PENERAPAN METODE SIX SIGMA
UNTUK PENGENDALIAN KUALITAS LINE INJECTION DI PT ABC KAWASAN INDUSTRI MM2100
Niam fahruri, Dwi Irwati, Isria Miharti Maherni
Putri
Universitas Pelita Bangsa, Indonesia
* Email untuk Korespondensi: [email protected],
[email protected] , [email protected]
Kata kunci: Six Sigma, pengendalian kualitas, line injection, PT ABC kawasan industri MM2100. Keywords: Six Sigma, quality control, injection line,
PT ABC MM2100 industrial estate. |
|
ABSTRAK |
|
Perjalanan bisnis dalam industri manufaktur membutuhkan kualitas
produk yang menjadi faktor utama keberhasilan perusahaan. Produk yang berkualitas
tinggi akan meningkatkan kepuasan pelanggan, loyalitas terhadap merek, dan
pada akhirnya meningkatkan keuntungan perusahaan. Salah satu area yang sering
menghadapi tantangan kualitas adalah line injection, di mana masalah seperti
produk cacat, variasi dalam proses, dan waktu henti mesin bisa terjadi.
Masalah-masalah ini dapat menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi
perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan metode Six
Sigma dalam pengendalian kualitas di line injection. Metode Six Sigma
berfokus pada peningkatan kualitas produk atau layanan dengan mengurangi
cacat atau kesalahan hingga mendekati nol. Penelitian ini menggunakan data
dari PT ABC yang berlokasi di kawasan industri MM2100 yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara langsung. Hasil analisis menunjukkan bahwa
berdasarkan data dari Februari hingga Juli 2024, di PT ABC ditemukan berbagai
cacat injeksi, yaitu flash sebesar 1,15%, sink marks sebesar 6,22%, weld
lines sebesar 37,12%, dan voids sebesar 55,49%. Cacat-cacat ini menyebabkan
produk akhir tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Dalam tahap
analisis, diketahui bahwa voids dan weld lines adalah dua jenis cacat yang
paling dominan dalam proses produksi. Oleh karena itu, langkah perbaikan
harus difokuskan pada dua jenis cacat ini, karena keduanya menyumbang
sebagian besar dari total cacat yang terjadi. Perbaikan dapat dilakukan
melalui pelatihan dan pengawasan operator, pengawasan material, serta
pengaturan mesin. Business travel in
the manufacturing industry requires product quality which is the main factor
in a company's success. High-quality products will increase customer
satisfaction, brand loyalty, and ultimately increase the company's profits.
One area that often faces quality challenges is line injection, where
problems such as defective products, variations in processes, and machine
downtime can occur. These issues can cause significant financial losses for
the company. This study aims to analyze the application of the Six Sigma
method in quality control in line injection. The Six Sigma method focuses on
improving the quality of a product or service by reducing defects or errors
to near zero. This study uses data from PT ABC located in the MM2100
industrial area obtained through observation and direct interviews. The
results of the analysis show that based on data from February to July 2024,
various injection defects were found at PT ABC, namely flash of 1.15%, sink
marks of 6.22%, weld lines of 37.12%, and voids of 55.49%. These defects
cause the final product not to conform to the desired specifications. In the
analysis stage, it is known that voids and weld lines are the two most
dominant types of defects in the production process. Therefore, corrective measures
should be focused on these two types of defects, as they account for a large
part of the total defects that occur. Repairs can be made through operator
training and supervision, material supervision, and machine arrangements. |
|
Ini
adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-SA . This is an open access article under the CC BY-SA license. |
PENDAHULUAN
Industri modern mengalami pertumbuhan yang pesat, hal ini dapat tercermin dari meningkatnya persaingan antar Perusahaan (Sofiatin, 2020). Dalam situasi ini, perusahaan harus terus berinovasi dan meningkatkan kinerja perushaan untuk tetap bertahan. Di sektor manufaktur, persaingan yang ketat menuntut perusahaan untuk fokus pada kualitas produk. Produk berkualitas tinggi akan meningkatkan kepuasan pelanggan, loyalitas terhadap merek, dan akhirnya meningkatkan profitabilitas perusahaan (Kartikasari & Albari, 2019); (Hoe & Mansori, 2018). Menurut Kotler (2009) dalam (Sari, 2016), kualitas adalah representasi keseluruhan dari karakteristik dan sifat barang serta jasa yang mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang diungkapkan atau tersirat. Kualitas mencakup berbagai aspek yang membentuk pengalaman pengguna dan kepuasan pelanggan, termasuk keandalan, daya tahan, kinerja, desain, dan kemudahan penggunaan.
