk mengantisipasi hilangnya
pengetahuan (Levy, 2011). Sebagian besar perusahaan memahami
wawasan pengetahuan dari bisnis analitik namun berjuang untuk memaksimalkan
penggunaannya untuk memperoleh nilai dan manfaat bagi perusahaan. Situasi ini
muncul karena, selama proses adopsi, sejumlah besar pengetahuan berharga sering
kali lolos dari celah di tingkat organisasi (Levallet & Chan,
2019). Untuk mempertahankan keunggulan
kompetitif dalam lingkungan yang ditandai dengan ketidakpastian dan ambiguitas,
mengantisipasi dan mengungkap hal-hal yang tidak diketahui menjadi penting (Van Rijmenam et al.,
2019). Perusahaan harus aktif mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan dinamisnya. Penelitian tambahan juga menyoroti
pengetahuan sebagai kekuatan pendorong di balik kemampuan dinamis (Hidalgo-Pe�ate et al.,
2019). (Obitade, 2019) dan (Tseng &
Lee, 2014) menjelaskan
sinergi bisnis analitik dan pengaruh pengetahuan dalam mencapai keunggulan kompetitif melalui kapabilitas dinamis. Dengan mengintegrasikan bisnis analitik dan retensi pengetahuan, perusahaan dapat mengenali, memanfaatkan, dan mengubah sumber daya internal dan eksternal yang sebelumnya tidak teridentifikasi (Van Rijmenam et
al., 2019). Bisnis analitik meningkatkan kemampuan perusahaan untuk tidak hanya
mengidentifikasi tetapi
juga mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang peluang yang muncul dari karyawan,
pelanggan, dan bahkan pesaing. Ini memfasilitasi identifikasi dan pemahaman tentang kebutuhan
non-pelanggan juga.
Selain itu, bisnis analitik mempercepat
proses penginderaan dengan mengidentifikasi inefisiensi eksternal dan
mempertahankan kontrol kualitas. Segmentasi pelanggan juga membantu perusahaan
mengidentifikasi dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang persyaratan
dan preferensi berbagai sub-populasi atau pasar (Conboy et al., 2020) dan (Van Rijmenam et al.,
2019). Kemampuan dinamis
mengatasi perubahan yang konstan. Kapabilitas dinamis didefinisikan sebagai
kemampuan organisasi dalam mengintegrasikan, membangun dan mengkonfigurasi
ulang kompetensi eksternal dan internal untuk menghadapi perubahan lingkungan
yang cepat (D. J. Teece et al., 1997). Nilai yang diperoleh dari bisnis analitik memiliki dampak signifikan
terhadap kemampuan organisasi dalam memanfaatkan datanya untuk mengidentifikasi
dan memahami potensi ancaman dan peluang. Nilai ini mencakup mobilisasi sumber
daya yang efektif, adaptasi dan konfigurasi ulang aset berwujud dan tidak
berwujud, serta kapasitas untuk mempertahankan pembaruan organisasi secara
berkelanjutan. Hasilnya, penerapan bisnis analitik dan proses retensi
pengetahuan berkontribusi pada peningkatan dan pembentukan kapabilitas dinamis.
Secara khusus, para peneliti sebelumnya telah mendasari gagasan bahwa kemampuan
dinamis itu sendiri secara inheren terikat dengan data (Conboy et al., 2020) (Vidgen et al., 2017). Keterkaitan antara bisnis analitik, retensi pengetahuan, dan perspektif
kapabilitas dinamis membantu menjelaskan bagaimana perusahaan memandang,
memanfaatkan, dan mentransformasikan sumber daya untuk secara proaktif
mengantisipasi, mengidentifikasi, dan merespons lingkungan yang tidak pasti dan
bergejolak. Apakah penerapan bisnis analitik dan retensi pengetahuan merupakan
elemen penting dalam mengembangkan kemampuan dinamis dan mencapai keunggulan
kompetitif dalam strategi digital? Intinya, pertanyaan
ini, sebagai model terpadu yang komprehensif, masih belum terjawab
dalam literatur yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini didedikasikan untuk menyelidiki secara empiris dan mengisi kesenjangan tersebut dengan berfokus pada model ini.
Selain itu, pertanyaan penting yang muncul adalah apa yang menjadi penentu dan pendorong bisnis analitik, apakah faktor organisasi? Dimensi faktor organisasional adalah kepemimpinan
yang kuat dari tim manajemen puncak,
sistem penghargaan (Lawson & Samson, 2001), kemampuan
dalam tim lintas fungsi yang dikelola, serta struktur dan proses organisasi.
Faktor-faktor organisasi ini merupakan konteks
internal yang menentukan bagaimana
segala sesuatunya dilakukan di perusahaan, termasuk pendorong adopsi bisnis analitik
dan bagaimana bisnis analitik akan diterapkan.