Penilaian kualitas produk atau layanan melibatkan analisis menyeluruh terhadap berbagai faktor yang bisa memenuhi atau bahkan melebihi harapan dan kebutuhan pelanggan, baik yang dinyatakan secara langsung maupun yang tersirat. Mengingat pentingnya kualitas produk, pengendalian kualitas menjadi krusial. Tujuan utama dari pengendalian kualitas adalah untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Setiap tahap dalam proses produksi dirancang untuk menghindari produk gagal, yang dapat berarti produk perlu diperbaiki, mengalami penurunan harga, atau bahkan ditolak. Upaya pencegahan ini penting untuk menghindari peningkatan biaya produksi yang tinggi atau potensi kerugian (Banjarnahor & Puspitasari, 2023).
Dalam produksi industri manufaktur, salah satu area yang sering mengalami tantangan adalah line injection, yang dapat menghadapi berbagai masalah terkait kualitas seperti cacat produk, variasi proses, dan waktu henti mesin. Pada tahap ini, material cair (biasanya plastik) disuntikkan ke dalam cetakan dengan tekanan tinggi untuk membentuk produk akhir. Namun, proses ini juga rentan terhadap berbagai masalah yang dapat mengganggu efisiensi dan kualitas produksi (Sreedharan & Jeevanantham, 2018). Beberapa masalah umum seperti flow lines atau pola bergelombang yang muncul pada bagian produk yang cekung atau sempit, biasanya dengan warna yang berbeda dari area sekitarnya. Kedua, sink marks atau ceruk pada produk yang terjadi karena penyusutan bagian dalam komponen yang dicetak. Burn marks yaitu bekas terbakar yang terlihat pada permukaan produk plastik. Discoloration atau perubahan warna produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, biasanya muncul di beberapa area produk. Delamination atau pengelupasan lapisan permukaan yang serius karena dapat mengurangi kekuatan komponen yang dicetak, dan berbagai masalah kecacatan lainnya (Yanto et al., 2018). Masalah-masalah ini bisa mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan.
Untuk menghindari masalah tersebut, penting bagi perusahaan untuk menerapkan pengendalian kualitas dalam line injection. Pengendalian kualitas ini penting untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan standar dan menghindari ketidaksesuaian. Implementasi pengendalian kualitas akan membantu perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi, meningkatkan mutu produk secara konsisten, dan mengurangi biaya produksi (Rachman, 2015).
Perusahaan industri perlu menerapkan kontrol kualitas yang efektif dengan menggunakan berbagai metode pengawasan, pengujian, dan evaluasi produk secara rutin (Paulina & Titisari, 2024). Maka, melalui cara ini perusahaan dapat mendeteksi potensi masalah lebih awal dan melakukan tindakan korektif sebelum produk mencapai tahap akhir produksi. Untuk memastikan produk berkualitas tinggi, perusahaan harus menetapkan standar yang jelas. Pengawasan output kualitas produk dilakukan oleh tim pengawas produksi, sehingga perusahaan dapat memastikan bahwa produk memenuhi standar kualitas dan mempertahankan reputasi baik di pasar serta memenuhi harapan pelanggan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Six Sigma.
Six Sigma merupakan metode yang dirancang untuk memperbaiki proses dengan mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab cacat produk, mengurangi biaya dan waktu proses, serta meningkatkan efisiensi secara keseluruhan (Widiatmoko & Segoro, 2015). Pendekatan ini membantu mengurangi cacat dan kesalahan, meminimalkan biaya operasional dan waktu siklus, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, serta mencapai tingkat pemanfaatan aset yang lebih tinggi dan hasil investasi yang lebih baik dalam produksi dan layanan (Dewi & Puspitasari, 2019).
Dalam pelaksanaannya, Six Sigma menggunakan pendekatan lima langkah yang dikenal sebagai DMAIC yaitu kepanjangan dari Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control. Dalam langkah-langkah ini, setiap masalah atau peluang, proses, dan kebutuhan pelanggan diperiksa dan diperbarui pada setiap langkahnya (Sutiyarno & Chriswahyudi, 2019). Penerapan Six Sigma, salah satunya telah diterapkan oleh PT ABC dalam mengidentifikasi penyebab utama masalah kualitas pada line injection, mengembangkan solusi efektif, dan mencapai tingkat kualitas yang lebih tinggi.