Dukungan manajemen puncak diperlukan untuk restrukturisasi organisasi dan rekayasa ulang proses, yang selanjutnya mempengaruhi adopsi bisnis analitik perusahaan. Dukungan manajemen puncak juga penting dalam
memutuskan apakah organisasi akan mengadopsi bisnis analitik. Hal yang sama
juga berlaku untuk struktur dan proses organisasi, yang mewakili mekanisme
koordinasi dalam perusahaan. Struktur dan proses organisasi mempengaruhi
seberapa cepat dan fleksibel perusahaan memanfaatkan kompetensinya untuk
merespons konteks yang berfluktuasi, serta untuk menyederhanakan data dan
informasi dalam jumlah besar. Singkatnya, struktur organisasi menentukan adopsi
bisnis analitik oleh perusahaan. Namun demikian, masih kurangnya penelitian
yang secara langsung menghubungkan faktor organisasi dengan adopsi bisnis
analitik. Oleh karena itu, mengkaji hubungan langsung tersebut juga menjadi
tujuan penelitian ini.
METODE
Prosedur Pengumpulan Sampel dan Data
Kami mengumpulkan data dari karyawan sebuah perusahaan yang berlokasi di Indonesia. Sampel yang digunakan adalah 327 perusahaan e-commerce dengan kondisi pasar yang sangat kompetitif. Peneliti menggunakan desain penelitian kuantitatif berkaitan dengan desain proyek penelitian dan berkonsentrasi pada kualitas dan kuantitas tanggapan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Peneliti menggunakan metode evaluasi ahli untuk tes kata-kata dengan manajer terkemuka dan tim manajemen puncak sebagai praktisi industri dan profil pencocokan dua orang sebagai responden. Kegiatan ini menguji apakah setiap kuesioner dipahami dengan baik dan relevan dengan konteks penelitian. Kemudian, peneliti menyebarkan kuesioner kepada sepuluh responden pre-test dari praktisi industri. Studi-studi ini menggunakan sampling probabilitas. Tujuan dari pre-test ini adalah untuk menguji reliabilitas serta konstruk skala yang digunakan untuk indikator variabel laten. Menurut (Hair et al., 2011), faktor pemuatan indikator tertentu harus berada di atas 0,6 untuk konstruknya masing-masing dan lebih rendah untuk konstruk lainnya. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Bartlett untuk menguji kecukupan sampel dengan menggunakan ukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan kegunaan analisis faktor. Setelah itu, reliabilitas konstruk diperkirakan dengan menggunakan statistik alpha Cronbach, dan hasilnya harus lebih tinggi dari 0,7 (Hair et al., 2011). Kami mengundang manajemen tingkat menengah hingga atas perusahaan sebagai responden karena mereka diposisikan di tingkat manajerial dan operasional menengah dan atas di mana mereka mengetahui dan atau merasakan langsung proses adopsi bisnis analitik dan proses kapabilitas dinamis untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Secara total, kami menerima survei lengkap dari 342 perusahaan. Setelah kasus-kasus dengan data yang hilang dihapus, sampel akhir kami mencakup 327 perusahaan. Rata-rata usia perusahaan di atas 12 tahun, dan 50,65 persen diantaranya berusia di atas sepuluh tahun. Di bidang pendidikan, 49 persen memiliki gelar pasca sarjana, 42,4 persen memiliki gelar sarjana, dan 8,06 persen memiliki gelar diploma atau sekolah menengah atas.
Responden didominasi laki-laki sebanyak 77,8 persen dan perempuan sebanyak 22,2 persen. Kondisi ini sudah diprediksi dan tidak mengherankan karena sebagian besar pemimpin TI dan bisnis analitik adalah laki-laki. Pada posisi responden, 26,9 persen berada pada level manajemen puncak, 69,3 persen berada pada manajemen menengah, dan 3,8 persen berada pada posisi lainnya. Mayoritas responden merupakan manajemen menengah sebesar 69,3 persen. Perusahaan didirikan lebih dari 25 tahun (9,9 persen), antara 5 sampai 25 tahun (80,4 persen), kurang dari 5 tahun (9,6 persen). Dari segi ukuran perusahaan, 59,9 persen merupakan perusahaan besar dengan jumlah karyawan lebih dari 100 orang, 36,5 persen merupakan usaha menengah dengan jumlah karyawan 20-99 orang, 1,8 persen merupakan usaha kecil dengan jumlah karyawan 10-49 orang, dan 11,3 persen merupakan usaha mikro dengan jumlah karyawan kurang dari 100 orang. dua puluh karyawan. Perusahaan kecil dan mikro ini dieliminasi dari responden. Berdasarkan jenis media, perusahaan terdiri dari 4 jenis, setiap responden dapat memilih lebih dari satu jenis. Aplikasi Berbasis Web memiliki persentase tertinggi yang dipilih responden sebesar 93,6 persen, diikuti oleh Aplikasi Seluler (Mobile Application) sebesar 78,4 persen, Perdagangan Media Sosial (Social Media Commerce) sebesar 77,2 persen, dan Pesan Instan (Instan Messaging) sebesar 17,3 persen. Umumnya suatu perusahaan mulai menyediakan website, aplikasi mobile, dan media sosial commerce untuk mempromosikan produk dan layanannya, seperti menggunakan Instagram, Facebook, Tik Tok, dan masih banyak lagi. Menggunakan media sosial commerce yang ada memiliki banyak manfaat yang menciptakan media sosial commerce tersendiri. Kesimpulannya, aplikasi berbasis Web merupakan jenis yang mayoritas digunakan oleh perusahaan. Menggunakan situs web lebih murah daripada membuat aplikasi seluler. Jenis media e-commerce yang kedua dan ketiga adalah Mobile Apps dan Social Media Commerce. Jenis e-commerce yang menggunakan pesan instan memiliki persentase paling sedikit, yaitu hanya 17,3 persen responden yang menggunakan pesan instan.