PT ABC adalah perusahaan yang beroperasi di kawasan industri MM2100 di Cikarang, yang terletak di bagian timur Jakarta. Kawasan MM2100 merupakan Industrial Estate. Kawasan industri dengan luas sekitar 805 hektar menawarkan kombinasi keberlanjutan, fasilitas terpadu, dan lokasi strategis di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Indonesia. Kawasan ini dikenal karena tata kelolanya yang rapi, jauh dari kesan kumuh yang sering ditemui di kawasan industri lain.
Penelitian ini memiliki fokus pada pengendalian kualitas line injection di PT ABC menggunakan teknik Six Sigma dan pendekatan DMAIC. Penelitian bertujuan untuk menilai tingkat kualitas produk, mengurangi tingkat cacat, dan menganalisis masalah dari perspektif Six Sigma. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen produksi dan kualitas, serta dapat diterapkan pada perusahaan lain yang menghadapi masalah serupa. Tujuan utama penelitian adalah untuk menganalisis penerapan Six Sigma dalam pengendalian kualitas line injection di PT ABC yang berlokasi di kawasan Industri MM2100.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Six Sigma. Six Sigma merupakan pendekatan strategis yang diterapkan di seluruh perusahaan untuk mengurangi variasi dalam proses, dengan potensi simultan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Salah satu keuntungan dari metodologi Six Sigma dibandingkan program peningkatan lainnya adalah kemampuan praktisinya untuk secara akurat mengidentifikasi dan menghilangkan masalah yang menghambat serta mendemonstrasikan perbaikan (S. Reosekar & D. Pohekar, 2014).
Data penelitian diperoleh dari PT ABC yang berlokasi di kawasan Industri MM2100. Data yang dikumpulkan mencakup jumlah total produk baik dan cacat selama periode Februari hingga Juli 2024. Data tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam berbagai bentuk cacat yang telah ditentukan oleh perusahaan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan karyawan dan observasi di perusahaan untuk mendapatkan informasi tentang profil perusahaan, proses produksi, jenis-jenis cacat yang sering terjadi, dan penyebab cacat tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data profil perusahaan yang mencakup struktur organisasi, kebijakan produksi, dan aspek-aspek kunci lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh untuk mengidentifikasi jumlah produksi dan jenis cacat setiap bulan.�
Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasikan, pengolahan data dilakukan menggunakan metode DMAIC yang terdiri dari lima langkah, yaitu (Sutiyarno & Chriswahyudi, 2019):
1.
Define yaitu langkah pertama untuk
menentukan proses mana yang akan dievaluasi.
2.
Measure yaitu langkah yang bertujuan untuk
mengukur kemampuan proses produksi dalam menghasilkan produk yang memenuhi
kriteria kebutuhan pelanggan
3.
Analyza yaitu tahap menganalisis dengan
menggunakan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan dalam
mengidentifikasi sumber masalah kualitas. Alat ini membantu menentukan akar
penyebab masalah sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat.
4.
Improve yaitu langkah dalam melakukan
tindakan perbaikan yang direkomendasikan untuk memecahkan masalah yang telah
diidentifikasi.
5.
Control yaitu tahapan pengendalian untuk
memastikan bahwa setelah perbaikan dilakukan, proses tetap berada dalam kontrol
dan masalah baru dapat segera ditangani. Evaluasi dilakukan untuk memastikan
keberhasilan perbaikan dan mencegah masalah yang sama terulang kembali.
Maka, dengan mengikuti langkah-langkah DMAIC ini, penelitian dapat melihat bagaimana metode Six Sigma dapat membantu dalam pengendalian kualitas yang sangat penting bagi perusahaan industri.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Metode Six Sigma dengan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) adalah suatu metodologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi proses dengan cara mengidentifikasi dan menghilangkan cacat atau variasi dalam proses. Berikut adalah penerapan metode Six Sigma untuk pengendalian kualitas di lini injection di PT ABC Kawasan Industri MM2100:
1. Tahap
Define
Define adalah
salah satu tahap dalam menganalisis objek penelitian (Ivanda & Suliantoro, 2018). Pada tahap ini,
langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah utama yang terjadi pada lini
injection di PT ABC Kawasan Industri MM2100. Hasil observasi didapatkan bahwa
masalah yang sering terjadi yakni adanya cacat injeksi, seperti flash, sink
marks, weld lines, dan voids yang dapat menyebabkan produk akhir tidak sesuai
spesifikasi.