Tindakan
Faktor
Organisasi
Kuesioner diadopsi oleh (Kuan & Chau, 2001). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan item skala yang dimaksudkan untuk mengukur faktor organisasi, Tim Manajemen Puncak (OF1), Komunikasi Organisasi (OF2), dan Kualitas Sumber Daya Manusia (OF3). Responden menyatakan tanggapan mereka dalam skala mulai dari 1, �sangat tidak setuju�, hingga 6, �sangat setuju�. Peneliti membuat skor skala dengan membuat rata-rata item yang sesuai untuk setiap dimensi setelah mengevaluasi validitas item skala, saat kami menguraikan evaluasi validitas.
Adopsi Bisnis
Analitik
Kami mengukur adopsi bisnis analitik menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari (Aydiner et al., 2019). Adopsi bisnis analitik berkaitan dengan "penggunaan data secara ekstensif, analisis statistik dan kuantitatif, model penjelas dan prediktif, serta manajemen berbasis fakta untuk mendorong keputusan dan tindakan." (T. H. Davenport & Harris, 2007). Untuk keperluan penelitian ini, peneliti menggunakan item skala yang dimaksudkan untuk mengukur Perolehan dan Pengolahan Data (BAA1), 4 item, Deskriptif (BAA2), 4 item, Preskriptif (BAA3) 4 item, dan Prediktif (BAA4) 3 item. Responden menyatakan tanggapan mereka dalam skala mulai dari 1, �sangat tidak setuju�, hingga 6, �sangat setuju�. Peneliti membuat skor skala dengan membuat rata-rata item yang sesuai untuk setiap dimensi setelah mengevaluasi validitas item skala, saat kami menguraikan evaluasi validitas.
Retensi Pengetahuan
Kami
mengukur retensi pengetahuan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari (Garc�a-Fern�ndez, 2015) dan (Obitade, 2019). Proses retensi pengetahuan
merupakan komponen penting dari manajemen pengetahuan, berhubungan dengan
tindakan yang diambil untuk mengembangkan dan memelihara basis pengetahuan
organisasi, juga disebut memori organisasi. Tujuan dari retensi pengetahuan
adalah untuk memastikan bahwa anggota organisasi dapat menggunakan kembali
pengetahuan. (Knowledge, 2004). Untuk keperluan
penelitian ini, peneliti menggunakan item skala yang dimaksudkan untuk mengukur
Knowledge Acquisition (KR1), 4 item, Knowledge Storage (KR2), 4 item, dan
Knowledge Retrieval (KR3) 6 item. Responden menyatakan tanggapan mereka dalam
skala mulai dari 1, �sangat tidak setuju�, hingga 6, �sangat setuju�.
Kemampuan
Dinamis.
Kami mengukur kemampuan dinamis menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari (Kump et al., 2019). Perspektif ini menyelaraskan dan mendukung konteks dan tujuan penelitian ini. (Kump et al., 2019)berpendapat bahwa kebutuhan untuk membandingkan temuan empiris mengganggu pengembangan teori berbasis data dari skala 14 item asli berdasarkan Teece's (2007); kerangka kemampuan dinamis yang mapan, menilai penginderaan, penangkapan, dan transformasi kapasitas. Untuk keperluan penelitian ini, kami menggunakan item skala yang dimaksudkan untuk mengukur penginderaan (DC1) 6 item, merebut (DC2) 5 item, dan mentransformasikan (DC3) 6 item. Responden menyatakan tanggapan mereka dalam skala mulai dari 1, �sangat tidak setuju�, hingga 6, �sangat setuju�. Peneliti membuat skor skala dengan membuat rata-rata item yang sesuai untuk setiap dimensi setelah mengevaluasi validitas item skala, saat kami menguraikan evaluasi validitas.
Keunggulan
Kompetitif.
Kami mengukur kinerja keunggulan kompetitif menggunakan diferensiasi inovasi (IDI) 5 item dan diferensiasi pasar 6 item yang diadaptasi dari (Zhou et al., 2009). Untuk keperluan penelitian ini, kami menggunakan item skala yang dimaksudkan untuk mengukur keunggulan kompetitif perusahaan. Responden menyatakan tanggapan mereka dalam skala mulai dari 1, �sangat tidak setuju�, hingga 6, �sangat setuju�. Peneliti membuat skor skala dengan membuat rata-rata item yang sesuai untuk setiap dimensi setelah mengevaluasi validitas item skala, saat kami menguraikan evaluasi validitas.
Estimasi Model
Penelitian ini mengadopsi model persamaan struktural (SEM) dua langkah untuk mengestimasi model (Anderson dan Gerbing, 1988). Langkah pertama adalah menguji validitas dan reliabilitas model pengukuran. Pemeriksaan diawali dengan evaluasi standardized factor loading (SFL) masing-masing indikator (item). Jika SFL kurang dari 0,50, indikator tersebut tidak valid dan karenanya harus dihilangkan. Seperti disebutkan di atas, semua item dimasukkan dan tidak ada item yang drop karena SFL kurang dari 0,5 sehingga semua variabel dianggap valid. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas variabel dengan menguji variance Extracted (AVE) dan Construct Reliability (CR). Dimensi atau variabel dikatakan reliabel jika AVE sama dengan atau lebih besar dari 0,50 dan CR sama dengan atau lebih besar dari 0,60. Hasil penilaian reliabilitas dan validitas ditampilkan pada Tabel 1. Pada Structural Equation Modelling (SEM) tahap kedua, hasil analisis disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1. Reliabilitas & Validitas
Dimensions |
Cronbach
Alpha |
Composite
Reliability |
AVE
(Average Variance Extracted) |
Top
Management Support (OF1) |
0.895 |
0.924 |
0.708 |
Organizational
Communication (OF2) |
0.888 |
0.915 |
0.642 |
Quality
of Human Resources (OF3) |
0.839 |
0.903 |
0.757 |
Data
Acquisition and Processing (BAA1) |
0.878 |
0.916 |
0.732 |
Descriptive
Analytics (BAA2) |
0.852 |
0.900 |
0.694 |
Predictive
Analytics (BAA3) |
0.860 |
0.906 |
0.708 |
Prescriptive
Analytics (BAA4) |
0.842 |
0.905 |
0.761 |
Knowledge
Acquisition (KR1) |
0.872 |
0.912 |
0.722 |
Knowledge
Storage (KR2) |
0.771 |
0.854 |
0.597 |
Knowledge
Retrieval (KR3) |
0.915 |
0.934 |
0.703 |
Sensing
(DC1) |
0.920 |
0.938 |
0.715 |
Seizing
(DC2) |
0.915 |
0.937 |
0.748 |
Transforming
(DC3) |
0.920 |
0.937 |
0.714 |
Product
Differentiation (CA1) |
0.906 |
0.930 |
0.728 |
Market
Differentiation (CA2) |
0.932 |
0.947 |
0.750 |
Tabel 2. Analisis Model Pengukuran
Goodness
of Fit Parameters |
Estimate |
Threshold/Acceptance
Parameter |
Interpretation/Testing
Criteria |
Source |
Chi-Square |
0.0 |
<0.05 |
Good
Fit |
Wheaton
et al., 1977; Hair et al., 2006 |
df |
157 |
|
|
|
RMSEA |
0.0 |
<0.05 |
Good
Fit |
Browne
& Cudeck, 1993 |
GFI |
0.80 |
0.80
≤ GFI ≤ 0.90 |
Marginal
Fit |
Wijanto,
2008; Marsh & Grayson, 1995; Schumacker & Lomax, 1996; Cole, 1987;
Bentler & Bonett, 1980; Hooper, Coughlan, & Mullen, 2008; Ghozali,
2011 |
SRMR |
0.07 |
<0.08 |
Good
Fit |
Hu
& Bentler, 1995; Byrne, 1998; Diamantopoulos & Siguaw, 2000 |
ECVI |
0.81 |
Compare
models, smaller score better |
Good
Fit |
Schermelleh-Engel,
Moosbrugger, & Muller, 2003 |
CFI |
1.00 |
>0.90 |
Good
Fit |
Wijanto,
2008 |
NFI |
1.00 |
>0.90 |
Good
Fit |
Bentler
& Bonnet, 2008; Ghozali, 2011; Wijanto, 2008 |
IFI |
1.01 |
>0.90 |
Good
Fit |
Wijanto,
2008 |
RFI |
1.00 |
>0.90 |
Good
Fit |
Wijanto,
2008 |
AGFI |
0.74 |
0.70
≤ AGFI ≤ 0.90 |
Acceptable
Fit |
Ranaweera,
2016; Schermelleh-Engel, Moosbrugger, & Muller, 2003; Hair et al., 2006;
Hu & Bentler, 1999 |
PGFI |
0.60 |
Compare
models, bigger score better |
Good
Fit |
Schermelleh-Engel,
Moosbrugger, & Muller, 2003; Ghozali, 2011; Wijanto, 2008 |
AIC |
420 |
Compare
models, smaller score better |
Good
Fit |
Schermelleh-Engel,
Moosbrugger, & Muller, 2003; Wijanto, 2008 |
PClose |
1.00 |
>0.05 |
Good
Fit |
Schermelleh-Engel,
Moosbrugger, & Muller, 2003; Wijanto, 2008 |
CAIC |
359.87 |
Compare
models, smaller score better |
Good
Fit |
Schermelleh-Engel,
Moosbrugger, & Muller, 2003; Wijanto, 2008 |
Tabel 3. Penilaian Model Pengukuran
Higher-Order
Constructs |
Lower-Order
Construct |
AVE
Value |
Organizational
Factors |
Top
Management Supports |
0.903 |
|
Organizational
Communications |
0.908 |
|
Quality
of Human Resource |
0.874 |
|
|
0.556 |
Business
Analytics Adoption |
Data
Acquisition and Processing |
0.934 |
|
Descriptive
Analytics |
0.917 |
|
Predictive
Analytics |
0.924 |
|
Prescriptive
Analytics |
0.924 |
|
|
0.616 |
Knowledge
Retention |
Knowledge
Acquisition |
0.899 |
|
Knowledge
Storage |
0.891 |
|
Knowledge
Retention |
0.957 |
|
|
0.577 |
Dynamic
Capability |
Sensing |
0.953 |
|
Seizing |
0.956 |
|
Transforming |
0.965 |
|
|
0.665 |
Competitive
Advantage |
Product
Differentiation |
0.958 |
|
Market
Differentiation |
0.972 |
|
|
0.690 |