Setelah masalah
utama teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menetapkan tujuan proyek yang
spesifik dan terukur. Lingkup proyek juga perlu ditentukan dengan jelas pada
tahap Define yang melibatkan penetapan area spesifik dari proses injection yang
akan menjadi fokus perbaikan, serta menetapkan batasan dan asumsi yang relevan.
Selanjutnya, membentuk tim proyek yang terdiri dari anggota dengan pengetahuan
dan keterampilan yang relevan adalah langkah akhir dalam tahap Define. Tim
proyek biasanya mencakup pemimpin proyek, ahli Six Sigma, operator injection,
teknisi pemeliharaan, spesialis kualitas, dan analis data. Setiap anggota tim
memiliki peran dan tanggung jawab spesifik yang mendukung keberhasilan proyek.
Dengan membentuk tim proyek yang kompeten dan beragam, PT ABC dapat memastikan
bahwa semua aspek dari proses injection diperhatikan dan ditingkatkan sesuai
dengan tujuan proyek. Melalui langkah-langkah yang sistematis dalam tahap
Define, PT ABC dapat memulai inisiatif Six Sigma mereka dengan dasar yang kuat.
Identifikasi masalah yang tepat, tujuan yang jelas, lingkup proyek yang
terfokus, dan tim proyek yang kompeten merupakan elemen kunci untuk mencapai
perbaikan kualitas yang signifikan pada lini injection mereka.
Gambar 1.
Grafik Histogram Jenis Cacat
Berdasarkan tabel
di atas didapatkan jenis cacat injeksi yang terjadi pada bulan Februari 2024
hingga Juli 2024, terdapat empat jenis cacat injeksi yakni flash, sink marks,
weld lines, dan voids. Tahap selanjutnya melakukan perhitungan persentase tiap
jenis cacat yang dengan rumus berikut.
a.
Flash
b.
Sink Marks
c.
Weld Lines
d.
Voids
Persentase
masing-masing jenis cacat dalam lini injection dari total 22,539 cacat, Flash
menyumbang 261 unit, yang setara dengan 1,15%. Sink Marks tercatat sebanyak
1.402 unit, atau 6,22%. Weld Lines memiliki jumlah 8,368 unit, yang merupakan
37,12% dari total cacat. Sementara itu, Voids adalah jenis cacat yang paling
dominan dengan 12.508 unit, atau 55,49%. Persentase ini menggambarkan proporsi
masing-masing jenis cacat terhadap keseluruhan cacat yang terdeteksi pada
proses produksi.
2. Tahap Meisure
Pada tahap Measure
dalam metode Six Sigma, identifikasi CTQ (Critical to Quality) adalah langkah
kunci yang memastikan bahwa fokus pengukuran sesuai dengan apa yang penting
bagi pelanggan dan kualitas produk atau proses (Nailah et al., 2014). Salah satu alat
yang digunakan untuk mengukur dan mengendalikan kualitas adalah peta kendali P
(P-chart). P-chart adalah jenis grafik kontrol yang digunakan untuk memonitor proporsi
cacat dalam suatu proses. Berikut merupakan hasil pengolahan dengan peta
kendali P.
Tabel 1. Hasil
Pengolahan Data Peta Kendali P
Bulan |
Total Produksi |
Jumlah Cacat |
Proporssi |
CL |
UCL |
LCL |
February 2024 |
604955 |
4025 |
0.0067 |
0.0042 |
0.0046 |
0.0037 |
March 2024 |
1187880 |
4253 |
0.0036 |
0.0042 |
0.0046 |
0.0037 |
April 2024 |
1215232 |
2354 |
0.0019 |
0.0042 |
0.0046 |
0.0037 |
May 2024 |
1253215 |
5421 |
0.0043 |
0.0042 |
0.0046 |
0.0037 |
June 2024 |
1156388 |
6486 |
0.0056 |
0.0042 |
0.0046 |
0.0037 |
Berdasarkan tabel
di atas didapatkan perbandingan jumlah cacat injeksi dan total produksi.
Berikut merupakan peta kendali P.