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Tabel 4 dan Gambar 1 menunjukkan hasil pengujian hipotesis. Keenam hipotesis tersebut didukung secara empiris. Dukungan terhadap H1 menunjukkan bahwa faktor organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap bisnis analitik. Temuan ini konsisten
dengan sifat faktor organisasi yang memicu perubahan signifikan karena faktor tersebut secara substansial mengubah cara adopsi
bisnis analitik. Dukungan untuk H1 menunjukkan pengaruh
positif dan signifikan faktor organisasi terhadap bisnis analitik. Faktor
organisasi, seperti mencurahkan waktu dari manajemen puncak untuk program
bisnis analitik sebanding dengan biaya dan potensinya, meninjau rencana,
menindaklanjuti hasil, dan memfasilitasi masalah manajemen yang terkait dengan
integrasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Mengelola sumber daya data
meningkatkan adopsi bisnis analitik yang efektif dalam suatu organisasi (Ramamurthy et al., 2008). Selain itu, faktor organisasi merupakan
faktor internal dalam suatu organisasi. Oleh karena itu perusahaan perlu
menggunakan sumber daya ini secara efektif. Tanpa insentif internal yang saling
melengkapi seperti pemahaman data analitis yang memadai, faktor organisasi
tidak dapat dimanfaatkan secara luas. Akibatnya, perusahaan tidak dapat
memprediksi masa depan dan membuat rencana ke depan secara memadai. Sebaliknya,
faktor organisasi ditingkatkan untuk memaksimalkan kemampuan perkiraan berbasis
data bisnis analitik. Yang menggunakan analisis deskriptif, prediktif, dan
preskriptif untuk membuat keputusan yang lebih baik, mendapatkan wawasan, dan
mendorong tindakan yang bergantung pada sumber daya yang kuat seperti faktor
organisasi. Hal ini tercermin dari hubungan positif dan signifikan yang diamati
pada hasil penelitian ini. Akibatnya, perusahaan tidak dapat memprediksi masa
depan dan merencanakan secara memadai. Hal ini tercermin dari hubungan positif
dan signifikan antara faktor organisasi dan adopsi bisnis analitik, yang
terlihat pada hasil penelitian ini.
Dukungan untuk H2, adopsi bisnis analitik secara signifikan meningkatkan retensi pengetahuan. Adopsi bisnis analitik memiliki dampak yang lebih tinggi untuk meningkatkan retensi pengetahuan (0,832) dibandingkan hubungan antara bisnis analitik dan kemampuan dinamis (0,256) (H3). Retensi pengetahuan memediasi hubungan antara adopsi bisnis analitik dan kemampuan dinamis dengan lebih baik. Hipotesis keempat (H4) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara retensi pengetahuan dan kapabilitas dinamis. Retensi pengetahuan yang lebih baik dalam organisasi mengarah pada pengembangan dan penguatan kemampuan dinamis. Pengetahuan dan wawasan yang dipertahankan akan memperkuat kemampuan organisasi untuk beradaptasi, berinovasi, dan merespons perubahan secara efektif, sehingga membentuk landasan untuk membangun dan mempertahankan kemampuan dinamis. Mekanisme pembelajaran dan sumber pengetahuan sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dinamis. Temuan ini sejalan dengan penelitian empiris masa lalu tentang pengaruh kapabilitas dinamis dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja perusahaan. Retensi pengetahuan sangat terkait dengan kemampuan dinamis, memungkinkan proses yang menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan produk dan layanan baru, menerapkan pengetahuan dalam lingkungan kompetitif yang berubah, dan dengan cepat menerapkan pengetahuan untuk kebutuhan kompetitif yang kritis. Retensi pengetahuan dianggap sebagai sumber penentu dan penting untuk menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan (H5). Semua dimensi retensi pengetahuan�perolehan, penyimpanan, dan pengambilan pengetahuan�berkorelasi langsung dengan peningkatan keunggulan kompetitif. Ketika sebuah organisasi secara efektif mempertahankan dan memanfaatkan pengetahuan, organisasi tersebut memperoleh kekuatan dan kemampuan unik yang membedakannya dari pesaing, sehingga berkontribusi terhadap keberhasilan kompetitif jangka panjang. Penggunaan kembali informasi dan pengetahuan untuk memecahkan masalah baru dan menyesuaikan keputusan strategis akan menumbuhkan keunggulan kompetitif. Misalnya, pengetahuan tentang meningkatkan pengalaman pelanggan melalui layanan pelanggan dapat dimanfaatkan melalui berbagai saluran komunikasi seperti chatbots, email, dan media sosial.
Mendukung H5 dan H6 , penelitian ini menemukan
hubungan positif dan signifikan antara retensi pengetahuan dan keunggulan
kompetitif. Retensi pengetahuan meningkatkan daya saing perusahaan melalui
efektivitas organisasi, sehingga mereka dapat bekerja lebih produktif, efektif,
dan sukses. Pada akhirnya, retensi pengetahuan secara signifikan dan positif
meningkatkan dan mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan dengan produk,
layanan, dan diferensiasi pasar. Kapabilitas dinamis juga dapat mempengaruhi dan
memberikan dampak positif terhadap keunggulan kompetitif dengan membuat
perusahaan beradaptasi lebih cepat terhadap kondisi baru dalam kondisi
ketidakpastian dibandingkan pesaingnya. Kondisi ini meningkatkan efisiensi,
mengidentifikasi peluang bisnis baru, dan menciptakan keunggulan kompetitif
secara langsung. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa retensi pengetahuan
dan kapabilitas dinamis berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan
kompetitif, dengan retensi pengetahuan memiliki dampak yang jauh lebih tinggi
dibandingkan kapabilitas dinamis. Retensi pengetahuan mampu menciptakan tingkat
keunggulan kompetitif yang lebih besar. Selain itu, retensi pengetahuan
bergantung pada data analitis selain pemahaman bisnis yang memungkinkan
perkiraan dan otomatisasi keputusan strategis di masa depan. Maksimalisasi
sumber daya dan wawasan masa depan, dimana kemampuan dinamis tidak mampu
mencapai tingkat kompetitif. Kesimpulannya, retensi pengetahuan dibandingkan
kapabilitas dinamis memberikan peran yang jauh lebih strategis bagi perusahaan
dalam mencapai keunggulan kompetitif.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis
Hypothesis |
Estimates |
T Statistics |
P Values |
Remark |
H1: Organizational Factors -> Business Analytics Adoption |
0.843 |
28.247 |
0.000 |
Significant |
H2: Business Analytics Adoption -> Knowledge Retention |
0.832 |
26.577 |
0.000 |
Significant |
H3: Business Analytics Adoption -> Dynamic Capability |
0.256 |
3.434 |
0.001 |
Significant |
H4: Knowledge Retention -> Dynamic Capability |
0.669 |
9.295 |
0.000 |
Significant |
H5: Knowledge Retention -> Competitive Advantage |
0.246 |
2.870 |
0.004 |
Significant |
H6: Dynamic Capability -> Competitive Advantage |
0.618 |
6.429 |
0.000 |
Significant |
H2 H3 H4 H5 H6 H1
Gambar 1. Model Teoritis
Temuan ini menyoroti bukti empiris yang mendukung keenam hipotesis. Temuan ini menekankan peran penting dalam memediasi hubungan antara semua konstruksi. Dukungan H1 menunjukkan hal itu diterima. Temuan hasil signifikan lainnya adalah pentingnya bisnis analitik yang memediasi faktor organisasi dan kemampuan dinamis. Perhitungan uji Sobel menunjukkan nilai z sebesar 3,4335 dengan standar error sebesar 0,062 dan p-value sebesar 0,00059. Z-value yang diperoleh sebesar 3,4335 > 1,96, dan p-value sebesar 0,00059 < 0,05 sehingga membuktikan bahwa business analytic mampu memediasi hubungan antara faktor organisasi dengan kapabilitas dinamis. Pentingnya bisnis analitik memediasi faktor organisasi dan retensi pengetahuan mempunyai hasil yang signifikan. Perhitungan uji Sobel hubungan ini menunjukkan nilai z sebesar 19,408 dengan standar error 0,036 dan p-value sebesar 0. Nilai z yang diperoleh sebesar 19,408 > 1,96, dan p-value 0 < 0,05 sehingga membuktikan bahwa bisnis analitik mampu memediasi hubungan antara faktor organisasi dan retensi pengetahuan. Faktor organisasi yang dimediasi oleh bisnis analitik memiliki hubungan yang lebih baik terhadap retensi pengetahuan dibandingkan kapabilitas dinamis.
Dari hasil hipotesis kedua menunjukkan bahwa penerapan bisnis analitik dalam suatu organisasi dapat menghasilkan retensi pengetahuan yang lebih baik. Menganalisis dan memanfaatkan data dapat memfasilitasi akses, transfer, dan dokumentasi pengetahuan. Organisasi yang ingin meningkatkan retensi pengetahuan harus meningkatkan adopsi bisnis analitik, karena hal ini berperan sebagai faktor penentu. Studi ini menekankan hubungan antara penyimpanan pengetahuan, akuisisi, dan pengambilan, yang semuanya ditingkatkan dengan adopsi bisnis analitik. Singkatnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa adopsi bisnis analitik secara signifikan meningkatkan retensi pengetahuan organisasi. Dibandingkan dengan H2 dan H3, adopsi bisnis analitik memiliki dampak yang lebih tinggi dalam meningkatkan retensi pengetahuan (0,832) dibandingkan kemampuan dinamis (0,255). Retensi pengetahuan memediasi hubungan antara adopsi bisnis analitik dan kemampuan dinamis dengan lebih baik. Mengenai retensi pengetahuan berpengaruh langsung terhadap keunggulan kompetitif dan pengaruh tidak langsung melalui kapabilitas dinamis terhadap keunggulan kompetitif. Jalur kedua, yang melibatkan kemampuan dinamis, memiliki dampak lebih tinggi dalam mencapai keunggulan kompetitif. Hasilnya secara konsisten menunjukkan bahwa pengetahuan memainkan peran mediasi antara adopsi bisnis analitik dan kemampuan dinamis. Efek mediasi retensi pengetahuan pada hubungan antara adopsi bisnis analitik dan keunggulan kompetitif juga signifikan (nilai-z=2,822, Nilai-P=0,0047). Hal ini menyoroti bahwa retensi pengetahuan secara efektif memediasi hubungan antara bisnis analitik dan keunggulan kompetitif. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan peran signifikan kapabilitas dinamis dalam memediasi hubungan antara retensi pengetahuan dan keunggulan kompetitif (z-value=5.73, P-Value=1e-8). Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitas dinamis memainkan peran penting dalam menghubungkan retensi pengetahuan dengan keunggulan kompetitif organisasi.