Gambar 2.
Diagram Peta Kendali P
Selanjutnya
dilakukan perhitungan nilai DPMO dan nilai sigma berdasar pada CTQ yang telah
ditentukan, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.
Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai Tingkat Sigma
Bulan |
Sigma |
DPU |
DPO |
DPMO |
February 2024 |
3,3 |
0.0066 |
0.0007 |
739,27 |
March 2024 |
3,3 |
0.0035 |
0.0004 |
397,81 |
April 2024 |
3,1 |
0.0019 |
0.0002 |
215,23 |
May 2024 |
2,8 |
0.0043 |
0.0005 |
480,63 |
June 2024 |
2,7 |
0.0056 |
0.0006 |
623,20 |
Rata rata |
0,00438 |
0,00048 |
491,228 |
Dari hasil
perhitungan pada tahap Measure, diketahui bahwa proses pembuatan produk
packaging memiliki kapabilitas proses yang baik dengan tingkat rata-rata
industri. Tercatat bahwa rata-rata DPMO (Defects Per Million Opportunities)
adalah 491.228 unit di tahun 2024. Tabel yang ada menunjukkan pola DPMO untuk
seluruh kecacatan pada tahun 2024, di mana pencapaian sigma menunjukkan variasi
yang kurang konsisten, dengan fluktuasi naik turun pada tiap proses produksi.
Oleh karena itu, pada tahap Analyze perlu dicari usulan perbaikan untuk
mengurangi jumlah cacat injeksi. Dengan mengimplementasikan usulan perbaikan
untuk mengurangi kecacatan sticking, diharapkan dapat menurunkan nilai DPMO dan
meningkatkan tingkat sigma perusahaan.
Berdasarkan Tabel
2 yang menunjukkan perhitungan nilai DPMO dan tingkat sigma, rata-rata tingkat
sigma untuk periode Februari hingga Juni 2024 adalah 3,04, dengan DPMO
rata-rata sebesar 491,288. Meskipun ada fluktuasi dalam DPMO dan tingkat sigma
bulanannya, kedepannya diharapkan dapat meningkatkan stabilitas dan kualitas
proses, serta memperbaiki performa keseluruhan proses produksi.
3. Tahap
Analyze
Dalam tahap
Analyze (Analisis) metode Six Sigma, langkah pertama adalah menganalisis data
yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi pola atau tren yang berkaitan
dengan cacat produk. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan berbagai alat
statistik dan visualisasi data untuk menemukan korelasi atau anomali yang
mungkin menunjukkan penyebab masalah. Setelah itu, dilakukan identifikasi
penyebab utama dengan menggunakan alat analisis Pareto. Proses ini memungkinkan
tim untuk memfokuskan upaya perbaikan pada area yang
akan memberikan dampak terbesar dalam mengurangi cacat dan meningkatkan
kualitas keseluruhan.
Gambar 3.
Diagram Pareto
Berdasarkan Gambar
3 yang menunjukkan diagram Pareto, diketahui bahwa ada
dua jenis kecacatan paling dominan dalam proses produksi, yaitu Voids dan Weld
Lines. Dengan demikian, langkah perbaikan harus diprioritaskan pada dua jenis
kecacatan ini, karena keduanya menyumbang sebagian besar dari total cacat yang
terjadi. Persentase ini mengindikasikan bahwa mengurangi kecacatan Voids
dan Weld Lines akan memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas
produk secara keseluruhan. Fokus pada perbaikan di area ini diharapkan dapat
mengurangi jumlah cacat secara efektif dan meningkatkan kapabilitas proses
produksi.
4. Tahap
Improve
Pada tahap Improve
(Perbaikan) metode Six Sigma, langkah-langkahnya dimulai dengan pengembangan
solusi yang spesifik untuk mengatasi penyebab utama cacat produk yang telah
diidentifikasi.