Hasil penting lainnya dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak langsung kapabilitas dinamis terhadap keunggulan kompetitif (0,618) lebih tinggi dibandingkan retensi pengetahuan terhadap keunggulan kompetitif (0,246) secara langsung. Kapabilitas dinamis penting dalam memediasi retensi pengetahuan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Dari hasil perhitungan Sobel Test diperoleh z-value 5.73 > 1.96, dengan standar error 0.083 dan p-value 1e-8< 0.05 sehingga membuktikan bahwa kapabilitas dinamis mampu memediasi hubungan antar pengetahuan. retensi dan keunggulan kompetitif. Peran mediasi kemampuan dinamis terbukti signifikan. Dimediasi kemampuan dinamis merupakan peran penting dari retensi pengetahuan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Bahkan retensi pengetahuan dan keunggulan kompetitif mempunyai korelasi searah, retensi pengetahuan yang dimediasi kapabilitas dinamis terhadap keunggulan kompetitif memiliki pengaruh yang lebih tinggi (0,670 x 0,618) dibandingkan langsung (0,246 berbanding 0,670 x 0,618 = 0,41406), artinya berdampak pada keunggulan kompetitif, retensi pengetahuan lebih baik dimediasi oleh kemampuan dinamis. Peran penting dari retensi pengetahuan adalah untuk mendukung kapabilitas dinamis, dan peran yang lebih kuat dari kapabilitas dinamis adalah memanfaatkan penggunaan retensi pengetahuan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Kesimpulannya, keunggulan kompetitif dapat mengandalkan peran strategis dari kapabilitas dinamis, dan kapabilitas dinamis dapat ditingkatkan melalui retensi pengetahuan, dan adopsi bisnis analitik sebagai game-changer di era digital ini dengan menciptakan produk, layanan, dan diferensiasi pasar menggunakan teknologi. penggunaan data secara ekstensif.
KESIMPULAN
Berdasarkan diskusi di atas, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa retensi pengetahuan dan adopsi bisnis analitik memainkan peran
strategis dalam menumbuhkan keunggulan kompetitif melalui diferensiasi produk
dan pasar. Adopsi bisnis analitik dapat secara langsung memengaruhi retensi
pengetahuan, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan dinamis (DC) dan
berdampak positif pada keunggulan kompetitif (CA), baik secara langsung maupun
tidak langsung. Jalur retensi pengetahuan melalui kapabilitas dinamis (0,670 x
0,618 = 0,41406) terbukti lebih efektif dalam mencapai keunggulan kompetitif
dibandingkan jalur langsung (0,246). Retensi pengetahuan dan kemampuan dinamis
bersama-sama memainkan peran penting dalam mencapai keunggulan kompetitif,
dengan dua jalur utama: satu melalui retensi pengetahuan secara langsung, dan
lainnya dengan memanfaatkan kemampuan dinamis sebagai mediator. Penelitian ini
menegaskan bahwa retensi pengetahuan dan kemampuan dinamis memainkan peran yang
lebih signifikan sebagai mediator adopsi bisnis analitik dalam mempengaruhi
keunggulan kompetitif. Dalam lingkungan bisnis yang serba cepat, adopsi bisnis
analitik, retensi pengetahuan, dan kemampuan dinamis secara sinergis mendorong
diferensiasi produk dan pasar, sehingga menghasilkan kesuksesan berkelanjutan.
Adopsi bisnis analitik, dengan menggunakan teknologi canggih dan alat analisis
data, memberdayakan organisasi untuk mengidentifikasi peluang baru,
memperkirakan permintaan, dan mengoptimalkan rantai pasokan. Retensi
pengetahuan memastikan bahwa informasi penting tersedia bagi pengambil
keputusan, memberdayakan mereka untuk membuat pilihan yang tepat dan strategis.
Budaya pembelajaran yang berkelanjutan melalui retensi pengetahuan mendorong
inovasi, kreativitas, dan pemecahan masalah, yang menjadi dasar diferensiasi
produk dan pasar. Kapabilitas dinamis membantu organisasi untuk merespons
perubahan pasar dengan cepat dan memperkenalkan produk baru, yang pada akhirnya
memberikan keunggulan dalam persaingan. Sinergi antara adopsi bisnis analitik,
retensi pengetahuan, dan kemampuan dinamis menciptakan siklus perbaikan dan
adaptasi yang berkelanjutan, memperkuat diferensiasi produk dan pasar.