Tabel 3. Analisis
perbaikan dengan 5W + 1H pada cacat injeksi Voids
What |
When |
Where |
Why |
Who |
How |
|
Faktor
Penyebab |
Penyebab |
|||||
Voids |
Selama proses injeksi |
Produksi |
Material
tidak merata |
Material
tidak merata menyebabkan kekosongan dalam produk |
Operator |
Periksa
dan pastikan material merata sebelum proses injeksi |
Pengaturan
suhu tidak tepat |
Suhu
yang tidak tepat menyebabkan pembentukan voids |
Operator |
Sesuaikan
pengaturan suhu mesin sesuai spesifikasi |
|||
Tekanan
injeksi tidak konsisten |
Tekanan
injeksi yang tidak konsisten menyebabkan voids |
Operator |
Monitor
dan stabilkan tekanan injeksi selama proses |
|||
Waktu
siklus tidak sesuai |
Waktu
siklus yang tidak tepat menyebabkan voids |
Operator |
Sesuaikan
waktu siklus mesin agar sesuai dengan standar |
|||
Kualitas
material yang buruk |
Kualitas
material yang buruk mempengaruhi hasil injeksi |
Operator |
Lakukan
kontrol kualitas material sebelum proses injeksi |
Tabel 4. Analisis
perbaikan dengan 5W + 1H pada cacat injeksi Weld Lines
What |
When |
Where |
Why |
Who |
How |
|
Faktor
Penyebab |
Penyebab |
|||||
Weld Lines |
Selama proses injeksi |
Produksi |
Pengaturan
suhu tidak konsisten |
Suhu
yang tidak konsisten menyebabkan masalah pada penyatuan material |
Operator |
Sesuaikan
pengaturan suhu mesin sesuai dengan spesifikasi |
Tekanan
injeksi tidak optimal |
Tekanan
yang tidak optimal menyebabkan penyatuan material yang buruk |
Operator |
Monitor
dan stabilkan tekanan injeksi sesuai standar |
|||
Aliran
material yang tidak merata |
Aliran
material yang tidak merata mengakibatkan garis las pada produk |
Operator |
Periksa
dan optimalkan aliran material dalam mesin injeksi |
|||
Desain
cetakan yang buruk |
Desain
cetakan yang tidak sesuai menyebabkan ketidakrataan material |
Operator |
Revisi
desain cetakan untuk memastikan aliran material yang baik |
|||
Kecepatan
injeksi yang tidak tepat |
Kecepatan
injeksi yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas penyatuan |
Operator |
Sesuaikan
kecepatan injeksi untuk menghindari garis las |
5. Tahap
Control
Setelah dilakukan tahap Improve, langkah selanjutnya adalah tahap Control. Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa perbaikan yang telah dilakukan tetap terkendali dan efektif dalam jangka panjang. Beberapa cara yang perlu dilakukan antara lain:�
a. Pelatihan
dan Pengawasan Operator: Perlu adanya pelatihan, pengarahan, dan
pengawasan terhadap operator untuk memastikan mereka dapat melakukan pengaturan
dan pengawasan mesin dengan benar serta memahami standar kualitas yang
diharapkan. Ini akan membantu dalam menghasilkan produk dengan cacat yang lebih
sedikit, khususnya pada Voids dan Weld Lines.�
b. Pengawasan
Material:
Melakukan pengawasan yang ketat terhadap kualitas material yang digunakan dalam
proses injeksi sangat penting untuk mencegah terjadinya Voids dan Weld Lines.
Kualitas material harus terjaga untuk memastikan konsistensi dan keseragaman
produk.�
c. Pengawasan
Pengaturan Mesin: Pengaturan mesin yang tepat adalah kunci dalam
menghindari cacat Weld Lines dan Voids. Perlu adanya pengawasan dan pengarahan
saat mengatur mesin, serta implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
jelas mengenai pengaturan mesin untuk setiap jenis produk.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dari Februari hingga Juli 2024, di PT ABC ditemukan berbagai jenis cacat injeksi yang sering terjadi, yaitu flash sebesar 1,15%, sink marks sebesar 6,22%, weld lines sebesar 37,12%, dan voids sebesar 55,49%. Cacat-cacat ini menyebabkan produk akhir tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Dalam tahapan analisis upaya perbaikan dapat difokuskan pada area yang akan memberikan dampak terbesar dalam mengurangi cacat dan meningkatkan kualitas keseluruhan.� Kemudian diketahui bahwa voids dan weld lines adalah dua jenis cacat yang paling dominan dalam proses produksi. Oleh karena itu, langkah perbaikan harus difokuskan pada dua jenis cacat ini, karena keduanya menyumbang sebagian besar dari total cacat yang terjadi. Perbaikan dapat dilakukan melalui pelatihan, pengarahan, dan pengawasan terhadap operator guna meningkatkan kualitas produk. Selain itu, perlu ada pengawasan yang ketat terhadap bahan baku untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga. Pengawasan dan pengarahan juga diperlukan dalam proses penyetelan mesin, dengan implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas untuk setiap produk. Tujuan dari perbaikan ini adalah untuk mencapai nol cacat (zero defect) dalam lini produksi injeksi.