Kombinasi data historis, wawasan real-time, dan kemampuan beradaptasi
memastikan bahwa produk dan layanan organisasi tetap relevan dan terdepan.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, organisasi dapat mengembangkan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan dan membedakan diri dari para pesaing. Meskipun
penelitian ini berfokus pada perusahaan e-commerce menengah dan besar, cakupan
penelitian di masa depan dapat diperluas ke sektor lain dan perusahaan dengan
karakteristik yang berbeda. Kajian lebih lanjut juga perlu mengeksplorasi
aspek-aspek seperti determinan bisnis analitik, kreasi bersama, dan penciptaan
nilai, serta faktor-faktor eksternal yang memoderasi hubungan antara retensi
pengetahuan dan kemampuan dinamis.
REFERENSI
Ambrosini, V.,
Bowman, C., & Collier, N. (2009). Dynamic capabilities: An exploration of
how firms renew their resource base. British Journal of Management, 20, S9�S24.
Aydiner, A. S.,
Tatoglu, E., Bayraktar, E., Zaim, S., & Delen, D. (2019). Business
analytics and firm performance: The mediating role of business process
performance. Journal of Business Research, 96, 228�237.
Conboy, K., Mikalef,
P., Dennehy, D., & Krogstie, J. (2020). Using business analytics to enhance
dynamic capabilities in operations research: A case analysis and research
agenda. European Journal of Operational Research, 281(3), 656�672.
Davenport, T., Guha,
A., Grewal, D., & Bressgott, T. (2020). How artificial intelligence will
change the future of marketing. Journal of the Academy of Marketing Science,
48, 24�42.
Davenport, T. H.,
& Harris, J. G. (2007). Competing on analytics: the new science of Winning.
Harvard Business Review Press, Language, 15(217), 24.
Eidizadeh, R.,
Salehzadeh, R., & Chitsaz Esfahani, A. (2017). Analysing the role of
business intelligence, knowledge sharing and organisational innovation on
gaining competitive advantage. Journal of Workplace Learning, 29(4), 250�267.
Garc�a-Fern�ndez, M.
(2015). How to measure knowledge management: dimensions and model. Vine, 45(1),
107�125.
Hair, J. F., Ringle,
C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet. Journal of
Marketing Theory and Practice, 19(2), 139�152.
Hidalgo-Pe�ate, A.,
Padr�n-Robaina, V., & Nieves, J. (2019). Knowledge as a driver of dynamic
capabilities and learning outcomes. Journal of Hospitality, Leisure, Sport
& Tourism Education, 24, 143�154.
Knowledge, L.
(2004). Confronting the Threat of an Aging Workforce, David W. DeLong.
Kuan, K. K. Y.,
& Chau, P. Y. K. (2001). A perception-based model for EDI adoption in small
businesses using a technology�organization�environment framework. Information
& Management, 38(8), 507�521.
Kump, B., Engelmann,
A., Kessler, A., & Schweiger, C. (2019). Toward a dynamic capabilities
scale: measuring organizational sensing, seizing, and transforming capacities.
Industrial and Corporate Change, 28(5), 1149�1172.
Lawson, B., &
Samson, D. (2001). Developing innovation capability in organisations: a dynamic
capabilities approach. International Journal of Innovation Management, 5(03),
377�400.
Levallet, N., &
Chan, Y. E. (2019). Organizational knowledge retention and knowledge loss.
Journal of Knowledge Management, 23(1), 176�199.
Levy, N. (2011).
Hard luck: How luck undermines free will and moral responsibility. OUP Oxford.
Nayak, B.,
Bhattacharyya, S. S., & Krishnamoorthy, B. (2022). Exploring the black box
of competitive advantage�An integrated bibliometric and chronological
literature review approach. Journal of Business Research, 139, 964�982.
Obitade, P. O.
(2019). Big data analytics: a link between knowledge management capabilities
and superior cyber protection. Journal of Big Data, 6(1), 71.
Ramamurthy, K., Sen,
A., & Sinha, A. P. (2008). Data warehousing infusion and organizational
effectiveness. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics-Part A:
Systems and Humans, 38(4), 976�994.
Reeves, M., &
Deimler, M. (2012). Adaptability: The new competitive advantage. Own the
Future: 50 Ways to Win from the Boston Consulting Group, 19�26.
Teece, D. J.,
Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic capabilities and strategic
management. Strategic Management Journal, 18(7), 509�533.
Teece, D., &
Pisano, G. (2003). The dynamic capabilities of firms. Springer.
Tseng, S.-M., &
Lee, P.-S. (2014). The effect of knowledge management capability and dynamic
capability on organizational performance. Journal of Enterprise Information
Management, 27(2), 158�179.
Van Rijmenam, M.,
Erekhinskaya, T., Schweitzer, J., & Williams, M.-A. (2019). Avoid being the
Turkey: How big data analytics changes the game of strategy in times of
ambiguity and uncertainty. Long Range Planning, 52(5), 101841.
Vidgen, R., Shaw,
S., & Grant, D. B. (2017). Management challenges in creating value from
business analytics. European Journal of Operational Research, 261(2), 626�639.
Winter, S. G.
(2003). Understanding dynamic capabilities. Strategic Management Journal,
24(10), 991�995.
Zhou, K. Z., Brown,
J. R., & Dev, C. S. (2009). Market orientation, competitive advantage, and
performance: A demand-based perspective. Journal of Business Research, 62(11),
1063�1070.