REFERENSI
Banjarnahor, A. C.,
& Puspitasari, N. B. (2023). PENGENDALIAN KUALITAS MENGGUNAKAN METODE
STATISTICAL PROCESS CONTROL PADA PRODUK CRUDE PALM OIL (Studi Kasus PT XYZ).
Industrial Engineering Online Journal, 12(1).
Dewi, A. M., &
Puspitasari, N. B. (2019). Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode
Six Sigma pada Produk AMDK 240 Ml PT. Tirta Investama Klaten. Industrial
Engineering Online Journal, 7(4).
Hoe, L. C., &
Mansori, S. (2018). The effects of product quality on customer satisfaction and
loyalty: Evidence from Malaysian engineering industry. International Journal of
Industrial Marketing, 3(1), 20.
Ivanda, M. A., &
Suliantoro, H. (2018). Analisis Pengendalian Kualitas Dengan Metode Six Sigma
Pada Proses Produksi Barecore PT. Bakti Putra Nusantara. Industrial Engineering
Online Journal, 7(1).
Kartikasari, A.,
& Albari, A. (2019). The influence of product quality, service quality and
price on customer satisfaction and loyalty. Asian Journal of Entrepreneurship
and Family Business, 3(1), 49�64.
Nailah, N., Harsono,
A., & LIANSARI, G. P. (2014). Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Jumlah
Cacat pada Produk Sandal Eiger S-101 Lightspeed dengan Menggunakan Metode Six
Sigma. Reka Integra, 2(2).
Paulina, I., &
Titisari, M. A. (2024). Pengendalian Kualitas Kemasan Madu Hg Menggunakan
Metode Six Sigma Di Perusahaan Pengolahan Madu. Seminar Nasional Hasil Riset
Dan Pengabdian, 6.
Rachman, I. F.
(2015). ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS DALAM UPAYA MENGURANGI PRODUK CACAT PADA
PT TRISUMBER MAKMUR INDAH. Universitas Widyatama.
S. Reosekar, R.,
& D. Pohekar, S. (2014). Six Sigma methodology: a structured review.
International Journal of Lean Six Sigma, 5(4), 392�422.
Sari, D. D. (2016).
Analisis Pengaruh kualitas produk, kualitas pelayanan dan harga terhadap
kepuasan konsumen (studi kasus pada konsumen sim card GSM Prabayar XL di Kota
Yogyakarta). Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia (JMBI), 5(1), 62�72.
Sofiatin, D. A.
(2020). Pengaruh profitabilitas, leverage, likuditas, ukuran perusahaan,
kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan (studi empiris pada perusahaan
manufaktur subsektor industri dan kimia yang terdaftar di BEI periode
2014-2018). Prisma (Platform Riset Mahasiswa Akuntansi), 1(1), 47�57.
Sreedharan, J.,
& Jeevanantham, A. K. (2018). Optimization of injection molding process to
minimize weld-line and sink-mark defects using Taguchi based grey relational
analysis. Materials Today: Proceedings, 5(5), 12615�12622.
Sutiyarno, D., &
Chriswahyudi, C. (2019). Analisis Pengendalian Kualitas dan Pengembangan Produk
Wafer Osuka dengan Metode Six Sigma Konsep DMAIC dan Metode Quality Function
Deployment di PT. Indosari Mandiri. JIEMS (Journal of Industrial Engineering
and Management Systems), 12(1).
Widiatmoko, D. A.,
& Segoro, W. (2015). Aplikasi 6 Sigma Dalam Menurunkan Malfunction Defect
Di Pengetesan Elektrikal (Ac Transient Test) Pada Tahapan Pengembangan Produk
Blu-Ray Disc Player (Studi Kasus Di Perusahaan Manufaktur Elektronik). MIX: Jurnal
Ilmiah Manajemen, 5(3), 154617.
Yanto, H., Saputra,
I., & Satoto, S. W. (2018). Analisa Pengaruh Temperatur dan Tekanan Injeksi
Moulding terhadap Cacat Produk. Jurnal Integrasi, 10(1), 1�6.